Jakarta – Anggota Komisi XII DPR RI, Cek Endra, menyampaikan kritik tajam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) terkait ketimpangan distribusi BBM bersubsidi di Indonesia, khususnya di Jambi.
Dalam forum tersebut, Cek Endra menyoroti antrian panjang di SPBU Jambi yang didominasi oleh truk batu bara, sehingga masyarakat miskin dan pengguna lain yang berhak atas BBM bersubsidi justru kesulitan mendapatkan akses.
“Di Jambi, solar bersubsidi hampir mustahil dinikmati masyarakat kecil. Antrian panjang dikuasai mobil batu bara berplat kuning yang mengisi BBM dalam jumlah besar, sementara masyarakat kecil terpaksa gigit jari,” tegas Cek Endra dalam rapat di Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2025).
Menurutnya, kondisi ini tidak hanya merugikan warga, tetapi juga menyebabkan kemacetan parah di sepanjang jalur distribusi batu bara di Jambi. Selain itu, ia mengungkapkan maraknya penyelewengan BBM bersubsidi untuk kegiatan ilegal, seperti penambangan ilegal (illegal mining) dan pengeboran minyak ilegal (illegal drilling), yang semakin memperparah persoalan energi di daerah.
“Sudah menjadi rahasia umum, BBM bersubsidi bocor ke tambang-tambang ilegal. Apakah pemerintah masih menutup mata?” kritiknya tajam.
Tak hanya soal antrian panjang, Cek Endra juga mengungkap ketidaktransparanan dalam sistem distribusi BBM subsidi. Ia mempertanyakan ke mana perginya jatah BBM yang seharusnya diterima masyarakat, sebab di banyak SPBU, stok seringkali habis dalam waktu singkat, bahkan sebelum masyarakat bisa mendapatkannya.
“Bagaimana kita tahu BBM subsidi yang dikirim benar-benar sampai ke SPBU? Jangan sampai ada permainan kuota yang merugikan masyarakat kecil,” tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti minimnya SPBU di daerah terpencil, yang membuat warga harus menempuh jarak jauh hanya untuk mendapatkan BBM. “Di satu kabupaten, hanya ada dua SPBU untuk melayani 11 kecamatan. Ini jelas menyulitkan masyarakat. Bagaimana mereka bisa mendapatkan BBM dengan mudah?” ujarnya.
Sebagai solusi, Cek Endra mengusulkan agar BUMD diberi kemudahan perizinan untuk membangun SPBU di tingkat kecamatan, sehingga masyarakat tidak perlu lagi menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan BBM.
“Saat ini, perizinan SPBU sangat mahal dan sulit diakses oleh pengusaha daerah. Jika pemerintah memberikan keleluasaan kepada BUMD, maka bisa dibangun lebih banyak SPBU di kecamatan, sehingga masyarakat tidak lagi terhambat dalam mendapatkan BBM,” usulnya.
Menurutnya, BPH Migas harus lebih tegas dalam mengawasi distribusi BBM subsidi, serta memastikan bahwa subsidi benar-benar jatuh ke tangan masyarakat yang membutuhkan, bukan disalahgunakan oleh industri atau pelaku ilegal.
“BBM subsidi itu hak rakyat. Jika kita tidak bertindak tegas, maka praktik mafia energi akan terus merugikan masyarakat kecil. Pemerintah harus turun tangan!” pungkasnya.
Dengan desakan ini, RDP antara Komisi XII DPR RI dan BPH Migas diharapkan bisa mendorong perbaikan sistem distribusi BBM subsidi, memastikan bahwa bantuan energi benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan.(*)
Add new comment