JAKARTA — PT Hutama Karya (Persero) menegaskan komitmennya menjaga keselamatan pengguna jalan tol dan kualitas infrastruktur melalui kebijakan tegas terhadap kendaraan Over Dimension and Over Loading (ODOL).
Langkah ini menjadi bagian dari dukungan perusahaan terhadap kebijakan nasional Road Map Zero ODOL 2027, yang kini mulai memasuki tahapan sosialisasi dan penegakan awal di seluruh ruas tol yang dikelola Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) tahun 2025.
Kebijakan ini juga sejalan dengan instruksi pemerintah untuk menciptakan sistem transportasi darat yang aman, efisien, dan berkelanjutan, dengan fokus pada keselamatan dan daya tahan infrastruktur nasional.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Aan Suhanan, menegaskan bahwa penanganan kendaraan ODOL tidak bisa lagi ditunda.
Menurutnya, dampak negatif dari kendaraan dengan muatan dan dimensi berlebih telah menjadi ancaman serius bagi keselamatan, efisiensi logistik, dan keberlanjutan infrastruktur.
“Kendaraan ODOL menyebabkan kecelakaan, kemacetan, kerusakan jalan, penurunan umur kendaraan, hingga peningkatan polusi udara. Karena itu, pemerintah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) ODOL 2025–2029 yang dikoordinasikan oleh Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah,” ujar Aan, dikutip dari Kompas.com (15/10).
Kendaraan ODOL dinilai menimbulkan risiko tinggi terhadap keselamatan pengguna jalan.
Dengan beban berlebih, kendaraan sulit dikendalikan, memiliki jarak pengereman panjang, serta berpotensi kehilangan keseimbangan di kecepatan tinggi — kondisi yang memicu kecelakaan fatal, baik tunggal maupun beruntun.
Dari sisi infrastruktur, muatan berlebih mempercepat retak dan deformasi lapisan perkerasan jalan, mengurangi umur layanan jalan tol, dan meningkatkan biaya perawatan.
Berdasarkan data Jasa Raharja, kecelakaan yang melibatkan truk pada April 2025 menurun 22,38% dibanding Maret 2025, setelah penerapan pembatasan angkutan bersumbu tiga selama periode Lebaran.
Executive Vice President Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Mardiansyah, menegaskan bahwa praktik ODOL tidak boleh ditoleransi.
“Jalan tol dibangun bukan hanya untuk mempercepat waktu tempuh, tetapi juga untuk memastikan setiap pengguna jalan merasa aman dan nyaman. Ketika kendaraan melintas melebihi batas, risikonya bukan hanya kerusakan infrastruktur, tapi juga potensi kecelakaan fatal yang membahayakan nyawa,” ujar Mardiansyah.
Ia menambahkan, Hutama Karya berkomitmen menindak tegas pelanggaran ODOL secara konsisten dan berkelanjutan, baik melalui edukasi, sosialisasi, maupun sistem pengawasan digital.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai praktik ODOL tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga menurunkan efisiensi logistik dan daya saing nasional.
“Kendaraan ODOL mempercepat kerusakan struktur jalan hingga lima kali lipat dari usia rancangannya. Akibatnya, biaya perawatan meningkat, distribusi barang melambat, dan biaya logistik nasional menjadi tidak efisien,” ujar Djoko.
Fenomena ODOL juga menciptakan ketimpangan dalam rantai pasok. Pelaku angkutan yang mematuhi aturan kalah bersaing dari yang melanggar, menyebabkan distorsi harga dan inefisiensi ekonomi yang berpengaruh langsung terhadap stabilitas industri transportasi nasional.
Sebagai upaya nyata menuju Zero ODOL 2027, Hutama Karya secara rutin melaksanakan sosialisasi penegakan ODOL bekerja sama dengan Dinas Perhubungan dan instansi terkait di berbagai ruas tol seperti:
- Tol Terbanggi Besar – Kayu Agung,
- Tol Palembang – Indralaya,
- Tol Pekanbaru – Dumai,
- Tol Pekanbaru – XIII Koto Kampar, dan
- Tol Binjai.
Pengawasan diperkuat dengan pemasangan Weigh-In-Motion (WIM) yang terintegrasi dengan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) untuk menimbang dan mendeteksi pelanggaran muatan secara real-time.
Langkah ini didukung oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Jalan Tol, khususnya Pasal 109 ayat (1) yang memberikan hak kepada BUJT untuk menolak atau mengeluarkan kendaraan ODOL di gerbang tol.
“Dalam tahap sosialisasi ini, Hutama Karya juga menerapkan kebijakan putar balik bagi kendaraan pelanggar sebagai langkah edukatif dan preventif,” tambah Mardiansyah.
Selain melalui operasi lapangan, kampanye Zero ODOL 2027 juga disosialisasikan secara masif lewat berbagai kanal — media konvensional, media sosial, hingga radio — untuk membangun kesadaran publik.
Hutama Karya menegaskan bahwa keberhasilan kebijakan Zero ODOL tidak hanya bergantung pada pengawasan, tetapi juga kesadaran kolektif pengguna jalan dan dunia usaha.
“Kami mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menciptakan jalan tol yang tidak hanya lancar, tetapi juga aman. Hindari muatan dan dimensi berlebih, patuhi aturan, dan mari jaga keselamatan di jalan — karena jalan tol adalah aset bersama,” tutup Mardiansyah.
Dengan pendekatan teknologi, penegakan hukum, dan edukasi publik, Hutama Karya optimistis dapat membantu pemerintah mewujudkan sistem transportasi yang lebih aman, efisien, dan berkelanjutan menuju Indonesia Zero ODOL 2027.(*)
Add new comment