Jakarta – Dunia pertanian Indonesia kembali diguncang skandal. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap fakta mengejutkan: lima jenis pupuk palsu ditemukan beredar luas di pasaran. Kerugian yang ditimbulkan tidak main-main—ditaksir mencapai Rp 3,2 triliun.
Yang lebih mengkhawatirkan, pupuk palsu ini banyak dibeli menggunakan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR), sebuah program bantuan permodalan petani kecil dari pemerintah.
“Ini bukan hanya soal pupuk. Ini soal nasib petani. Dana KUR yang dipinjam digunakan untuk beli pupuk palsu. Kalau gagal panen, mereka bisa bangkrut,” tegas Amran, Sabtu (13/7/2025).
Menurut Amran, banyak petani yang terjebak membeli pupuk palsu karena penampilannya serupa dengan produk asli. Padahal secara kandungan, zat pupuk palsu tidak memenuhi standar unsur hara, bahkan bisa merusak tanah dalam jangka panjang.
Ujungnya: tanaman gagal tumbuh optimal, panen merosot, dan petani terjebak dalam lilitan utang.
“Petani jadi korban. Mereka pikir beli pupuk resmi. Tapi ternyata isinya palsu. Dananya pakai KUR, pinjaman bank. Kalau hasil panen jeblok, mereka tak sanggup bayar,” kata Mentan.
Meski belum merinci secara publik lokasi penemuan pupuk palsu dan identitas produsennya, Amran menegaskan Kementan sudah bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan tim intelijen pertanian untuk mengusut tuntas jaringan produsen pupuk palsu.
“Kami tidak main-main. Ini kejahatan serius. Kami akan sikat semua yang bermain di sektor ini. Tidak ada toleransi,” ucapnya tegas.
Dalam pernyataannya, Amran menyebut pemalsuan pupuk sebagai kejahatan besar terhadap ketahanan pangan nasional. Ia menilai, efeknya jauh lebih panjang dibanding kenaikan harga pangan, karena menyerang langsung fondasi produksi pertanian.
“Kalau beras mahal, rakyat susah. Tapi kalau pupuk dipalsukan, petani hancur. Ini menyerang dari akarnya,” ujar Amran.
Kementan saat ini tengah memperkuat sistem kontrol distribusi pupuk dan memperbaiki rantai pengawasan lapangan, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.
“Kalau pupuknya dipalsukan, bagaimana kita bisa bicara swasembada? Kami tidak akan kompromi,” tegas Amran.
Sebagai langkah taktis, Kementan akan meluncurkan sistem deteksi pupuk palsu berbasis QR Code dan memperluas program edukasi literasi pertanian digital untuk petani di seluruh Indonesia.
Selain itu, Kementan mendorong peran serta distributor resmi dan koperasi tani untuk membantu identifikasi produk ilegal di lapangan.
Kasus pupuk palsu bukan semata soal penipuan barang, melainkan kejahatan terstruktur terhadap masa depan pertanian Indonesia. Ketika petani kecil sudah percaya pada sistem, namun sistem gagal melindungi mereka dari barang abal-abal, maka negara harus segera turun tangan.(*)
Add new comment