Jambi – Proyek Pekerjaan Pengembangan Bandar Udara Depati Parbo, yang seharusnya menjadi salah satu langkah strategis dalam meningkatkan infrastruktur transportasi di Jambi, kini terjerat dalam polemik besar. Berdasarkan hasil investigasi tim Jambi Link dan Jambi Satu (media network Berita Satu), proyek ini ternyata telah bermasalah sejak awal tender.
Masalah ini mencuat setelah salah satu kontraktor yang kalah dalam tender, PT Bryan Bimantara Lestari, mengajukan sanggahan. Tak hanya sanggahan, PT Bryan Bimantara Lestari juga sempat mengirimkan laporan pengaduan yang ditujukan ke Itjen Kementerian Perhubungan RI.
Dari salinan dokumen yang didapat tim kami, terlihat pengaduan dilayangkan secara resmi melalui surat berkop PT Bryan Bimantara Lestari, tertanggal 23 Februari 2024. Surat pengaduan diteken langsung Direktur, Umardin.
Isi pengaduan itu meminta Kementerian Perhubungan membatalkan pemenang proyek karena SBU nya bermasalah.
"Dari hasil penelusuran melalui website: https://siki.pu.go.id pada halaman pencarian badan usaha SBU, bahwa PT Putra Rato Mahkota dengan NPWP 01.858.270.0-034.000. 'DATA TIDAK DITEMUKAN.'" begitu isi pengaduan yang dilayangkan PT Bryan Bimantara Lestari ke Itjen Kemenhub RI.
Proyek ini bernilai Rp 24.317.400.000. Dari puluhan perusahaan yang ikut tender, hanya dua perusahaan yang mengajukan penawaran. Pertama, PT Putra Rato Mahkota dengan nilai penawaran Rp 23.214.500.370. Lalu PT Bryan Bimantara Lestari yang menawar di angka Rp 24.316.770.000. Hasil evaluasi, tender dimenangkan oleh PT Putra Rato Mahkota.
Kembali ke dokumen pengaduan tadi, PT Bryan Bimantara Lestari lalu meminta Kementerian Perhubungan untuk melakukan tender ulang.
"Mendesak kepada Pokja Pemilihan untuk meneruskan melalui PPK/KPA pada satuan kerja Bandar Udara Depati Parbo di Kerinci guna dimasukkan ke dalam daftar hitam (Blacklist)" begitu isi pengaduan tersebut.
Tim Jambi Link dan Jambi Satu mencoba mengonfirmasi Umardin, Direktur PT Bryan Bimantara Lestari. Kami berhasil berkomunikasi melalui telepon Whatsappnya, Senin 29 Juli 2024. Umardin membenarkan semua masalah itu. Ia juga membenarkan ihwal dokumen sanggahan yang mereka ajukan. Umardin bahkan menjelaskan lebih detil lagi kepada tim kami.
Umardin menegaskan bahwa fokus sanggahan mereka memang soal validitas Sertifikat Badan Usaha (SBU) perusahaan pemenang tender, PT Putra Rato Mahkota. Menurut Umardin, terdapat ketidakberesan dalam proses tender yang seharusnya diawasi ketat oleh Kementerian Perhubungan.
"Ini sangat aneh. Inti sanggahan saya adalah masalah SBU-nya. Tidak valid dan bermasalah, tapi kok bisa menang," jelas Umardin.
Kepada kami, Umardin lalu menunjukkan bukti komunikasinya dengan Dirjen Bina Konstruksi. Komunikasi itu dilakukan pada 23 Februari 2024. Kala itu, Dirjen Bina Konstruksi menjelaskan SBU PT Putra Rato Mahkota telah habis masa berlakunya.
"Mereka bilang SBU PT Putra Rato Mahkota habis masa berlakunya. Ini berarti mereka tidak memiliki izin yang sah untuk mengikuti tender ini," tambahnya.
Status Bintang Satu dan Belum Berkontrak di LPSE
Umardin, kembali mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam proses tender proyek tersebut. Menurutnya, di LPSE Kementerian Perhubungan proyek ini masih berstatus bintang satu dan belum berkontrak. Namun, dia merasa aneh kok pekerjaan di lapangan sudah dimulai.
"Sesuai aturan barang dan jasa, wajib dicantumkan pemenang berkontrak. Saya kaget. Kok sudah bekerja?," ungkap Umardin.
Kejanggalan ini terungkap saat Umardin memeriksa status proyek Bandara Depati Parbo di LPSE Kementerian Perhubungan. Ia menemukan bahwa proyek tersebut masih berstatus bintang satu, yang berarti proses tender belum final. Namun, di lapangan, pekerjaan sudah berjalan.
Proyek pengembangan Bandara Depati Parbo senilai Rp 24,3 miliar ini mencakup pembangunan terminal baru seluas 1200 m² dan akses jalan terminal seluas 6.787 m², dengan waktu pelaksanaan 240 hari kerja yang dimulai sejak Januari 2024. Proyek ini dilaksanakan oleh PT Putra Rato Mahkota yang beralamat di Jakarta Pusat.
"Ini sangat aneh dan mencurigakan," lanjut Umardin.
Proses tender yang tidak transparan menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan anggaran dan kualitas pekerjaan. Dalam proyek pemerintah, terutama yang melibatkan dana besar seperti ini, transparansi dan akuntabilitas adalah hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa setiap tahapan dilaksanakan sesuai aturan.
Umardin menekankan bahwa ini bukan hanya masalah administratif, tetapi juga menyangkut integritas dan kepercayaan publik terhadap proyek pemerintah.
"Jika prosedur ini diabaikan, bagaimana kita bisa yakin bahwa anggaran yang digunakan tepat sasaran dan pekerjaan dilakukan dengan standar yang seharusnya?" tanyanya.
Masyarakat di sekitar Bandara Depati Parbo pun mulai mempertanyakan kejelasan proyek ini. Mereka berharap ada penjelasan resmi dari pihak terkait, terutama dari Kementerian Perhubungan dan kontraktor pelaksana proyek.
"Kami ingin proyek ini berjalan lancar dan sesuai aturan. Jika ada yang tidak beres, harus ada penjelasan dan tindakan tegas," kata salah seorang warga setempat.
Pihak Kementerian Perhubungan diharapkan segera turun ke lapangan dan memberikan klarifikasi mengenai status proyek ini.
Tim Jambi Link dan Jambi Satu sudah mengonfirmasi masalah ini ke Itjen Kemenhub RI. Baik melalui email maupun pesan WA. Namun belum memperoleh jawaban.(*)
Analisa Hukum Polemik Proyek Bandara Depati Parbo
Proyek Pengembangan Bandar Udara Depati Parbo yang seharusnya menjadi langkah strategis untuk meningkatkan infrastruktur transportasi di Jambi kini terjebak dalam masalah hukum. Berdasarkan investigasi, beberapa pelanggaran teridentifikasi, yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak-pihak terkait.
Pelanggaran Hukum
- Tender yang Bermasalah
- Ketidaksesuaian SBU (Sertifikat Badan Usaha):
- Berdasarkan pengakuan dari PT Bryan Bimantara Lestari, SBU dari PT Putra Rato Mahkota tidak ditemukan di database yang resmi (https://siki.pu.go.id), yang berarti PT Putra Rato Mahkota tidak memiliki SBU yang sah dan valid untuk mengikuti tender ini. Hal ini melanggar ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 19 Tahun 2014 tentang Sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi.
- Pasal yang Dilanggar: Pasal 9 ayat (1) yang mengharuskan setiap badan usaha yang mengikuti tender untuk memiliki SBU yang valid.
- Sanksi: Pembatalan kontrak dan denda administratif serta pencabutan izin usaha.
- Ketidaksesuaian SBU (Sertifikat Badan Usaha):
- Penyalahgunaan Prosedur Tender
- Mulainya Pekerjaan Tanpa Kontrak Resmi:
- Ditemukannya kejanggalan dimana pekerjaan sudah dimulai padahal proyek di LPSE Kementerian Perhubungan masih berstatus bintang satu dan belum berkontrak. Hal ini melanggar Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Pasal yang Dilanggar: Pasal 65 ayat (2) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan baru dapat dimulai setelah adanya kontrak yang sah.
- Sanksi: Pembatalan pekerjaan, sanksi administratif kepada pejabat terkait, dan denda kepada pihak yang melakukan pelanggaran.
- Mulainya Pekerjaan Tanpa Kontrak Resmi:
- Kekurangan Pengawasan oleh Kementerian Perhubungan
- Kurangnya Verifikasi dan Validasi Dokumen Tender:
- Seharusnya ada pengawasan ketat dan validasi dari dokumen tender termasuk SBU oleh Kementerian Perhubungan. Kegagalan dalam melakukan verifikasi ini merupakan kelalaian yang berdampak pada integritas proses tender.
- Pasal yang Dilanggar: Pelanggaran administratif dalam pengadaan barang/jasa yang harus diinvestigasi lebih lanjut oleh inspektorat internal Kementerian.
- Sanksi: Peringatan, sanksi administratif, dan perbaikan prosedur internal.
- Kurangnya Verifikasi dan Validasi Dokumen Tender:
Dampak Hukum dan Solusi
- Penghentian Proyek
- Proyek harus dihentikan sementara hingga seluruh masalah hukum dan administratif terselesaikan.
- Audit Menyeluruh
- Diperlukan audit menyeluruh terhadap proses tender oleh pihak berwenang untuk memastikan tidak adanya kecurangan lain dan untuk memastikan kepatuhan terhadap semua regulasi.
- Penegakan Hukum
- Jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi, pihak yang terlibat harus diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan penegak hukum lainnya. Pihak yang bersalah harus dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
- Reformasi Proses Tender
- Kementerian Perhubungan perlu melakukan reformasi dan peningkatan pengawasan dalam proses tender untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Hal ini termasuk pelatihan bagi petugas pengadaan dan penggunaan teknologi yang lebih canggih untuk verifikasi dokumen.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pelanggaran yang terjadi tidak hanya merugikan pihak yang sah namun juga masyarakat umum yang seharusnya mendapatkan manfaat dari proyek infrastruktur yang bersih dan bebas dari kecurangan. Penegakan hukum yang tegas dan reformasi proses pengadaan adalah langkah penting untuk memastikan integritas dan kredibilitas dari proyek-proyek pemerintah di masa depan.(*)
Tim Jambi Link/Jambi Satu
Add new comment