Aktivitas galian C ilegal semakin marak di Kerinci, Jambi. Warga mendesak tindakan tegas dari kepolisian untuk menghentikan praktik yang merusak lingkungan dan merugikan ekonomi.
***
Di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, aktivitas penambangan material galian C secara ilegal semakin marak dan menimbulkan keresahan di kalangan warga. Salah satu kasus yang menonjol adalah kegiatan penambangan galian C di daerah Kumun, Kecamatan Kumun Debai, yang diduga dimiliki oleh seorang rekanan kontraktor terkenal di Kota Sungai Penuh.
Kegiatan galian C ini, menurut berbagai sumber, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan proyek pembangunan gedung salah stau kampus di Kerinci. Kabar terbaru, aktivitas ini sudah dihentikan. Namun, warga meminta pelakunya tetap harus diusut, agar ada efek jera ke depannya.
Desakan Warga dan Aturan Hukum yang Berlaku
Masyarakat menuntut agar Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polres Kerinci mengusut tuntas kasus ini. Dengan pengakuan pelaku dan bukti keterlibatan salah satu kontraktor, warga berharap pihak kepolisian segera mengambil tindakan sesuai hukum yang berlaku. Sesuai dengan Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelaku galian C ilegal dapat dipidana dengan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda mencapai Rp 10 miliar.
Tidak hanya pelaku utama, penadah hasil galian ilegal juga bisa dijerat hukum berdasarkan pasal 480 KUHP, yang mengatur bahwa penadah barang hasil kejahatan dapat dipidana hingga 4 tahun penjara.
Kekhawatiran akan Dampak Lingkungan dan Ekonomi
Aktivitas galian C ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan. Penambangan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan ekosistem, pencemaran air, dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat sekitar yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.
Selain itu, aktivitas ini juga berpotensi merugikan negara dari sisi perpajakan. Modus penggelapan pajak sering dilakukan dengan tidak melaporkan penjualan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), yang melanggar Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Kondisi Serupa di Batang Merao dan Ujung Pasir
Kawasan Batang Merao dan Ujung Pasir Tanah Cogok juga menghadapi masalah serupa. Aktivitas galian C di daerah ini diketahui sudah berlangsung lama dan sering kali dilakukan tanpa izin resmi. Kondisi ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali dan mengancam ekosistem sungai setempat. Warga setempat mengeluhkan penurunan kualitas air dan lahan pertanian yang terdampak oleh aktivitas penambangan.
Di Ujung Pasir, penambangan berlangsung di sekitar areal tanah milik masyarakat yang seharusnya dilindungi. Praktik penambangan ilegal ini diduga dilakukan oleh beberapa oknum perangkat desa yang memanfaatkan celah pengawasan yang lemah di wilayah tersebut.
Harapan untuk Tindakan Nyata dari Aparat
Masyarakat berharap agar kepolisian segera bertindak tegas terhadap praktik-praktik ilegal ini. Mereka menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tegas untuk memastikan bahwa kegiatan penambangan dilakukan secara legal dan berkelanjutan.
"Dampak dari kegiatan galian C ini sangat merugikan. Kami ingin melihat tindakan nyata dari aparat penegak hukum untuk menghentikan aktivitas ilegal ini," ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan diharapkan dapat mendorong perubahan kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam di Kerinci. Transparansi dan penegakan hukum yang kuat adalah kunci untuk mengatasi permasalahan ini dan memastikan bahwa lingkungan serta kepentingan masyarakat terlindungi.(*)
Add new comment