Jambi – Kekisruhan yang terjadi di luar arena debat publik Pilbup Bungo 2024 pada Sabtu (16/11) malam membuka celah evaluasi terhadap penyelenggaraan pesta demokrasi di daerah tersebut. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jambi akhirnya angkat bicara, menegaskan bahwa kericuhan di luar arena debat bukan tanggung jawab langsung mereka, tetapi menjadi gambaran kerentanan dalam pengelolaan situasi oleh seluruh pihak terkait.
“Debat di dalam arena sudah kami atur dengan tata tertib yang jelas, termasuk pembatasan jumlah pendukung yang diizinkan masuk. Apa yang terjadi di luar adalah di luar kendali kami dan menjadi tanggung jawab bersama pasangan calon serta tim pendukung mereka,” ujar Yatno, anggota KPU Provinsi Jambi.
KPU dan Celah Keamanan
Pernyataan Yatno seolah ingin menegaskan bahwa KPU telah melaksanakan tugasnya secara prosedural. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa persiapan yang ada masih menyisakan celah. Ricuh yang berujung pada bentrokan antara pendukung pasangan calon tak hanya mencoreng pelaksanaan debat, tetapi juga menjadi sinyal lemahnya koordinasi antara penyelenggara, aparat keamanan, dan tim pasangan calon.
“Kami telah melakukan rapat koordinasi sebelumnya dengan Polri dan TNI, termasuk aturan pembatasan jumlah tim pendukung. Namun, kenyataan di lapangan, pendukung tetap memaksa hadir, dan ini menjadi tanggung jawab semua pihak,” tambahnya.
Meski KPU telah menyiapkan siaran langsung melalui media sosial untuk mengakomodasi pendukung yang tidak bisa masuk, kehadiran massa di luar arena tetap tak terkendali. Hal ini menjadi bukti bahwa imbauan KPU tak sepenuhnya ditaati oleh pihak-pihak terkait.
Kegagalan Antisipasi di Luar Arena
Kericuhan ini memperlihatkan ketidaksiapan antisipasi terhadap situasi di luar arena debat. Ketegangan antara pendukung pasangan calon yang berujung bentrokan fisik, bahkan memakan korban luka, menjadi bukti konkret bahwa perencanaan pengamanan belum optimal.
“Apa yang terjadi di luar menjadi bahan evaluasi penting bagi kami. Meski kami telah mengatur tata tertib di dalam arena, fakta bahwa insiden ini terjadi menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih baik ke depannya,” ujar Yatno.
Namun, pernyataan ini juga mengundang kritik. Beberapa pengamat menyebutkan bahwa KPU sebagai fasilitator harusnya lebih proaktif dalam memetakan potensi kerawanan, termasuk di luar arena debat.
Tanggung Jawab Moral dan Profesionalisme
Di tengah derasnya sorotan, KPU Jambi mencoba mengambil posisi netral. Namun, pertanyaan besar muncul: apakah tanggung jawab moral KPU hanya terbatas pada arena debat, sementara konflik di luar dibiarkan menjadi masalah masing-masing pasangan calon?
“KPU harus mengambil sikap lebih tegas dalam memastikan aturan ditegakkan, baik di dalam maupun di luar arena. Ricuh seperti ini bisa mencederai kepercayaan publik terhadap proses demokrasi,” ujar seorang pengamat politik lokal yang tak mau disebutkan namanya.
Harapan dan Evaluasi
Kericuhan Pilbup Bungo menjadi catatan penting menjelang tahapan pemilu berikutnya. Jika tak ada langkah tegas dan evaluasi menyeluruh, insiden serupa berpotensi terulang.
“Kami menyerahkan kepada seluruh pihak untuk introspeksi. Yang terjadi adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya KPU, tetapi juga pasangan calon dan tim pendukung,” tutup Yatno.
Dengan proses demokrasi yang sedang diuji, KPU Provinsi Jambi harus membuktikan bahwa mereka mampu belajar dari kekurangan, agar kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu tetap terjaga. Di sisi lain, masyarakat berharap insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat. (*)
Add new comment