Matahari siang bersinar terik di atas Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muaro Jambi. Suara deru mesin truk dan tronton mendominasi jalanan menuju SPBU No. 24-361-12. Dari kejauhan, terlihat antrian panjang kendaraan yang mengular, menunggu giliran untuk mengisi bahan bakar. Namun, ada sesuatu yang ganjil dalam pemandangan ini. Bukan kendaraan pribadi yang mendominasi antrian, melainkan armada besar milik perusahaan sawit dan tronton roda delapan.
Di antara hiruk-pikuk tersebut, seorang pria dengan kemeja lusuh berdiri dengan kesabaran yang semakin menipis. Namanya Ahmad, seorang pengemudi mobil pribadi yang sudah hampir satu jam mengantri. Keringat bercucuran di wajahnya, menandakan betapa teriknya cuaca siang itu. "Kenapa harus begini?" gumamnya sambil memandang antrian di depannya yang penuh dengan kendaraan besar.
Setiap kali sebuah tronton selesai mengisi bahan bakar, Ahmad merasa kian frustasi. Beberapa kali ia melihat oknum-oknum yang seolah bebas berlalu lalang tanpa mengindahkan antrian. "Tutup saja POM seperti ini," katanya dengan nada penuh emosi. "Tidak mendahului konsumen yang berhak mendapatkan. Dari tadi saya hanya menonton pengisian tronton dan kendaraan perusahaan."
Di sisi lain antrian, seorang petugas SPBU tampak sibuk melayani kendaraan besar. Senyum tipis terlukis di wajahnya setiap kali transaksi selesai. Bagi mereka, ini adalah rutinitas sehari-hari yang sudah biasa dilakukan. Namun, bagi Ahmad dan pengguna pribadi lainnya, ini adalah bentuk ketidakadilan yang tak bisa diterima.
Investigasi yang dilakukan di lapangan mengungkap bahwa banyak kendaraan besar yang diduga telah dimodifikasi untuk mengisi lebih banyak bahan bakar. Truk sawit dan tronton perusahaan tampaknya lebih diutamakan dibandingkan kendaraan pribadi. Aktivitas ini tampaknya dilakukan secara rutin, seakan kebal hukum dan tanpa pengawasan ketat dari pihak Pertamina maupun aparat penegak hukum setempat.
"Sepertinya aktivitas ini rutin dilakukan seperti kebal hukum dan tidak adanya pengawasan dari pihak Pertamina Migas wilayah Provinsi Jambi," ujar seorang pengendara lain yang juga merasa kecewa. "Kita minta pihak Pertamina dan aparat penegak hukum setempat mohon bertindak tegas terhadap pihak SPBU 24-361-12 ini. Sangat merugikan konsumen dan negara."
Ahmad akhirnya sampai di depan pompa pengisian. Petugas SPBU menatapnya sebentar, kemudian melanjutkan pengisian bahan bakar dengan ekspresi datar. "Kenapa bisa begini?" tanya Ahmad pada petugas, namun hanya dijawab dengan anggukan kecil tanpa kata.
Di saat yang sama, di kejauhan, sebuah tronton besar kembali masuk ke dalam antrian, menambah panjang deretan kendaraan besar yang mendominasi SPBU tersebut. Bagi Ahmad dan banyak konsumen lainnya, harapan untuk mendapatkan BBM bersubsidi dengan mudah kini semakin memudar.
Langit Jambi yang biru cerah seolah tidak peduli dengan kegelisahan yang melanda di bawahnya. Di tengah keheningan yang mengiringi akhir siang itu, suara deru mesin tronton terus menggelegar, mengingatkan semua orang akan ketidakadilan yang masih harus mereka hadapi setiap hari.
Kisah ini adalah cermin dari perjuangan sehari-hari para pengguna kendaraan pribadi yang berhak atas BBM bersubsidi. Ini adalah panggilan bagi semua pihak terkait untuk segera mengambil tindakan nyata, memastikan keadilan bagi setiap konsumen, dan menghentikan praktik-praktik yang merugikan. Dalam setiap tetesan bahan bakar yang mengalir, ada harapan yang harus diperjuangkan dan keadilan yang harus ditegakkan.(*)
Add new comment