JAMBI – Gubernur Jambi, Al Haris, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi tidak akan merumahkan tenaga honorer, setidaknya hingga ada kepastian dari Pemerintah Pusat terkait status mereka.
Hal ini disampaikannya menanggapi kekhawatiran ribuan tenaga honorer di lingkungan Pemprov Jambi yang resah akibat kebijakan nasional tentang penghapusan tenaga honorer.
"Mereka masih bekerja seperti biasa. Dan kami tidak pernah membuat kebijakan terkait honorer di Pemprov," ujar Al Haris, Jumat (8/2/2025).
Menurutnya, tenaga honorer yang telah bekerja sebelum 31 Oktober 2023 tidak boleh dirumahkan, mengacu pada aturan yang berlaku. Ia juga menegaskan bahwa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemprov Jambi tidak memiliki kewenangan untuk merumahkan tenaga honorer tanpa persetujuan gubernur.
"Yang berhak merumahkan tenaga honorer adalah Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), yaitu Gubernur Jambi. Jadi, tidak ada kebijakan dari kami untuk memberhentikan mereka secara sepihak," tegasnya.
Ketidakpastian nasib tenaga honorer menjadi perhatian serius tidak hanya di Jambi, tetapi juga di tingkat nasional. Sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Al Haris telah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) pada 3 Februari 2025.
Dalam surat bernomor A.005/APPSI/II/2025, APPSI memberikan tiga rekomendasi utama kepada Pemerintah Pusat:
- Menolak Penghapusan Tenaga Honorer
- APPSI meminta agar keputusan penghapusan tenaga honorer yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak diberlakukan secara menyeluruh.
- Pasalnya, banyak daerah yang masih bergantung pada tenaga honorer untuk menjaga pelayanan publik tetap berjalan optimal.
- Mempercepat Pengangkatan Honorer Menjadi PPPK
- APPSI mendesak agar tenaga honorer yang telah terdata hingga 31 Oktober 2023 segera diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
- Langkah ini dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengurangi ketidakpastian nasib para pekerja honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun.
- Menjaga Stabilitas Pelayanan Publik
- Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) per 28 November 2024, terdapat 1.789.051 tenaga honorer yang masih menunggu kepastian pengangkatan menjadi PPPK.
- Jika pemerintah pusat tidak segera mengambil langkah konkret, dikhawatirkan akan terjadi kekosongan tenaga kerja di berbagai sektor pelayanan publik di daerah.
"Kami tidak ingin pelayanan publik terganggu hanya karena tenaga honorer yang selama ini menjadi tulang punggung malah kehilangan pekerjaan," ujar Al Haris.
Ketidakpastian kebijakan pemerintah pusat terhadap tenaga honorer menimbulkan kecemasan di berbagai daerah, termasuk di Jambi. Jika tidak ada kepastian mengenai pengangkatan menjadi PPPK, ribuan tenaga honorer terancam kehilangan pekerjaan, sementara daerah masih sangat bergantung pada mereka.
Beberapa sektor yang paling terdampak jika kebijakan penghapusan honorer benar-benar diterapkan adalah pendidikan, kesehatan, dan administrasi pelayanan publik.
Seorang tenaga honorer di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi yang enggan disebut namanya mengaku khawatir dengan nasibnya.
"Saya sudah bekerja 10 tahun sebagai tenaga honorer di sekolah negeri. Kalau benar-benar diberhentikan, kami mau kerja di mana lagi? Padahal sekolah masih membutuhkan tenaga seperti kami," ujarnya.
Hal serupa disampaikan oleh seorang tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas.
"Kami ini garda terdepan dalam pelayanan kesehatan. Kalau honorer dihapus, siapa yang akan menggantikan tugas-tugas kami? Apakah pemerintah pusat sudah siap dengan skenario penggantian tenaga kerja?" ungkapnya dengan nada khawatir.
Menanggapi polemik ini, Al Haris meminta Pemerintah Pusat segera mengambil langkah konkret agar tenaga honorer tidak terus terombang-ambing dalam ketidakpastian.
"Kami mendukung kebijakan pemerintah, tetapi jangan sampai keputusan ini merugikan tenaga honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun. Ada ratusan ribu honorer yang menggantungkan hidupnya di sektor ini," kata Al Haris.
Gubernur Jambi juga berharap bahwa rekomendasi dari APPSI bisa menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional. Ia menegaskan bahwa kebijakan yang tidak mempertimbangkan dampak di daerah bisa memicu instabilitas dalam pelayanan publik.
"Kami akan terus mengawal persoalan ini dan berharap pemerintah pusat segera memberikan jawaban yang jelas dan solusi yang terbaik untuk tenaga honorer," tutupnya.(*)
Add new comment