Polemik Perbaikan Jembatan yang Ditabrak Tongkang Batubara, BPJN IV Jambi Tegaskan Tak Terlibat dalam Pengelolaan Dana PPTB!

WIB
IST

Polemik pengelolaan anggaran dalam perbaikan jembatan yang rusak akibat tertabrak tongkang batubara terus mencuat. Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IV Jambi, Ibnu Kurniawan, menegaskan pihaknya hanya bertugas mengawasi pelaksanaan perbaikan, bukan sebagai pengelola anggaran.

Menurut Ibnu, kejadian tertabraknya fender jembatan di Batanghari dan Tembesi berawal dari ketidaksiapan jalur sungai sebagai jalur angkutan batubara.

"Kami selalu meminta agar jalur sungai disiapkan dulu hingga benar-benar layak sebelum digunakan untuk transportasi batubara. Faktanya, jembatan di Batanghari dan Tembesi punya posisi yang tidak terlalu lebar. Seharusnya ada kajian terlebih dahulu sebelum jalur sungai ini dibuka. Apakah jalur pelayaran sudah sesuai dengan peruntukannya? Jika layak, harusnya ada standar yang jelas. Berapa ukuran maksimal tongkang, bagaimana pengawalan tugboat, semuanya harus diperhitungkan," ujar Ibnu saat diwawancarai, Minggu (2/3/2025).

Akibat kurangnya kajian teknis dan standar operasional yang jelas, berbagai insiden tabrakan tongkang terhadap jembatan pun terjadi. Sayangnya, meskipun jalur sungai digunakan perusahaan batubara, tidak ada mekanisme yang memastikan jaminan keselamatan infrastruktur jembatan secara ketat.

Dalam rapat koordinasi dengan pemerintah daerah, Menurut Ibnu Kurniawan, Gubernur Jambi meminta agar Perkumpulan Pengusaha Tambang Batubara (PPTB) bertanggung jawab atas kerusakan jembatan. PPTB menyanggupi permintaan itu. Mereka bersedia melakukan perbaikan.

"Dalam peraturan perundang-undangan tentang aset negara, apabila seseorang merusak aset, maka harus menggantinya. Itu yang menjadi dasar mengapa gubernur meminta PPTB bertanggung jawab. Saya sendiri baru pertama kali mengenal PPTB saat rapat di kantor gubernur," ujar Ibnu.

Namun, hal ini menimbulkan kejanggalan dalam mekanisme perbaikan aset negara. PPTB merupakan organisasi tanpa bentuk, yang tidak memiliki kewenangan resmi dalam mengelola dana untuk perbaikan infrastruktur publik.

Ibnu menegaskan BPJN IV tidak pernah menangani atau menerima dana perbaikan jembatan dari PPTB. Peran BPJN IV dalam perbaikan jembatan yang rusak hanya sebatas pengawasan pelaksanaan teknis di lapangan.

"Ini bukan dana pemerintah. Kami di BPJN IV hanya mendiskusikan desain perbaikan, tapi tidak menghitung biaya. Urusan biaya itu tanggung jawab mereka (PPTB). Kontraktor siapa, berapa dana yang dikeluarkan, itu bukan ranah kami. Kami hanya memastikan perbaikannya sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan," jelasnya.

BPJN IV menegaskan jika dalam proses perbaikan ditemukan kesalahan teknis, maka pekerjaan akan dihentikan. Namun, jika terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana, maka hal itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab PPTB.

"Kalau di lapangan ada kesalahan, kami stop pekerjaannya. Tapi kalau soal penyalahgunaan dana, itu bukan urusan kami. Itu kembali ke internal PPTB. Kami tidak pegang uang sama sekali," tegasnya.

Ibnu juga menyinggung kemungkinan lain dalam mekanisme perbaikan jembatan. Seharusnya, jika ada pihak yang merusak jembatan, mereka bisa menyetor dana ke kas negara, lalu pemerintah yang menangani perbaikannya.

Namun, menurutnya, proses penggunaan dana negara cukup rumit dan membutuhkan waktu lama.

"Kalau memang ada dana dari pengusaha, bisa saja mereka setor ke negara, lalu negara yang menggunakannya untuk memperbaiki jembatan. Tapi mekanisme penggunaan dana negara itu ribet dan panjang. Sementara, jembatan yang rusak harus segera diperbaiki," ujarnya.

Meskipun demikian, cara ini dinilai lebih akuntabel dan transparan dibandingkan dengan menyerahkan pengelolaan dana kepada organisasi swasta seperti PPTB.

Mantan anggota DPRD Kota Jambi, Jefri Bintara Pardede, sebelumnya sudah memperingatkan bahwa PPTB tidak memiliki legitimasi dalam mengelola dana perbaikan aset negara.

"PPTB ini siapa? Kenapa mereka yang mengelola dana miliaran rupiah untuk perbaikan jembatan nasional? Ini aset negara, harusnya pemerintah yang mengurusnya. Jika mekanisme ini tidak diawasi dengan baik, bisa terjadi penyimpangan," tegas Jefri.

Jefri juga mendesak agar aparat penegak hukum segera melakukan audit khusus terhadap pengelolaan dana perbaikan jembatan.

"Bagaimana pengusaha batubara ini mengumpulkan dana? Berapa jumlah yang dikumpulkan dan siapa yang mengontrol? Harus ada audit khusus untuk memastikan tidak ada praktik korupsi atau penyalahgunaan dana," tambahnya.

Jefri juga mengkritik lemahnya peran BPJN IV dalam mengawasi aset negara. Seharusnya, BPJN IV tidak hanya menerima aset yang sudah diperbaiki, tapi juga ikut memastikan proses perbaikannya berjalan sesuai dengan regulasi negara.

"Seharusnya BPJN IV turun tangan sejak awal, bukan hanya menerima jembatan yang sudah diperbaiki. Jangan sampai ada potensi markup atau pengelolaan dana yang tidak jelas," kata Jefri.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network