Udara Sarolangun hari itu, Sabtu 12 April 2025, terasa lebih lembut dari biasanya. Langit cerah seolah ikut menyambut prosesi yang tak sekadar seremonial. Di tanah yang dikenal sebagai sepucuk adat serumpun pseko, rakyat berjalan beriringan. Mereka tak sekadar mengantar pejabat. Mereka mengantarkan raja ke rumahnya.
Arak-arakan dimulai dari Masjid Agung Al-Falah. Langkah-langkah perlahan menyusuri jalan sejauh 300 meter. Warga mengenakan pakaian adat Melayu Jambi. Kain songket berkilau di bawah cahaya pagi. Di depan, kesenian daerah menggema. Gong berbunyi. Rebana berdetak. Seolah tanah pun ikut berdebar.
Di halaman Rumah Dinas Bupati Sarolangun, tarian penyambutan menanti. Geraknya pelan. Sopan. Penuh makna. Seloko adat pun dilantunkan. Untaian petuah dan doa menyatu dalam satu tujuan: menyambut pemimpin dengan restu leluhur dan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa.
"Naik rumah nan gedang, tanggo nan bejenjang, rebah nan batiti," begitu tajuk prosesi ini.
Sebuah kalimat adat yang kaya makna. Sebuah doa yang tak hanya untuk hari ini, tapi untuk tahun-tahun ke depan. Untuk pemimpin yang adil, untuk rumah yang menjadi tempat lahirnya kebijakan bijaksana.
Bupati Sarolangun H. Hurmin, SE dan Wakil Bupati Gerry Trisatwika, SE, berdiri berdampingan bersama istri masing-masing. Senyum mereka menyatu dalam rasa haru. Di belakang, tampak tokoh adat, pejabat, dan masyarakat.
Di antara mereka, hadir pula Drs. H. Cek Endra, anggota DPR RI, Datuk Temenggung Setio Rajo. Gubernur Jambi Al Haris diwakili oleh staf ahli, Tema Wisma. Ketua LAM Jambi Hasan Basri Agus juga turut diwakili pengurus.

Ketua LAM Sarolangun, Helmi, SH, MH, berdiri tegap di podium adat.
“Dengan hati yang suci dan muko yang jernih,” katanya, “kami antar pemimpin kami ke rumah nan gedang. Semoga berkah dan keadilan mewarnai setiap langkah di rumah ini.”
Bupati Hurmin membalas dengan seloko dan pantun adat. Suaranya tenang, tapi tegas. Ia bicara bukan sebagai pejabat. Ia bicara sebagai anak negeri.
“Terima kasih kepada seluruh masyarakat yang telah memberi amanah. Kami tidak akan lupakan adat ini. Kami akan jadikan nilai-nilai budaya sebagai pedoman,” ujarnya.
Dalam visi misinya, Hurmin memang menekankan peran adat dalam pembangunan. Ia ingin lembaga adat tak hanya tampil di upacara. Tapi hadir di ruang-ruang dialog, di tengah konflik, di balik penyelesaian masalah sosial.
“Kami tidak bisa membangun Sarolangun sendirian,” katanya. “Kami butuh LAM, butuh seluruh lapisan masyarakat.”
Usai foto bersama, rombongan beranjak ke rumah dinas Wakil Bupati. Prosesi serupa digelar. Kali ini untuk Gerry Trisatwika dan istrinya. Di depan rumah yang baru akan mereka tempati, doa kembali dipanjatkan.
“Alhamdulillah,” kata Gerry. “Kami resmi menempati rumah dinas. Sudah diantar oleh adat, disaksikan oleh masyarakat. Ini bukan hanya tempat tinggal. Ini rumah tanggung jawab.”
Acara ditutup dengan ramah tamah. Tawa lepas di antara gelak anak-anak dan tegur sapa sesama warga. Foto bersama jadi penanda akhir hari. Tapi bagi banyak orang, hari itu bukan sekadar penyambutan. Ia adalah peristiwa budaya. Simbol pengukuhan kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya. Dengan adat sebagai bingkai, dan kebersamaan sebagai isi.(*)
Galeri Foto:





Add new comment