MEMPERKUAT PERAN ADAT : Dalam Menenun Karakter Bangsa

WIB
IST

"Refleksi Rakerda IV Lembaga Adat Melayu Jambi Tahun 2025"

Oleh : Dr. Fahmi Rasid
Sekretaris Pusdiklat LAM PROVINSI JAMBI

Di tengah arus globalisasi yang kian deras, masyarakat lokal menghadapi tantangan ganda: menjaga jati diri sekaligus beradaptasi dengan perubahan zaman. Dalam konteks inilah Rapat Kerja Daerah (Rakerda) IV Lembaga Adat Melayu Jambi Provinsi Jambi Tahun 2025 menjadi momentum strategis, bukan sekadar forum administratif, melainkan ruang perenungan kolektif tentang masa depan kebudayaan Melayu Jambi.

Tema Rakerda IV, “Memperkuat Peran Lembaga Adat Melayu Jambi dalam Membangun Masyarakat yang Berkarakter dan Berbudaya”, mengandung pesan filosofis yang dalam. Ia menegaskan bahwa pembangunan sejati tidak hanya diukur melalui indikator ekonomi dan infrastruktur, melainkan juga melalui kekuatan karakter, etika sosial, dan nilai-nilai budaya yang hidup di tengah masyarakat.

Adat sebagai Fondasi Karakter Sosial

Dalam tradisi Melayu, adat bukan sekadar simbol atau seremonial. Ia adalah sistem nilai yang mengatur relasi manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Ungkapan “adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah” menjadi prinsip moral yang menautkan spiritualitas dengan tata kehidupan sosial. Karena itu, ketika Lembaga Adat Melayu Jambi menempatkan dirinya sebagai aktor pembangunan karakter, sesungguhnya ia sedang menghidupkan kembali fondasi etika publik.

Antropolog Indonesia Koentjaraningrat menegaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia yang dipelajari dan diwariskan. Jika adat dilepaskan dari ruang kebijakan dan pembangunan, maka masyarakat berisiko kehilangan orientasi nilai. Rakerda IV hadir sebagai jawaban atas kekhawatiran itu mengembalikan adat ke posisi sentral dalam pembangunan sosial.

Lembaga Adat dan Tantangan Zaman

Modernisasi sering kali membawa paradoks: kemajuan teknologi di satu sisi, dan erosi nilai-nilai lokal di sisi lain. Konflik sosial, degradasi moral, hingga melemahnya solidaritas komunal menjadi gejala yang kian terasa. Dalam konteks Jambi, Lembaga Adat Melayu tidak hanya berperan sebagai penjaga tradisi, tetapi juga sebagai mediator sosial dan penjaga harmoni.

Pakar sosiologi pembangunan Soetandyo Wignjosoebroto berpendapat bahwa hukum dan adat yang hidup di masyarakat (living law) sering kali lebih efektif menjaga keteraturan sosial dibandingkan regulasi formal yang kaku. Pandangan ini relevan dengan peran LAM Jambi dalam menyelesaikan sengketa adat, menjaga ketertiban sosial, serta menanamkan nilai keadilan restoratif yang berakar pada kearifan lokal.

Membangun Berbudaya: Lebih dari Sekadar Pelestarian

Kata “berbudaya” dalam tema Rakerda IV tidak berhenti pada pelestarian simbolik busana adat, upacara, atau bahasa daerah. Berbudaya berarti menjadikan nilai-nilai adat sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Nilai musyawarah, tenggang rasa, malu berbuat salah, serta hormat kepada yang tua dan menyayangi yang muda, adalah etos sosial yang relevan sepanjang zaman.

Budayawan nasional Sapardi Djoko Damono pernah menyatakan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang hidup, berubah, namun tetap berakar. Maka, tantangan Lembaga Adat Melayu Jambi adalah memastikan adat tidak membeku sebagai romantisme masa lalu, tetapi bergerak dinamis menjawab persoalan kekinian pendidikan karakter, konflik agraria, hingga krisis lingkungan.

Sinergi Adat dan Pembangunan Daerah

Rakerda IV juga menegaskan pentingnya sinergi antara lembaga adat dan pemerintah daerah. Adat tidak boleh diposisikan sebagai pelengkap, apalagi ornamen. Ia harus menjadi mitra strategis dalam perencanaan pembangunan. Ketika kebijakan publik disusun dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat, maka legitimasi sosial akan tumbuh secara alami.

Ahli kebijakan publik Riant Nugroho menekankan bahwa kebijakan yang efektif adalah kebijakan yang kontekstual—selaras dengan budaya dan nilai masyarakat setempat. Dalam konteks Jambi, keterlibatan LAM dalam perumusan kebijakan daerah akan memperkuat rasa memiliki masyarakat terhadap arah pembangunan.

Adat sebagai Penjaga Identitas Generasi Muda

Salah satu tantangan terbesar hari ini adalah menjembatani adat dengan generasi muda. Rakerda IV menjadi panggilan agar Lembaga Adat Melayu Jambi lebih adaptif dalam pendekatan, memanfaatkan media digital, pendidikan informal, dan ruang kreatif sebagai sarana pewarisan nilai. Generasi muda tidak cukup diberi narasi romantik tentang adat; mereka perlu diajak berdialog dan berpartisipasi.

Pendidikan karakter berbasis adat akan melahirkan generasi yang tidak tercerabut dari akar budaya, namun tetap mampu bersaing di dunia global. Di sinilah adat menemukan relevansi barunya sebagai kompas moral di tengah dunia yang serba cepat dan cair.

Penutup: Menjaga Akar, Menyongsong Masa Depan

Rakerda IV Lembaga Adat Melayu Jambi Tahun 2025 adalah penegasan bahwa adat bukan masa lalu, melainkan masa depan yang berakar. Tema yang diusung mencerminkan kesadaran kolektif bahwa karakter dan budaya adalah fondasi pembangunan berkelanjutan. Tanpa keduanya, kemajuan hanya akan melahirkan kehampaan.

Dengan memperkuat peran Lembaga Adat Melayu Jambi, Provinsi Jambi sesungguhnya sedang menenun masa depan, masa depan yang beradab, berkarakter, dan berbudaya. Sebab di sanalah letak kekuatan sejati sebuah daerah: pada nilai yang dijaga, diwariskan, dan dihidupkan bersama.

Referensi :

  1. Koentjaraningrat.
    Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
    → Rujukan utama tentang konsep kebudayaan, sistem nilai, dan pewarisan budaya dalam masyarakat Indonesia.
  2. Soetandyo Wignjosoebroto.
    Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: Elsam.
    → Menjelaskan konsep living law dan peran adat dalam menjaga keteraturan sosial.
  3. Riant Nugroho.
    Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.
    → Menjadi dasar argumen pentingnya kebijakan publik yang kontekstual dan berbasis budaya lokal.
  4. Sapardi Djoko Damono.
    Sosiologi Sastra. Jakarta: Gramedia.
    → Digunakan untuk memperkuat pandangan bahwa budaya bersifat hidup dan dinamis.
  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
    → Landasan yuridis peran adat dan budaya dalam pembangunan nasional dan daerah.
  6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (beserta perubahannya).
    → Menguatkan posisi lembaga adat sebagai mitra strategis pemerintah daerah.
  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat.
    → Acuan teknis keterlibatan lembaga adat dalam pembangunan daerah.
  8. Panduan Peserta Rapat Kerja Daerah (Rakerda) IV Lembaga Adat Melayu Jambi Provinsi Jambi Tahun 2025.
    → Sumber utama tema, tujuan, dan arah strategis Rakerda.

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network