Suasana kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Batanghari Rabu siang, 7 Mei 2025, mendadak tegang. Sejumlah penyidik dari korps adyaksa mendadak mendatangi Disdik dan menggeledah ruangan PAUD dan Pendidikan Non Formal (PNF).
Penyidik Kejari Batanghari itu memeriksa dokumen, membuka berkas, dan menyisir tumpukan laporan pertanggungjawaban di sana. Rupanya, Kejaksaan Negeri Batanghari menggeledah kantor Disdikbud, sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Kesetaraan oleh PKBM Anugerah.
Dari hasil penyelidikan, satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Nur Asia, selaku Ketua PKBM Anugerah. Penetapan tersangka dilakukan melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-1/L.5.11/Fd.2/3/2025 tertanggal 21 Maret 2025.
Dalam penanganan perkara ini, penyidik tak hanya menggeledah kantor Disdikbud, tetapi juga menyasar langsung rumah pribadi Nur Asia di Desa Kampung Pulau, Kabupaten Batanghari. Kedua penggeledahan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Kepala Kejaksaan Negeri Batanghari Nomor: PRIN-553/L.5.11/Fd.2/2025, dan disahkan melalui Penetapan Pengadilan Negeri Muara Bulian Nomor: 32/Pen.Pid.B.GLD/2025/PN Mbn.
Perkara ini berakar dari alokasi anggaran BOP Kesetaraan yang disalurkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI kepada PKBM Anugerah untuk tahun anggaran 2020–2023. Dana BOP Kesetaraan ini bertujuan mendukung kegiatan operasional satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan (setara SD, SMP, dan SMA) untuk masyarakat yang tidak bisa mengakses pendidikan formal.
Namun berdasarkan hasil penyidikan, PKBM Anugerah diduga kuat menyalahgunakan dana tersebut. Temuan utama meliputi:
- Laporan Pertanggungjawaban (LPj) yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Daftar peserta didik yang fiktif dan/atau tidak aktif
- Absensi tutor yang dibuat seolah-olah hadir padahal tidak pernah mengajar
“Dalam proses LPj, terdapat manipulasi data peserta dan kegiatan belajar yang tidak sesuai realita,” ungkap Plt. Kepala Subseksi I Kejari Batanghari, Azzkya Mursalim, dalam keterangan tertulis resminya.
Azzkya menyebutkan bahwa penggeledahan dilaksanakan secara simultan di dua lokasi strategis:
- Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batanghari, tepatnya di ruang PAUD dan PNF
- Rumah tersangka Nur Asia di Desa Kampung Pulau
Dari kedua tempat ini, penyidik berhasil mengamankan sejumlah dokumen penting yang berkaitan langsung dengan pengelolaan dana BOP Kesetaraan. Dokumen tersebut antara lain berisi laporan LPj, daftar siswa dan tutor, serta absensi kegiatan belajar mengajar selama tiga tahun anggaran terakhir.
“Selanjutnya terhadap data dan dokumen tersebut akan dilakukan penyitaan, dan akan dimohonkan penetapan sitanya ke Pengadilan Negeri Muara Bulian,” ujar Azzkya.
Diketahui, program BOP Kesetaraan yang diatur dalam skema bantuan pemerintah oleh Kemendikbud adalah bentuk afirmasi negara untuk menjangkau warga dewasa, putus sekolah, buruh, petani, dan kelompok marginal lain yang ingin mengenyam kembali pendidikan formal melalui jalur nonformal.
Namun, apa yang terjadi di PKBM Anugerah justru menunjukkan praktik penyelewengan bantuan yang semestinya digunakan untuk memperbaiki nasib warga miskin dan dewasa yang ingin belajar. Penyidik menemukan bahwa kegiatan yang dilaporkan tidak pernah berlangsung secara nyata. Bahkan, daftar kehadiran tutor dan peserta diduga direkayasa untuk mengesankan kegiatan berjalan sebagaimana mestinya.
Kejari Batanghari memastikan bahwa dokumen-dokumen yang telah disita dari dua lokasi penggeledahan akan diteliti lebih lanjut untuk memperkuat konstruksi hukum terhadap tersangka Nur Asia, dan menelusuri kemungkinan pelaku tambahan atau jaringan keterlibatan lain.
“Kegiatan penggeledahan ini bagian dari upaya mengumpulkan alat bukti dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dana BOP Pendidikan Kesetaraan tahun 2020–2023,” ujar Azzkya.
Skandal ini menyingkap ironi besar: dana pendidikan nonformal—yang didesain untuk membuka harapan—justru dijadikan alat untuk menciptakan realitas fiktif. Anak-anak yang tak ada, kelas yang tak pernah berlangsung, dan laporan keuangan yang penuh manipulasi, adalah bentuk pengkhianatan terhadap semangat keadilan sosial dalam pendidikan.
Kini, aparat hukum sudah bergerak. Namun pertanyaannya lebih besar: berapa banyak PKBM lain yang melakukan hal serupa dan luput dari pengawasan?(*)
Add new comment