Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua dari tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan yang berasal dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2020. KPK menyebut kasus ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp319 miliar.
Penahanan dilakukan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Budi Sylvana (BS), dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI), Satrio Wibowo (SW). Keduanya ditahan selama 20 hari pertama mulai 3 Oktober 2024. Tersangka ketiga dalam kasus ini adalah Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM), Ahmad Taufik (AT), yang masih dalam proses hukum lebih lanjut.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penyidikan kasus ini berfokus pada dugaan penyalahgunaan pengadaan APD di tengah pandemi Covid-19. Modus operandi yang diungkap KPK termasuk penunjukan langsung perusahaan tanpa proses yang transparan, penggelembungan harga, hingga manipulasi dokumentasi pengadaan.
Kronologi Dugaan Korupsi
Kasus ini bermula pada Maret 2020 saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Kementerian Kesehatan memutuskan untuk membeli 10.000 set APD dari PT Permana Putra Mandiri (PPM) dengan harga Rp379.500 per set. Namun, setelah pembelian awal tersebut, mulai muncul praktik-praktik yang menyalahi aturan.
Pada 20 Maret 2020, perusahaan produsen APD menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi untuk dua tahun. Beberapa hari kemudian, BNPB, melalui perintah Kepala BNPB saat itu, mendistribusikan 170.000 set APD tanpa surat pesanan yang jelas dan bukti dokumentasi yang memadai.
Satrio Wibowo dan Ahmad Taufik kemudian menandatangani kontrak kerja sama dengan margin keuntungan sebesar 18,5 persen bagi PT PPM. Negosiasi harga APD juga dilakukan dengan BNPB, menurunkan harga dari USD60 menjadi USD50 per set. Meski demikian, harga tersebut jauh di atas harga yang dibeli Kemenkes sebelumnya, yang hanya Rp370.000 per set.
Pada 27 Maret 2020, tanpa adanya surat kontrak atau surat pesanan yang sah, BNPB mengirimkan pembayaran pertama sebesar Rp10 miliar kepada PT PPM. Pembayaran kedua sebesar Rp109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020, sementara kontrak pengadaan baru ditandatangani sehari sebelumnya, pada 27 Maret 2020, dengan penunjukan PPK yang backdated.
Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), praktik ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp319 miliar. Hingga Mei 2020, dari total 5.000.000 set APD yang dipesan, Kemenkes baru menerima sekitar 3,14 juta set.
Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa penyidikan masih berlangsung dan KPK akan terus menelusuri aliran dana yang diduga digunakan untuk memperkaya diri para tersangka. Dua tersangka yang sudah ditahan akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut untuk memperdalam keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
"KPK akan memastikan seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami berkomitmen penuh untuk menuntaskan kasus yang menyebabkan kerugian besar bagi negara ini," tegas Asep.(*)
Add new comment