JAMBI – Proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Jambi senilai Rp 608 miliar kembali menjadi sorotan. Proyek yang digadang-gadang menjadi solusi sanitasi perkotaan ini justru dikepung berbagai persoalan, mulai dari temuan ketidaksesuaian spesifikasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, keterlambatan pekerjaan, hingga batalnya peresmian oleh Presiden Joko Widodo.
Proyek ini digarap dalam tiga paket besar, yaitu Paket B1 untuk pembangunan IPAL, Paket B2 untuk jaringan perpipaan air limbah zona barat dan sambungan rumah, serta Paket C untuk jaringan perpipaan zona timur dan rumah pompa. Namun, berbagai laporan mengungkap bahwa proyek ini jauh dari kata mulus.
Proyek IPAL ini dibiayai melalui pinjaman Asian Development Bank (ADB) sebesar Rp 401 miliar dan APBN sebesar Rp 207 miliar. Namun, dalam pemeriksaan BPK RI, ditemukan pembayaran tidak sesuai ketentuan atas pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi sebesar USD 153.225,81 (sekitar Rp 2,5 miliar) pada SCADA System (Supervisory Control and Data Acquisition).
Dalam laporan BPK RI, disebutkan bahwa sistem SCADA yang seharusnya dapat memonitor gas beracun seperti Methane (CH4) dan Hydrogen Sulfide (H2S) belum dapat dioperasikan. Selain itu, ada temuan bahwa workstation SCADA yang seharusnya dipasang di beberapa titik belum tersedia.
Selain masalah SCADA, proyek ini juga tercatat mengalami kelebihan pembayaran sebesar Rp 95,3 miliar. BPK RI merekomendasikan agar kelebihan pembayaran ini segera dipertanggungjawabkan oleh pihak terkait dan dilakukan penyetoran ke kas negara.
Dikerjakan Sejak 2020, Pekerjaan Molor dan Tidak Sesuai Kontrak
Proyek ini awalnya dikerjakan sejak Oktober 2020 dengan target penyelesaian Desember 2023. Namun, realisasi di lapangan menunjukkan kemajuan fisik hanya mencapai 96,05% pada Oktober 2023, lebih rendah dari target 96,42%.
Selain itu, proyek ini mengalami lima kali adendum kontrak yang mengubah nilai dan durasi pengerjaan. Perubahan kontrak ini diduga dilakukan untuk menutupi keterlambatan dan ketidaksesuaian pekerjaan.
Kontraktor proyek Paket B1 dikerjakan secara KSO oleh PT Brantas Abipraya dan PT Memiontec Indonesia, sementara Paket B2 digarap PT Waskita Karya dan Paket C oleh PT Adhi Karya.
Namun, hingga menjelang akhir kontrak, pekerjaan perpipaan yang seharusnya menghubungkan ribuan rumah tangga ke IPAL belum rampung. Akibatnya, IPAL yang sudah dibangun tidak dapat berfungsi maksimal karena sambungan rumah belum tersedia.
Rencananya, proyek IPAL Jambi ini akan diresmikan oleh Presiden Jokowi sebagai bagian dari proyek strategis sanitasi nasional. Namun, karena banyaknya persoalan teknis dan belum rampungnya pekerjaan di lapangan, agenda peresmian dibatalkan.
“Presiden masa Jokowi tentu tidak mau meresmikan proyek yang masih bermasalah. Kalau tetap dipaksakan, ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah,” ujar seorang pejabat di Pemprov Jambi.
Menurut informasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat ini tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek ini. Tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa pihak terkait akan diperiksa untuk mempertanggungjawabkan permasalahan dalam proyek ini.
Dengan berbagai permasalahan yang membelit proyek IPAL Jambi, banyak pihak mendesak agar KPK, Kejaksaan Agung, dan BPK RI segera turun tangan untuk mengusut dugaan penyimpangan dalam proyek ini.
Yusrizal, Kepala Satker PPP Jambi mengarahkan tim Jambi Link/Jambi Satu (berita satu) untuk mewawancarai anak buahnya. Hingga berita ini diturunkan, kami sedang berupaya mewawancarai pihak Satker, untuk memperoleh penjelasan seutuhnya.(*)
Add new comment