Politik Dinasti: Keniscayaan dan Tantangan bagi Demokrasi Indonesia

WIB
Ilustrasi Jambi Link

Politik dinasti telah menjadi sejarah panjang umat manusia. Dan, saya menduga akan selalu ada dan dipertahankan. Kecuali jika kita masih berani mencoba benar-benar menghapusnya. Namun, apakah politik dinasti sepenuhnya buruk? Adakah penjelasan lain, kenapa politik dinasti tetap hidup dan mungkin akan selalu hidup di tengah-tengah kita?

Mempertahankan diri agar tetap ada dan  meneruskan keturunan adalah bagian mendasar dari sifat manusia. Dalam konteks ini, politik dinasti bisa dilihat sebagai manifestasi dari naluri tersebut, di mana individu berusaha memastikan kekuasaan dan kehormatan tetap dalam lingkup keluarga (Pufendorf, 2020).

Tentu, pendapat Pufendorf ini bisa diamini dalam batas tertentu. Tidak ada yang amat keliru dalam politik dinasti sepanjang tidak mengganggu eksistensi manusia lainnya yang juga sedang mempertahankan dirinya dan melanjutkan produksi keturunannya. Dalam praktiknya di dunia politik, seringkali upaya memenuhi naluri itu, terjadi upaya mengorbankan nilai-nilai kemanusia lainnya. Kesteraan, keadilan, persamaan hak kadang kala terabaikan oleh prilaku politik dinasti yang naluriah tersebut. Inilah yang coba dijawab oleh demokrasi. Agar kekuasaan tidak sewenang-wenang.

Di banyak negara politik dinasti tumbuh dengan subur juga. Begitupun di Indonesia. Ada banyak sekali contoh bagaimana politik dinasti dipraktikkan di Indonesia. Kasus seperti keluarga Soeharto memperlihatkan bagaimana kekuasaan politik dapat diwariskan dan dipertahankan dalam keluarga.

Di Jambi, kasus dinasti politik terlihat jelas dalam keluarga Zumi Zola, yang melanjutkan jejak ayahnya, Zulkifli Nurdin, sebagai Gubernur Jambi. Selain itu, keluarga Ratu Atut Chosiyah di Banten juga menjadi salah satu contoh terkenal, di mana anggota keluarga menduduki berbagai posisi penting di pemerintahan daerah. Ratu Atut Chosiyah sendiri menjadi Gubernur Banten, sementara adik, anak, dan menantunya menjabat sebagai anggota DPRD dan kepala daerah di berbagai wilayah di Banten.

Kasus keluarga Limpo di Sulawesi Selatan juga menonjol. Syahrul Yasin Limpo, yang menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, berasal dari keluarga yang memiliki kekuasaan politik yang kuat di daerah tersebut. Saudaranya, Ichsan Yasin Limpo, pernah menjabat sebagai Bupati Gowa, dan anggota keluarga lainnya juga memegang posisi penting dalam pemerintahan daerah. Keluarga Limpo telah lama mendominasi politik di Sulawesi Selatan, dengan berbagai anggota keluarga memegang posisi kunci di tingkat lokal dan provinsi.

Sebenarnya kita harus menaruh salut kepada Indonesia. Upaya membatasi politik dinasti pernah dicoba meskipun gagal. UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah telah disahkan, namun segera gagal dengan putusan judical review di Mahkamah Konstitusi. UU tersebut belum sempat diujicobakan. Tentu, belum ada hasilnya. Kalau menilik politik kita sampai hari ini. Rasanya cukup menarik andai UU tersebut sempat dilaksanakan.

Partai politiklah yang memainkan peran sangat penting dalam mendukung atau menghambat politik dinasti. Namun, jika melihat struktur kekuasaan partai di Indonesia yang cenderung dikuasai oleh personal, alih-alih, institusi, harapan itu akan sangat sulit mewujud dalam waktu dekat. Politik dinasti adalah keniscayaan manusia yang berasal dari naluri untuk mempertahankan eksistensi dan keturunan. Namun, dampaknya terhadap demokrasi tidak boleh diabaikan. Untuk masa depan demokrasi Indonesia yang lebih baik, perlu ada usaha kolektif untuk mengatasi tantangan yang dibawa oleh politik dinasti.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.