Proyek jalan tol di Kabupaten Muaro Jambi memicu protes warga. Junaidi, pemilik tanah di Desa Pematang Gajah, mengungkapkan kekecewaannya atas perusakan patok tanah dan kelapa sawit miliknya oleh truk-truk proyek. Ia menuntut tanggung jawab dari pihak pelaksana proyek untuk menghormati hak-hak pemilik lahan dan menyelesaikan masalah ini dengan adil. Kasus ini mengingatkan pentingnya menjaga hubungan baik antara masyarakat dan pihak proyek dalam pembangunan infrastruktur.
MUARO JAMBI – Pembangunan jalan tol yang seharusnya menjadi simbol kemajuan infrastruktur di Kabupaten Muaro Jambi, kini justru memantik amarah warga setempat. Proyek yang digadang-gadang akan meningkatkan konektivitas dan perekonomian daerah ini, ternyata menyisakan jejak masalah, terutama bagi pemilik lahan yang berbatasan langsung dengan jalur tol tersebut. Salah satunya adalah Junaidi, seorang warga Desa Pematang Gajah, Kecamatan Jambi Luar Kota, yang merasa hak-haknya terinjak-injak oleh proses pembangunan ini.
Junaidi, yang memiliki tanah di tepi proyek jalan tol, melayangkan protes keras terhadap pihak pelaksana proyek. Ia mengklaim bahwa patok tanah miliknya telah dirusak oleh truk-truk proyek yang berlalu-lalang membawa material untuk penimbunan jalan tol. Tidak hanya itu, tiga batang kelapa sawit miliknya yang baru ditanam satu tahun lalu juga mengalami kerusakan.
"Patok tanah saya awalnya hanya miring, saya coba tegur para pekerja, tapi tidak ada satu pun yang mau mengakui. Bahkan saat saya mencoba bicara dengan penanggung jawab proyek, mereka hanya menghindar," ungkap Junaidi dengan nada kecewa, Senin (9/9/2024).
Patok tersebut bukanlah sembarang patok. Dengan tinggi 1,7 meter dan lebar 15 centimeter, patok ini menjadi tanda penting batas kepemilikan tanah Junaidi, yang telah dipasang sejak wilayah tersebut masih berupa semak belukar. Ketika patok ini dicabut dan dibuang oleh orang yang tidak bertanggung jawab, Junaidi merasa marah dan dirugikan.
"Patok itu bukan benda kecil, tingginya hampir dua meter. Saya pasang sudah lama, sejak daerah ini masih blukar. Tapi sekarang, setelah ada proyek, patok saya dicabut begitu saja. Saya tanya pekerja, mereka saling lempar tanggung jawab," lanjutnya dengan rasa kesal yang jelas terlihat.
Bukan hanya patok tanah yang menjadi korban, tiga batang kelapa sawit milik Junaidi yang baru berusia satu tahun juga dirusak. Meskipun nilai material dari sawit tersebut mungkin tidak seberapa, cara yang dilakukan pihak proyek sangat melukai perasaan Junaidi.
"Memang harga sawitnya tidak mahal, tapi cara mereka ini yang tidak benar. Kalau mereka datang dan bicara baik-baik, minta izin untuk numpang, saya pasti akan mengizinkan. Tapi ini patok saya dicabut, sawit saya dirusak, bagaimana saya tidak sakit hati?" ujarnya dengan nada getir.
Situasi ini semakin memanas ketika Junaidi menceritakan bahwa sebelumnya ada pihak yang mencoba membeli tanahnya untuk keperluan penimbunan proyek. Namun, ia menolak karena merasa tanah tersebut sudah dijual sebelumnya dan semua urusan telah diselesaikan.
"Tanah saya yang sudah dijual lebih dari satu hektar sudah selesai urusannya. Tapi mereka masih mau beli tanah lagi hanya untuk nimbun. Saya tidak mau, ini bukan soal uang, tapi soal cara mereka yang tidak menghargai pemilik tanah," tegasnya.
Merasa tidak dihargai dan dirugikan, Junaidi menuntut pihak proyek untuk bertanggung jawab atas perusakan yang terjadi. Ia berharap ada itikad baik dari pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini secara adil.
"Saya hanya ingin mereka bertanggung jawab. Ini bukan soal besar kecilnya kerugian, tapi soal penghormatan terhadap hak saya sebagai pemilik tanah," tandas Junaidi, mengakhiri protesnya.
Kejadian ini menggambarkan betapa pentingnya menjaga hubungan baik antara pihak pelaksana proyek dan masyarakat sekitar. Proyek besar seperti pembangunan jalan tol, yang seharusnya membawa manfaat bagi banyak orang, justru bisa menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan bijak. Hak-hak masyarakat lokal, terutama mereka yang terkena dampak langsung, harus dijaga dan dilindungi.
Pemerintah dan pihak pelaksana proyek diharapkan segera mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ini, agar tidak menimbulkan konflik lebih lanjut. Hal ini juga menjadi pelajaran penting bahwa dalam setiap pembangunan, komunikasi dan penghormatan terhadap hak-hak warga harus selalu menjadi prioritas utama. Masyarakat yang terdampak, seperti Junaidi, bukanlah penghalang bagi kemajuan, melainkan bagian dari komunitas yang harus diakomodasi dan dilibatkan dalam setiap proses pembangunan.(*)
Add new comment