Buku catatan lapangan, izin fotokopi, dan razia sporadis segera harus ditinggalkan. Era pengawasan tambang di Indonesia dinilai telah usang. Komisi XII DPR RI kini sepakat: tambang ilegal harus dilawan dengan sistem digital, bukan hanya tindakan lapangan.
Desakan ini menguat setelah data kerugian negara akibat tambang ilegal disebut menyentuh Rp 5,7 triliun. Dan yang paling lantang menyuarakan solusi berbasis teknologi adalah Beniyanto Tamoreka, anggota Komisi XII dari Fraksi Golkar.
“Sudah saatnya pengawasan berbasis digital. Seluruh data izin tambang harus terintegrasi—dari pusat ke daerah, dari operator ke pengangkut,” tegas Beniyanto.
(Sumber: fraksigolkar.com)
Menurutnya, tanpa sistem digital, praktik pemalsuan dokumen, izin ganda, hingga peredaran hasil tambang tanpa pajak akan terus menjamur. Ia menyebut sistem manual saat ini sebagai “buku harian yang bisa dihapus,” sedangkan sistem digital akan meninggalkan jejak tak terbantahkan.
Nada yang sama juga datang dari Cek Endra, anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Golkar, sekaligus mantan Bupati Sarolangun dua periode dan Ketua DPD Golkar Provinsi Jambi. Menurutnya, banyak daerah penghasil tambang, termasuk Jambi, mengalami kebocoran potensi pendapatan karena minimnya kontrol berbasis sistem.
“Digitalisasi pengawasan tambang adalah harga mati. Negara harus hadir dengan teknologi, bukan sekadar razia,” ujar Cek Endra.
“Kita tahu di daerah banyak izin abu-abu yang bertahun-tahun tak diawasi. Kalau semua berbasis digital, pengawasan publik akan berjalan otomatis,” lanjutnya.
Cek Endra menekankan bahwa pemerintah tidak bisa lagi bergantung pada sistem manual. Terutama di wilayah dengan tumpang tindih izin dan lemahnya kapasitas pengawasan daerah, digitalisasi akan menjadi tameng terhadap kebocoran dan permainan mafia tambang.
“Saya dukung penuh dashboard minerba nasional, yang transparan, real-time, dan bisa diakses publik,” tegasnya.
(Sumber: wawancara internal DPR & fraksigolkar.com)
Yulian Gunhar dari Fraksi PDIP juga ikut bersuara. Ia menyebut lemahnya tata kelola digital di sektor minerba sebagai “cerminan kegagalan sistemik.” Baginya, selama pengawasan tambang masih manual, mafia akan selalu lebih cepat dari negara.
“Pelaku yang menyalahgunakan izin harus diproses secara pidana dan perdata. Tidak bisa kompromi,” tegas Gunhar.
(Sumber: monitorindonesia.com)
Pengawasan yang diimpikan tak hanya soal perizinan. Tapi mencakup:
- Pelacakan GPS alat berat
- Data pengangkutan tambang harian
- Rincian ekspor dan domisili penerima
- Sampai rekam jejak pajak dan kontribusi sosial perusahaan tambang.
Semuanya harus terkoneksi dalam satu dashboard nasional. Dan lebih dari itu, harus bisa dipantau publik.
Digitalisasi sektor tambang kini tak bisa ditunda. Bukan semata soal efisiensi birokrasi, tapi soal keadilan sumber daya. Karena di balik setiap ton batu bara atau bijih nikel, tersembunyi hak rakyat yang terlalu lama dicuri sistem yang tak transparan.(*)
Add new comment