JAMBI – Sidang kasus suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun anggaran 2017 dengan terdakwa Suliyanti kembali menguak fakta mengejutkan. Seorang saksi kunci, Luhut Silaban, mantan anggota DPRD Jambi periode 2014–2019, secara gamblang menyebut ada sejumlah rekannya sesama wakil rakyat yang diduga kuat turut menerima uang “ketok palu” namun hingga kini tidak pernah dijadikan tersangka oleh KPK.
Pernyataan itu terungkap saat Hakim Lamhot Nainggolan menanyakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tambahan milik Luhut. Dalam BAP tersebut, Luhut menuntut adanya keadilan karena beberapa nama anggota DPRD yang diyakininya menerima suap tidak pernah dijerat hukum.
“Saya tambahkan bahwa sebagian anggota DPRD Provinsi Jambi yang kami yakini menerima tapi sampai saat ini belum menjadi tersangka. Untuk itu saya meminta Eka Marlina, Yanti Maria, dan selanjutnya. Kira-kira apa maksudnya pak? Mengapa bapak begitu yakin bahwa nama-nama ini menerima juga,” tanya hakim.
Dengan nada tegas, Luhut menjawab bahwa “hampir semua” anggota DPRD periode itu mendapat bagian dari duit haram RAPBD 2017. Ia mengungkapkan bahwa usai operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada November 2017, dirinya bersama Eka Marlina, Yanti Maria, dan sejumlah anggota dewan lain sempat berunding dengan Kusnindar terkait langkah menyelamatkan diri.
Dalam pertemuan itu, Kusnindar disebut bersedia “pasang badan” dengan mengembalikan uang ke KPK lewat dirinya. Namun Luhut menolak dan memilih langsung menyerahkan uang ke KPK tanpa melalui perantara.
“Begitu mereka tahu saya sudah mengembalikan (uang itu), mereka lobby dengan Nindar,” ucap Luhut di hadapan majelis hakim.
Luhut bahkan menuding adanya perubahan keterangan dalam BAP Kusnindar sehingga sejumlah nama seakan luput dari jeratan hukum. “Inilah yang membuat kami heran. Kok begitu gampangnya penyidik merubah BAP? Padahal waktu penyidikan, kami sederetan dengan Nindar, Budiyako, dan yang lain. Jadi kami harap dengan fakta persidangan ini bisa dimulai penyidikan terhadap mereka,” kata Luhut.
Luhut mengaku kecewa berat karena dirinya sudah menjalani hukuman penjara 4 tahun (dipangkas menjadi 2 tahun 10 bulan di tingkat PK), sementara rekan-rekannya yang menurutnya jelas-jelas menerima suap masih bebas dan bahkan masih punya peluang politik.
“Kami cukup sakit ini, pak. (Belum lagi) kami tidak bisa mencaleg di 2029. Ini sakit, padahal masih ada kemungkinan 90 persen menang,” ungkapnya dengan nada emosional.
Menanggapi pernyataan saksi, Jaksa KPK menyebut ada batasan antara kewenangan penyidikan dan penuntutan. Jaksa menegaskan bahwa saksi dihadirkan sesuai dengan berkas perkara yang sedang diperiksa di pengadilan.
Namun usai sidang, Luhut kembali menegaskan desakannya agar KPK lebih profesional. Ia menilai banyak kejanggalan, mulai dari perubahan BAP, hingga soal pengembalian uang lewat Kusnindar yang membuat sejumlah nama “bersih” dari jeratan hukum.
“Ada apa? Jadi kami kurang yakin dengan penyidikan ini, kurang profesional. Mohon agar ditindaklanjuti kembali,” kata Luhut.
Luhut bahkan merinci setidaknya ada tujuh eks anggota DPRD Jambi periode 2014–2019 yang diduga kuat ikut menerima suap RAPBD 2017 namun belum dijadikan tersangka. Mereka adalah:
- Eka Marlina
- Yanti Maria
- Budiyako
- Hilalatil Badri
- Masnah
- BBS
- Karyani
Pengungkapan nama-nama ini sontak memicu perhatian publik yang mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi. Fakta baru ini diperkirakan akan memberi tekanan tambahan bagi KPK untuk membuka kembali penyidikan terkait kasus suap berjuluk “uang ketok palu” yang sejak lama menjadi skandal politik terbesar di Provinsi Jambi.
Add new comment