JAMBI — Di balik hiruk-pikuk pagi Kota Jambi, seorang perempuan muda, sebut saja R (20), melangkah seperti biasa dari kosannya menuju tempat kerja di sebuah toko perabotan. Namun, Selasa pagi (3/6/2025) itu menjadi titik trauma yang akan sulit ia lupakan.
Saat melintasi lorong padat di kawasan Simpang III Sipin, Kecamatan Kota Baru, R merasa motor dari belakang mendekat. Tak ada rasa curiga, hingga pengendara itu mendekat lalu menjambret bagian tubuh pribadinya secara paksa—sebuah aksi pelecehan yang kini dikenal sebagai begal payudara.
"Saya sempat teriak dan coba kejar, tapi dia langsung kabur ke arah Tugu Juang," ucap R dengan suara bergetar saat dimintai keterangan oleh wartawan.
Pelaku mengenakan jaket hitam, celana pendek, helm tertutup, dan mengendarai motor matic berpelat nomor BH-5039-IM. Kejahatan itu terekam CCTV, dan R segera melapor ke Polda Jambi usai pulang kerja.
Kasus ini ditangani oleh Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Jambi. AKBP Kristian Adi Wibawa, Kasubdit Renakta, membenarkan adanya laporan tersebut dan mengatakan tim sedang bergerak menyelidiki.
“Saat ini masih proses penyelidikan dan pendalaman oleh tim di lapangan,” ujarnya singkat.
Di balik penyelidikan aparat, ada luka batin yang membekas. R mengaku trauma berat, merasa tak nyaman bekerja, bahkan enggan keluar sendirian lagi.
"Saya lemas... trauma. Sampai sekarang masih kepikiran terus," tuturnya.
Aksi begal payudara bukan hal baru di sejumlah kota besar, termasuk Jambi. Fenomena ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam memberi rasa aman bagi perempuan di ruang publik. Kejadian seperti ini kerap terjadi di lorong-lorong sepi, dekat perumahan padat, atau di antara gedung-gedung pemerintah yang ironisnya seharusnya menjadi zona aman.
Kini publik menuntut bukan hanya penangkapan pelaku, tapi juga langkah nyata dari pemerintah kota, kepolisian, dan tokoh masyarakat: mulai dari penerangan jalan, patroli rutin, edukasi publik, hingga revisi undang-undang yang memberikan efek jera.(*)
Add new comment