Oleh :
Dr. Jafar Ahmad
Pernyataan mundur Airlangga, mantan Ketua Umum Partai Golkar, Sabtu, 10 Agustus 2024, mengagetkan begitu banyak orang. Sampai-sampai seloroh teman saya, “Jangankan kita-kita yang jauh, Airlangga sendiri pun kaget dengan pernyataannya,” ujarnya bergurau. Betul, mengagetkan semua orang. Pertanyaan besar para politisi tentu seputar kenapa Airlangga sampai mundur. Apakah dia dipaksa, apakah dia sukarela, apakah dia ketakutan, dan pertanyaan lainnya. Namun, pertanyaan besar kita sebagai bangsa harusnya tidak hanya begitu. Kenapa bisa Ketua Umum yang dalam Pemilu 2024 ini berprestasi menaikkan suara Golkar; bagus dalam menjalankan roda organisasi; dan unggul dalam mengerjakan tugas Kementerian mundur di tengah jalan dengan kondisi seperti ini. Meskipun, saat menyatakan mundur sebagai Ketua Golkar, Airlangga tidak serta merta mundur sebagai menteri.
Berdasarkan perisitiwa ini dan beberapa peristiwa sebelumnya, secara pribadi, saya melihat arah politik Indonesia akan semakin elitis. Dalam terminologi politik, terutama menurut Kahn, sering kita kenal dengan kepemimpinan oligarki. Kepemimpinan sedikit orang. Terminologi oligarki ini berbeda dengan yang dimaksud oleh Jeffrey Winters yang mengasosiasikan oligarki dengan kepemimpinan orang super kaya.
Di balik pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada satu pertanyaan besar yang mungkin perlu kita renungkan sebagai bangsa: apakah ini menandakan bahwa politik kita sedang bergerak menuju arah yang lebih stabil dan pragmatis? Dalam politik, stabilitas sering kali dianggap sebagai kemampuan menjaga kesinambungan kepemimpinan dan kebijakan, sesuatu yang cenderung lebih mudah dicapai dalam partai-partai yang memiliki kendali lebih terpusat pada individu atau kelompok kecil.
Partai politik yang dikelola sebagai "milik pribadi" atau oleh segelintir elit sebenarnya memiliki potensi untuk menciptakan stabilitas yang bagus dalam struktur yang lebih terbuka dan terdesentralisasi. Partai yang dikendalikan oleh satu atau beberapa figur kuat dapat lebih mudah menjaga arah kebijakan, menghindari perpecahan internal, dan memprioritaskan kepentingan publik tanpa harus terjebak dalam konflik kepentingan yang sering muncul dalam partai yang terlalu banyak pemimpinnya.
Jika dikelola dengan baik, stabilitas ini bisa menjadi fondasi yang kuat bagi perkembangan Indonesia di masa depan. Kita sering melihat bahwa negara-negara yang berhasil melakukan reformasi besar atau mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat adalah negara-negara yang memiliki kepemimpinan yang stabil dan terfokus. Dalam hal ini, partai politik yang dimiliki oleh pribadi atau segelintir elit mungkin memiliki potensi lebih besar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, selama kepemimpinan tersebut tetap berorientasi pada kepentingan publik dan bukan semata-mata untuk keuntungan pribadi. Sebab,
Memang, risiko selalu ada ketika kekuasaan terlalu terkonsentrasi, seperti potensi penyalahgunaan atau pengabaian prinsip-prinsip demokrasi. Lord Acton, mengingatkan jauh-jauh hari “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely” Namun, dengan pengawasan yang baik dan komitmen kuat untuk melayani kepentingan publik, partai politik yang lebih terpusat pada kepemimpinan pribadi bisa menjadi kekuatan yang membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, kita mungkin akan melihat bagaimana partai-partai politik di Indonesia berkembang. Apakah mereka akan semakin menjadi milik pribadi atau tetap mempertahankan kepemilikan publik? Secara pribadi, saya meyakini, partai milik personal akan semakin kokoh ketimbang milik publik. Kekuatan partai seperti Golkar, PKS, PKB, PPP, dan PBB kelihatan amat ringkih ketimbang partai-partai lain yang lebih personal. Barangkali fenomena ini bisa dijelaskan oleh sejarah masa lalu kita. Sistem kekuasaan kerajaan yang berlangsung ratusan tahun kita praktikkan dalam bangsa kita, barangkali mengajarkan kita untuk bernegara memang seperti itu. Hubungan patron-klien antara penguasa-abdi sudah menjadi DNA bangsa kita. Meskipun begitu, tetap banyak pertanyaan yang meragukan sistem kepartaian klientisme seperti itu. Namun, selama partai-partai ini tetap berkomitmen pada kepentingan publik, kita bisa berharap bahwa Indonesia akan terus maju dan berkembang, bahkan di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Pada akhirnya, yang paling penting adalah bagaimana kita menjaga semangat demokrasi dan memastikan bahwa perubahan ini membawa kebaikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Selamat menikmati Hari Kemerdekaan yang ke-79, semoga semangat kebersamaan dan kemerdekaan ini terus menjadi landasan bagi langkah-langkah kita ke depan. Aamiin.(*)
Add new comment