Oleh:
*Awin Sutan Mudo
Saya tidak tahu apakah Gubernur Al Haris benar-benar tertidur atau hanya menunduk. Yang saya tahu, video 21 detik itu tidak cukup untuk menjelaskan apa pun. Tapi cukup untuk bikin heboh.
Acara itu acara Presiden. Disiarkan dari istana. Serentak se-Indonesia. Di Jambi, lokasinya di Desa Tangkit Baru, Muaro Jambi. Kursi-kursi disusun rapi. Tenda merah putih. Al Haris duduk di baris depan. Kamera orang entah siapa merekamnya sedang menunduk.
Potongan video itu kemudian viral. Di medsos disebut, gubernur tidur waktu Presiden bicara.
Sontak jagat TikTok bersorak. Ada yang mencemooh. Ada yang menyumpahi. Ada pula yang, lucunya, bersimpati. "Capek kali bapak tu ya," tulis satu komentar pendek. Netizen memang suka begitu. Usil tapi juga bisa menghibur.
Saya menontonnya berulang-ulang. Karena untuk memastikan kebenaran. Jangan cepat percaya di era digital ini. Apalagi kalau videonya pendek.
Benar, tidak ada gerakan kepala mengangguk-angguk khas orang ngantuk. Tapi juga tidak ada ekspresi bahwa beliau sedang aktif menyimak.
Tapi apakah kita bisa menilai gubernur dari 21 detik itu saja?
Gubernur menjelaskan, bukan tidur, cuma menunduk. Klarifikasinya sejuk. Tidak marah. Tidak menyalahkan. Bahkan mendoakan orang yang menyebarkan video itu agar hatinya jernih.
Itu cara yang sopan.
Kepala Dinas Kominfo juga ikut bantu. Menjelaskan bahwa Gubernur Haris sejak tiga hari sebelumnya sudah menyiapkan lokasi. Ikut gladi resik. Mengurus listrik, spanduk, kursi. Bolak balik sana sini.
Lelah? Mungkin. Tapi bukankah memang tugas kepala daerah begitu?
Kalau tidur sejenak dianggap dosa, banyak pejabat lain juga bisa dituduh. Menteri Susi dulu pernah tertidur di sofa bandara JFK. Foto itu viral. Tapi publik justru kasihan. “Perempuan tangguh,” kata netizen.
Bupati Lampung Tengah beberapa pekan lalu juga sempat tertidur di ruang sidang. Dia malah jujur. “Ngantuk berat saya waktu itu. Maaf ya,” tulisnya di TikTok. Simpati pun mengalir.
Bahkan Presiden Joe Biden pun pernah tertangkap kamera memejamkan mata di KTT COP26. Dunia gempar. Tapi semua juga paham. Presiden Amerika itu memang sudah sepuh.
Gubernur Jambi belum sepuh. Tapi, mungkin capek. Apalagi, beberapa jam sebelumnya dia masih di acara. Lusa sebelumnya masih meninjau jalan rusak. Setelah acara pun masih kunjungan ke sana-sini, ke sekolah.
Baterai tubuh manusia bukan powerbank. Ia harus dicas. Kadang, cas-nya bukan di rumah. Tapi ya... di tengah acara resmi seperti itu.
Apakah seharusnya tidak tertidur?
Idealnya begitu. Tapi kepala daerah bukan robot. Tidak ada tombol “stay awake” di lehernya.
Saya justru lebih khawatir jika seorang pejabat terlihat selalu segar, selalu tersenyum, selalu siap kamera. Tapi daerahnya jalan rusak, harga beras naik, angka stunting stagnan. Artinya dia segar karena kurang kerja.
Saya tidak bilang Gubernur Haris tidur. Tapi kalaupun iya, saya maklum. Itu tidur singkat dari orang yang bekerja panjang. Toh, setelah tidur itu, kalau benar tidur, beliau tetap jalan lagi. Tetap ikut acara. Tetap blusukan. Tetap mendengarkan keluhan warga.
Dan itu jauh lebih penting ketimbang 21 detik potongan video di TikTok.
Kita semua manusia. Kita semua pernah ngantuk di waktu yang salah.
Yang membedakan bukan siapa yang tertidur. Tapi siapa yang, setelah bangun, kembali bekerja. Dan tetap mengurus rakyatnya.
Saya pikir Gubernur Al Haris masuk golongan yang kedua.
Apalagi, duduk di sampingnya saja Kapolda Jambi. Artinya, saat itu bukan ruang main-main. Bukan tempat leha-leha. Kalau pun sempat tertidur sejenak, itu bukan karena meremehkan. Tapi karena kelelahan yang tidak sempat diminta izin.
Dan sejujurnya, saya lebih respek pada pejabat yang lelah karena kerja, daripada yang segar karena kebanyakan tidur.
Begitu saja. Jangan cari-cari kambing tidur.(*)
*) Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili institusi manapun.
Add new comment