Sungai Penuh - Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menggelontorkan dana fantastis senilai Rp 55,1 miliar untuk rehabilitasi Pasar Sungai Penuh (Pasar Beringin). Namun, besarnya nilai anggaran ini memicu warning keras dari berbagai pihak agar tidak mengulangi sejarah kelam proyek pasar di Provinsi Jambi, khususnya kasus korupsi Pasar Tanjung Bungur di Kabupaten Tebo yang kini berujung di meja hijau.
Proyek Pasar Sungai Penuh yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2025-2026 ini baru saja memenangkan PT. Cimendang Sakti Kontrakindo, sebuah perusahaan asal Bekasi, Jawa Barat, sebagai pelaksana konstruksi. Dengan durasi pengerjaan 300 hari kalender mulai Oktober 2025, pengawasan ketat dinilai mutlak diperlukan.
Publik Jambi tentu belum lupa dengan carut-marut pembangunan Pasar Tanjung Bungur di Kabupaten Tebo. Proyek yang seharusnya menjadi urat nadi ekonomi rakyat itu justru menyeret tujuh orang ke kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Jambi.
Mulai dari rekanan hingga pejabat pembuat komitmen (PPK) terseret dugaan rasuah yang merugikan negara.
"Kasus Tebo harus jadi kaca benggala. Jangan sampai anggaran Rp 55 miliar di Sungai Penuh ini bernasib sama. Apalagi pemenangnya kontraktor dari luar (Bekasi), potensi sub-kontrak atau 'pinjam bendera' yang tidak terkontrol harus diantisipasi sejak awal," ujar LPI Tipikor, Aidil Fitri.
Dokumen teknis Pasar Sungai Penuh mensyaratkan lingkup pekerjaan yang kompleks, mulai dari perbaikan struktur, arsitektur, hingga sistem mekanikal dan elektrikal (MEP).
Tantangan terbesar bagi PT. Cimendang Sakti Kontrakindo adalah membuktikan bahwa mereka mampu bekerja sesuai spesifikasi teknis tanpa mengurangi kualitas, meski berada jauh dari kantor pusat mereka di Jawa Barat.
Di kasus Tebo, praktik curang sudah dimulai bahkan sebelum bata pertama diletakkan. Penyidik menemukan indikasi penggelembungan harga (mark-up) saat penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Harga material dipatok jauh di atas harga pasar wajar. Modus ini diduga melibatkan kolaborasi antara oknum pejabat di Dinas Perindag dengan konsultan perencana untuk menciptakan celah keuntungan sejak awal.
Lalu, saat masuk tahap lelang, muncul modus lama yang masih laku keras, pinjam bendera perusahaan.
Pemenang tender secara administrasi adalah CV Karya Putra Bungsu. Namun, fakta penyidikan mengungkap bahwa direktur perusahaan tersebut hanya figur semata. Pengerjaan fisik di lapangan justru dikendalikan oleh pihak lain (broker) yang meminjam legalitas perusahaan itu. Akibatnya, tanggung jawab kualitas pekerjaan menjadi kabur.
Ini yang menjadi penyebab utama kerugian negara membengkak. Pelaksana di lapangan diduga kuat mengurangi volume pekerjaan dan menurunkan kualitas material tidak sesuai kontrak (downgrade spesifikasi).
Bangunan yang dihasilkan tak sebanding dengan uang yang dikeluarkan negara. Parahnya, konsultan pengawas yang seharusnya menjadi 'polisi' proyek, justru diduga melakukan pembiaran dan meloloskan laporan progres fisik seolah-olah sudah 100 persen sesuai standar.
Akibat permufakatan jahat ini, Kejari Tebo telah menetapkan 7 orang tersangka yang mewakili paket lengkap korupsi proyek: mulai dari Pengguna Anggaran (Kadis Perindag inisial NH), Pejabat Pelaksana Teknis (Kabid), konsultan perencana, konsultan pengawas, hingga rekanan pelaksana.
Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Strategis Jambi menargetkan pasar ini rampung pada Agustus 2026. Masyarakat Sungai Penuh dan Kerinci, yang menjadi penerima manfaat utama, berharap pasar ini benar-benar tuntas tepat waktu dan tepat mutu, bukan malah menyisakan masalah hukum di kemudian hari.
Pihak Kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya diharapkan dapat melakukan pendampingan (walpam) sejak tahap awal konstruksi untuk meminimalisir celah penyelewengan dana negara.
Tim Jambi Link juga menemukan masalah lain di lapangan. Nantikan updatenya.
Sementara, Edia Kasatker Prasarana Strategis Provinsi Jambi tak merespon saat dikonfirmasi. Ditemui di kantornya, salah seorang security menyebut Kasatker tak ada di tempat.(*)
Add new comment