Banjir di Simpang Mayang Bukan karena JBC, Prof. Aswandi: Ini Gagal Tata Kelola Hidrologi

WIB
IST

Jambi – Banjir yang kembali merendam kawasan Simpang Mayang, tepatnya di depan kawasan Jambi Business Center (JBC), kembali menyita perhatian publik. Namun berbeda dari anggapan umum yang menyalahkan curah hujan tinggi semata, Prof. Aswandi, pakar lingkungan dari Universitas Jambi, menilai bahwa akar persoalan banjir justru terletak pada kegagalan perencanaan dan pengelolaan sistem hidrologi kota.

“Kanal dan drainase yang ada merupakan sistem lama. Saat dibangun dulu, belum ada pendekatan hidrologi yang mempertimbangkan curah hujan ekstrem dalam jangka panjang,” ujar Prof. Aswandi saat dimintai pendapatnya, Sabtu (12/4/2025).

Menurut Prof. Aswandi, sistem kanal dan saluran air di kawasan tersebut tidak lagi relevan dengan kondisi iklim masa kini. Dalam perencanaan tata ruang dan infrastruktur kota, seharusnya pemerintah menggunakan data historis hidrologi untuk memperkirakan periode ulang hujan besar—misalnya per lima tahun, sepuluh tahun, hingga dua puluh lima tahun.

“Jika saluran dirancang hanya untuk menghadapi hujan 5 tahunan, sementara kita sekarang sedang menghadapi hujan dengan intensitas 25 tahunan, maka wajar bila sistem kolaps,” jelasnya.

Kegagalan ini, menurutnya, mencerminkan lemahnya pemutakhiran kebijakan tata air dan minimnya evaluasi terhadap daya tampung sistem drainase kota secara menyeluruh.

Tak hanya sistem drainase kota, kolam retensi di kawasan JBC juga turut disorot. Prof. Aswandi mengungkapkan bahwa kolam retensi milik JBC seharusnya difungsikan khusus untuk menangani limpasan air hujan dari kawasan JBC sendiri, yang luasnya sekitar 7 hektare.

“Kolam retensi itu bukan milik kota. Harusnya eksklusif untuk JBC. Jika dipaksakan menampung limpasan dari kawasan lain, maka fungsi utamanya gagal,” katanya.

Ia menambahkan bahwa kolam tersebut harus dipisahkan dari sistem saluran umum agar tidak terjadi overload saat hujan deras. Jika tetap digabung, maka kolam bisa jebol dan justru memperparah banjir di sekitar.

Prof. Aswandi menjelaskan, banjir bukan hanya hasil dari derasnya hujan, tetapi gabungan dari infiltrasi tanah yang rendah, sistem drainase yang kecil, sumbatan sampah, sedimentasi, dan kesalahan desain kanal.

“Banjir bukan murni bencana alam. Ini buah dari tata kelola lingkungan yang gagal,” tegasnya.

Ia mendorong pemerintah kota untuk segera melakukan audit komprehensif terhadap sistem drainase, kanal, serta kolam retensi yang tersebar di berbagai titik Kota Jambi. Audit ini bertujuan untuk mengetahui daya tampung aktual serta efektivitas sistem saat hujan ekstrem.

Rekomendasi Pakar:

  1. Audit Hidrologi Total untuk kanal dan saluran air kota.
  2. Pisahkan fungsi kolam retensi milik swasta (seperti JBC) dari sistem kota.
  3. Desain ulang kanal dan drainase dengan memperhitungkan hujan 25 tahunan.
  4. Pembersihan sedimentasi dan penanganan sampah secara rutin.
  5. Sosialisasi manajemen air kepada pengembang kawasan.

“Kalau pendekatan saintifik dan tata kelola lingkungan diabaikan, maka banjir akan terus jadi musibah tahunan,” tutup Prof. Aswandi.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network