BANJIR SUMATERA dan Cermin untuk Jambi : Saatnya Introspeksi Diri dan Merawat Alam dengan "Kolaborasi"

WIB
IST

Oleh : Fahmi Rasid
LAM Provinsi Jambi

"MUSIBAH BANJIR" Yang kembali melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan sekadar kabar duka yang datang dari provinsi tetangga. Ini adalah peringatan keras bahwa bencana hidrometeorologi di Indonesia semakin meningkat intensitasnya dan semakin sulit diprediksi. Foto-foto yang memperlihatkan warga dievakuasi, rumah-rumah terendam lumpur, serta aparat gabungan yang berjibaku di tengah arus deras, menyampaikan pesan tanpa suara: kita tidak boleh menganggap enteng peringatan alam.

Pemerintah pusat telah menggelar rapat terbatas lintas kementerian untuk mempercepat penanganan darurat. Langkah ini penting, tetapi bagi kita di Provinsi Jambi, peristiwa tersebut tidak boleh hanya dianggap sebagai berita nasional. Banjir Sumatra adalah cermin besar, dan yang harus kita lihat adalah diri kita sendiri.

Inilah saatnya introspeksi diri, baik sebagai pemerintah, masyarakat, maupun sebagai manusia yang hidup di bawah langit yang sama.

Musibah Bukan Sekadar Air Bah : Ia Adalah Peringatan Moral

Kita sering mengatakan bahwa banjir adalah fenomena alam. Namun, alam sesungguhnya hanya bereaksi terhadap apa yang kita lakukan. Ketika hutan ditebang tanpa aturan, ketika sungai dipersempit, ketika lahan dibuka tanpa perhitungan, ketika sampah terus masuk ke drainase, maka air tidak lagi menemukan jalannya. Ia mencari ruang yang paling lemah, dan sering kali, ruang itu adalah rumah kita sendiri.

Sumatra Utara saat ini sedang merasakan getirnya fenomena itu.

Dan kalau kita jujur, Provinsi Jambi pun memiliki pola kerawanan yang tidak jauh berbeda. Hampir setiap musim penghujan, daerah seperti Muarojambi, Batanghari, Tanjab Barat, Tanjab Timur, serta sebagian Kota Jambi menghadapi ancaman banjir yang berulang. Kita sering menyebutnya musibah, tetapi jarang bertanya: apakah kita sudah menjaga alam sebagaimana mestinya?

Di sinilah introspeksi diri menjadi kebutuhan moral, bukan pilihan.

Apakah tata ruang kita disusun dengan bijak?
Apakah hutan kita dijaga dengan sungguh-sungguh?
Apakah drainase kota kita memadai?
Apakah masyarakat kita memiliki kesadaran membuang sampah pada tempatnya?
Apakah ada kebiasaan buruk yang kita pertahankan meski kita tahu itu merusak lingkungan?

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan untuk menyalahkan siapa pun. Introspeksi bukan tentang mencari kambing hitam, tetapi mencari kebenaran dan memperbaiki langkah sebelum terlambat.

Kolaborasi: Jalan Bersama Agar Jambi Tidak Mengalami Nasib Serupa

Tidak ada satu pun pihak yang mampu menghadapi bencana ekologis sendirian. Pemerintah tidak dapat bekerja tanpa dukungan masyarakat. Dunia usaha tidak dapat bertindak tanpa regulasi yang kuat. Akademisi tidak boleh diam ketika melihat tanda-tanda kerusakan. Dan media harus menjadi pengingat, bukan sekadar melaporkan kejadian.

Kolaborasi adalah syarat agar Jambi tetap aman.

Untuk itu, beberapa langkah strategis perlu dilakukan:

  1. Penguatan Tata Kelola Sungai dan Drainase

Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya harus benar-benar dipelihara. Sedimentasi perlu dikendalikan, illegal dumping harus ditindak, normalisasi harus berbasis kajian, bukan sekadar proyek.

  1. Perlindungan dan Rehabilitasi Hutan

Hutan yang rusak membuat air mengalir tanpa hambatan. Rehabilitasi kawasan kritis, penguatan patroli, dan penegakan hukum atas alih fungsi lahan harus diperketat.

  1. Sistem Peringatan Dini yang Terintegrasi

Jambi perlu early warning system yang jelas, mudah dipahami masyarakat, dan memiliki jalur komunikasi sampai tingkat desa.

  1. Pendidikan dan Budaya Peduli Lingkungan

Kesadaran tidak bisa dibangun dalam sehari. Perlu gerakan panjang dari sekolah, rumah ibadah, organisasi masyarakat, hingga ruang-ruang publik.

  1. Peran Tokoh Agama dan Adat

Masyarakat Jambi memiliki budaya hormat tinggi kepada ulama dan pemimpin adat. Suara mereka sangat efektif untuk mengajak masyarakat menjaga sungai, hutan, dan ruang hidup sebagai amanah Tuhan.

Merawat Alam Berarti Merawat Sesama

Di balik data dan laporan bencana, ada wajah-wajah manusia yang terdampak:
Anak-anak yang kehilangan tempat tinggal.
Ibu-ibu yang memeluk anaknya di tengah air keruh.
Lansia yang dipapah saat dievakuasi.
Pedagang kecil yang kehilangan warungnya.

Ketika kita menjaga alam, sebenarnya kita sedang menjaga mereka semua.

Ketika kita memperbaiki drainase, kita sedang melindungi rumah tetangga.
Ketika kita menanam pohon, kita sedang menyiapkan udara bersih untuk cucu kita.
Ketika kita menolak buang sampah sembarangan, kita sedang menyelamatkan sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat.

Inilah inti dari introspeksi: menyadari bahwa kerusakan alam bukan sekadar kerusakan fisik, melainkan kerusakan pada hubungan kita dengan sesama manusia.

Introspeksi Diri Adalah Langkah Pertama Keselamatan Jambi

Banjir Sumatra bukan kejadian yang berdiri sendiri. Ia adalah pesan dari alam, pesan dari Tuhan, pesan dari masa depan.
Dan pesan itu sangat jelas: kita harus berbenah.

Introspeksi diri adalah langkah pertama untuk mencegah Jambi menghadapi nasib yang sama. Setelah itu, aksi nyata dan kolaborasi harus menjadi komitmen kita bersama. Karena masa depan Jambi tidak hanya ditentukan oleh kebijakan pemerintah, tetapi oleh kesadaran semua pihak.

Alam tidak pernah marah; ia hanya menjawab apa yang kita lakukan.
Dan pilihan untuk menjaga atau merusak, selalu berada di tangan kita.

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network