JAKARTA – Skandal tambang ilegal di Provinsi Jambi menyeret nama-nama tak terduga. Salah satunya, aktor senior Roy Marten yang nyaris terseret dalam pusaran investasi tambang batubara bermasalah. Ia mengaku hampir membeli saham perusahaan yang ternyata didirikan di atas fondasi penipuan dan pemalsuan dokumen legal.
Bukan hanya Roy. Sahabat dekatnya, Herman Trisna, yang merupakan pemilik sah PT Bumi Borneo Inti (BBI), menjadi korban dari manuver kotor yang diduga dilakukan oleh mantan bawahannya sendiri. Perusahaan tambang batubara ini, lengkap dengan jetty dan alat berat, berpindah tangan tanpa seizin pemilik.
“Kami sudah siapkan untuk investasi. Tapi saat proses ke notaris, nama pemilik perusahaannya sudah berubah. Sahabat saya, Herman, tak tahu apa-apa. Ada yang rampas perusahaannya,” kata Roy Marten dengan nada tegas.
Perubahan kepemilikan tersebut diduga dilakukan oleh seseorang berinisial DC, yang semula hanya menjabat sebagai direktur operasional. Dalam laporan ke Mabes Polri dan Polda Jambi, DC dituding melakukan pemalsuan akta perubahan struktur kepemilikan perusahaan.
“Ini lebih dari sekadar konflik bisnis. Ini pembajakan korporasi, dan kami punya bukti bahwa Herman tak pernah menjual sahamnya,” kata Roy.
Selain itu, alat berat, jetty, dan tambang batubara milik Herman juga dikuasai secara sepihak dan diduga digunakan untuk aktivitas tambang ilegal tanpa izin resmi.
Tambang ini sudah beroperasi dan bahkan menjual batubara ke luar daerah, meski tak ada legalitas hukum yang sah. Tidak ada izin pertambangan, tidak ada izin penggunaan pelabuhan, dan diduga kuat melanggar aturan lingkungan.

Ironisnya, aparat baru turun tangan setelah laporan diajukan ke Mabes Polri dan Polda Jambi.
“Kami laporkan ke dua tempat: untuk tambang dan alat berat ke Polda Jambi, untuk pemalsuan akta ke Mabes Polri,” ujar Roy.
Setelah tekanan dari pelapor dan advokasi berbagai pihak, DC akhirnya ditangkap oleh Polda Jambi. Namun proses hukum masih berjalan di Mabes Polri.
“Kami apresiasi Polda Jambi. Tapi masih ada satu kasus besar di Mabes yang harus dituntaskan,” kata Roy, yang terus mengawal kasus ini bersama Dwi Yan dan tim kuasa hukum Herman Trisna.
Herman Trisna disebut mengalami kerugian fantastis. Selain kehilangan penguasaan atas perusahaan, ia juga tak bisa menjalankan usahanya karena dokumen dan izin sudah diganti atas nama orang lain.
“Jetty, tambang, alat berat, lahan, semuanya diambil. Tanahnya 1,9 hektare. Kalau dihitung dari hasil penambangan ilegal itu, sudah masuk puluhan miliar. Herman dirugikan besar,” papar Roy.
Kasus ini mengingatkan publik bahwa sektor tambang masih menjadi ladang subur bagi mafia dan pemain-pemain gelap yang memanfaatkan celah hukum dan lemahnya pengawasan.
Roy Marten secara terbuka mengingatkan para investor agar tak mudah percaya pada tawaran emas yang bisa berubah jadi jebakan hukum.
“Kalau saya dan Dwi Yan tidak teliti, mungkin nama kami hari ini masuk dalam daftar pemilik tambang ilegal. Untung kami selamat. Tapi Herman? Dia dirampok secara sistematis,” pungkas Roy.(*)
Add new comment