Penyerahan remisi kepada 255 narapidana di Lapas Kelas II B Bangko dalam perayaan HUT RI ke-79 menimbulkan pertanyaan: Apakah ini benar-benar memberikan dampak positif atau hanya sekadar formalitas tahunan?
Usai mengibarkan bendera merah putih dalam peringatan HUT ke-79 Republik Indonesia, Pj Bupati Merangin, H. Mukti, melangkah menuju Lapas Kelas II B Bangko dengan satu agenda penting—menyerahkan remisi kepada 255 narapidana. Namun, di balik seremoni yang tampak penuh harapan ini, muncul pertanyaan: apakah pemberian remisi ini benar-benar memberikan dampak positif bagi warga binaan atau hanya sekadar formalitas tahunan?
Penyerahan remisi kepada 255 narapidana, dengan lima di antaranya memperoleh kebebasan penuh, seakan menjadi hadiah kemerdekaan yang dinantikan. Namun, remisi yang seharusnya menjadi kesempatan untuk introspeksi dan perbaikan diri kerap dipandang sinis oleh sebagian kalangan, yang melihatnya hanya sebagai tradisi rutin tanpa pengawasan ketat terhadap implementasi pembinaan pasca-remisi.
Pj Bupati Mukti dalam sambutannya menyampaikan pesan moral yang kuat, meminta para narapidana untuk memperbaiki sikap dan perilaku mereka selama menjalani program pembinaan. "Selamat atas remisi dan pengurangan masa pidana tahun ini. Tunjukkan sikap dan perilaku yang lebih baik lagi dalam mengikuti seluruh tahapan, proses kegiatan program pembinaan," ucap Mukti. Namun, apakah pesan ini benar-benar akan diimplementasikan atau hanya menjadi angin lalu?
Sebagai penerima remisi, 250 narapidana mendapat pengurangan masa pidana mulai dari satu hingga lima bulan. Bagi sebagian narapidana, remisi ini mungkin sekadar angka yang mempercepat kebebasan mereka, tanpa disertai perubahan sikap yang nyata. Apakah mereka benar-benar memanfaatkan remisi ini sebagai titik balik, atau justru kembali terjerat dalam lingkaran permasalahan yang sama setelah keluar dari penjara?
Kepala Lapas Kelas IIB Bangko, Mudo Mulyanto, membeberkan rincian jumlah remisi yang diberikan—66 orang mendapat remisi satu bulan, 55 orang mendapat remisi dua bulan, 74 orang mendapat remisi tiga bulan, 28 orang mendapat remisi empat bulan, dan 22 orang mendapat remisi lima bulan. Angka-angka ini mungkin menggembirakan bagi mereka yang merasakannya, tetapi efektivitasnya dalam mendorong perubahan positif patut dipertanyakan.
Pj Bupati Mukti pun tak luput memberikan pesan kepada narapidana yang mendapatkan kebebasan penuh. "Selamat merajut tali persaudaraan di tengah keluarga dan lingkungan masyarakat. Jadilah insan dan pribadi yang baik, hiduplah dalam tata nilai kemasyarakatan yang baik, taat hukum," kata Mukti. Namun, dengan latar belakang yang dimiliki, seberapa besar kemungkinan mereka benar-benar diterima kembali oleh masyarakat dan mampu beradaptasi dengan kehidupan di luar penjara?
Penyerahan remisi, yang selalu menjadi bagian dari perayaan HUT RI, perlu lebih dari sekadar seremoni simbolis. Ini harus disertai dengan program pembinaan yang lebih intensif dan pengawasan ketat untuk memastikan bahwa remisi bukan hanya mempercepat keluarnya narapidana dari penjara, tetapi juga mempercepat perubahan sikap dan perilaku mereka menjadi lebih baik.(*)
Add new comment