Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Prasetyo Boeditjahjono (PB), mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa. Kasus yang melibatkan Balai Teknik Perkeretaapian Medan ini dilaksanakan sejak 2017 hingga 2023 dengan anggaran sebesar Rp1,3 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengumumkan bahwa Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka setelah pemeriksaan intensif selama tiga jam pada Minggu. “Penetapan PB sebagai tersangka didasarkan pada alat bukti yang cukup,” ungkap Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Prasetyo ditangkap oleh Tim Intelijen Kejagung di sebuah hotel di Sumedang, Jawa Barat, sekitar pukul 12.35 WIB. Menurut Abdul Qohar, penangkapan ini dilakukan setelah Prasetyo beberapa kali mangkir dari panggilan sebagai saksi.
Kasus ini bermula ketika Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 Medan mengerjakan proyek pembangunan jalur kereta api Trans Sumatera, termasuk jalur Besitang-Langsa yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Aceh. Dalam pelaksanaannya, proyek ini diduga mengalami sejumlah penyimpangan, seperti pemecahan pekerjaan menjadi 11 paket untuk memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender. Hal ini diperintahkan oleh Prasetyo kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Nur Setiawan Sidik (NSS).
Lebih lanjut, Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, Rieki Meidi Yuwana (RMY), disebut melakukan pelelangan tanpa kelengkapan dokumen teknis yang seharusnya disetujui oleh pejabat teknis. Penyimpangan lain terungkap, yaitu ketiadaan studi kelayakan dan dokumen trase jalur, yang menyebabkan jalur KA amblas dan tidak dapat difungsikan.
Prasetyo diduga menerima sejumlah uang sebagai “fee” dari proyek tersebut. Menurut penyidikan, ia menerima Rp1,2 miliar dari Akhmad Afif Setiawan (AAS), mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Rp1,4 miliar dari PT WTJ, salah satu perusahaan yang terlibat dalam proyek.
Kerugian negara yang diakibatkan dari proyek ini mencapai Rp1,157 triliun, menurut penghitungan BPKP. Kejagung menjerat Prasetyo dengan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kejagung sebelumnya telah menetapkan tujuh orang tersangka lain dalam kasus ini, termasuk mantan PPK Wilayah I Akhmad Afif Setiawan, mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Halim Hartono, dan mantan Kepala Seksi Prasarana Rieki Meidi Yuwana, yang masing-masing dituntut hukuman enam hingga delapan tahun penjara pada 24 Oktober 2024.
Dengan perkembangan ini, Kejagung menegaskan komitmennya dalam menuntaskan kasus korupsi yang berdampak besar pada proyek infrastruktur nasional.(*)
Add new comment