Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2024 menemukan kejanggalan dalam pengelolaan Pendapatan Retribusi Daerah oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Anggaran Pendapatan Retribusi Daerah ditargetkan sebesar Rp1.102.000.000,00, namun realisasinya hanya Rp835.517.000,00 (75,82%).
Sumber pendapatan ini berasal dari Retribusi Pelayanan Pasar, yang mencakup setoran kios permanen, los pasar, serta pedagang kaki lima. Namun, terjadi praktik pemotongan langsung dari pendapatan retribusi untuk membayar honor pemungut retribusi.
Temuan ini melanggar aturan tata kelola keuangan daerah. Karena setiap pendapatan retribusi seharusnya masuk ke kas daerah terlebih dahulu, sebelum dialokasikan kembali berdasarkan anggaran resmi.
Hasil investigasi BPK menunjukkan bahwa selama tahun 2023, total pembayaran honor kepada 16 pemungut retribusi mencapai Rp113.535.000,00 yang dilakukan di 11 pasar.
Tabel Rincian Pemotongan Honor dari Retribusi Pasar:
(dalam Rupiah)
No. | Nama Pasar | Pendapatan Retribusi yang Disetor | Honor Pemungut (Dipungut Langsung) |
---|---|---|---|
1 | Pasar Pelompek | Rp 61.270.000,00 | Rp 18.220.000,00 |
2 | Pasar Kersik Tuo | Rp 104.582.000,00 | Rp 20.800.000,00 |
3 | Pasar Bedeng VIII | Rp 83.315.000,00 | Rp 12.475.000,00 |
4 | Pasar Siulak Deras | Rp 33.810.000,00 | Rp 200.000,00 |
5 | Pasar Baru Siulak | Rp 105.450.000,00 | Rp 19.500.000,00 |
6 | Pasar Semurup | Rp 145.540.000,00 | Rp 20.800.000,00 |
7 | Pasar Jujun | Rp 30.128.000,00 | Rp 6.200.000,00 |
8 | Pasar Sandaran Agung | Rp 25.504.000,00 | Rp 5.860.000,00 |
9 | Pasar Tamiai | Rp 42.570.000,00 | Rp 5.590.000,00 |
10 | Pasar Batang Merangin | Rp 2.715.000,00 | Rp 2.690.000,00 |
11 | Pasar Muara Hemat | Rp 7.735.000,00 | Rp 1.200.000,00 |
Total | Rp 642.619.000,00 | Rp 113.535.000,00 |
Dari data ini, hampir 20% dari total pendapatan retribusi dipotong langsung untuk honor petugas pemungut retribusi. BPK RI menyebut ini bermasalah karena pendapatan daerah tidak boleh digunakan langsung sebelum masuk ke kas daerah. Praktik pemotongan langsung pendapatan retribusi untuk honor pemungut retribusi ini berpotensi sebagai celah korupsi dan pungutan liar (pungli).
BPK RI dalam laporannya menjelaskan pendapatan daerah seharusnya masuk ke kas daerah terlebih dahulu, bukan langsung digunakan untuk honor. Tidak ada mekanisme kontrol dan akuntabilitas atas jumlah honor yang diberikan kepada pemungut retribusi. Potensi penyalahgunaan dana karena pemotongan dilakukan tanpa transparansi dan regulasi yang jelas. Honor pemungut retribusi seharusnya dianggarkan dalam belanja pegawai, bukan dipotong dari retribusi pasar.
Jika hal ini terus dibiarkan, maka bisa jadi jumlah pemotongan ini lebih besar dari yang dilaporkan. Siapa yang menjamin bahwa pemungut retribusi tidak mengambil lebih banyak dari setoran pasar sebelum disetorkan ke bendahara penerimaan?
BPK RI telah merekomendasikan agar Bupati dan Kepala Disperindag segera memperbaiki mekanisme pengelolaan retribusi pasar, termasuk menghentikan praktik pemotongan langsung retribusi untuk honor petugas. Mengevaluasi ulang sistem pemungutan retribusi untuk mencegah kebocoran dan penyimpangan dana. Mengadakan audit lanjutan terhadap setoran retribusi di semua pasar, untuk memastikan tidak ada dana yang hilang.(*)
Add new comment