Ratusan Massa Desak Penyelesaian Konflik Agraria di Jambi pada Peringatan Hari Tani Nasional 2024

WIB
Ilustrasi Jambi Link

Jambi – Ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Suara Tuntutan Rakyat (Gestur) Jambi memperingati Hari Tani Nasional (HTN) 2024 dengan aksi turun ke jalan, Selasa (24/09/2024). Mereka membawa 10 tuntutan terkait penyelesaian konflik agraria di Provinsi Jambi yang hingga kini masih membelenggu para petani dan masyarakat adat.

Aksi yang diinisiasi oleh Gestur Jambi ini melibatkan berbagai elemen, termasuk KPA Wilayah Jambi, Persatuan Petani Jambi, Walhi Jambi, Perkumpulan Hijau, AJI Jambi, Rambu House, Lingkar Studi Mahasiswa Marhaenis (LSMM), dan Green Student Movement. Dengan seruan "Selesaikan Konflik Agraria di Jambi dan Jalankan Reforma Agraria Sejati", massa mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret.

Dalam pernyataan yang dibacakan di tengah aksi, Gestur Jambi menyebutkan 10 poin tuntutan mereka:

  1. Tolak Bank Tanah
  2. Tolak Proyek Strategis Nasional yang Merugikan Petani
  3. Cabut UU Cipta Kerja
  4. Laksanakan Undang-Undang Pokok Agraria 1960
  5. Segera Sahkan Undang-Undang Masyarakat Adat
  6. Bebaskan Ibu Dewita, Tindak Tegas Korporasi Pembakar Hutan dan Lahan
  7. Hentikan Kriminalisasi terhadap Petani, Buruh, Mahasiswa, Aktivis Agraria, dan Lingkungan
  8. Tolak Tambang di Jambi
  9. Stop Impor Pangan
  10. Berantas Mafia Tanah di Jambi

Frandodi, Koordinator KPA Wilayah Jambi, mengungkapkan bahwa Jambi menjadi salah satu daerah dengan jumlah konflik agraria terbesar di Indonesia. Berdasarkan catatan KPA, pada tahun 2023 terdapat 17 letusan konflik agraria di Jambi dengan total luas mencapai 23.120 hektar, yang berdampak langsung pada 6.247 kepala keluarga.

“Letusan konflik didominasi sektor perkebunan dengan 13 letusan, disusul sektor kehutanan dan properti masing-masing dua letusan,” ujar Frandodi.

Abdullah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi, mengkritik keras kebijakan politik pemerintah pusat di bawah Presiden Joko Widodo yang dinilai terlalu memberikan ruang bagi investasi asing dan mengesampingkan hak-hak masyarakat lokal, terutama terkait tanah. Menurutnya, alih-alih menegakkan UUPA 1960, pemerintah justru mengesahkan UU Cipta Kerja, yang dianggap memberi karpet merah bagi perusahaan besar untuk merampas tanah rakyat.

“Kedaulatan harus dikembalikan kepada rakyat banyak. Tata kuasa atas sumber kehidupan harus diatur ulang sebelum berbicara tentang keadilan sosial,” tegas Abdullah.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi yang juga turut serta dalam aksi ini menegaskan bahwa konflik agraria di Jambi masih sangat tinggi dan belum ada penyelesaian yang signifikan. “Pemerintah daerah harus serius menjalankan komitmennya untuk menyelesaikan konflik agraria yang bertahun-tahun dibiarkan tanpa solusi nyata,” katanya.

Dengan aksi damai ini, para aktivis agraria dan lingkungan berharap pemerintah, baik pusat maupun daerah, segera mengambil langkah-langkah konkrit dalam menyelesaikan konflik agraria dan memberikan keadilan bagi para petani dan masyarakat adat di Jambi.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network