Juni ini, angin proyek segar bertiup dari RSUD Kabupaten Tebo. Ini bukan untuk rakyat biasa. Yang pertama kali bersorak justru para kontraktor dan pemburu proyek.
Kenapa?
Karena deretan proyek bernilai miliaran rupiah kini mulai digulirkan oleh RSUD Sultan Thaha Syaifuddin Tebo. Sejumlah warga Tebo menyambut baik pembangunan ini. Sekaligus juga menyimpan rasa was-was.
Salah satunya Rahmat, warga Rimbo Bujang.
“Kami senang ada pembangunan ruang ICU, tapi mohon jangan salah pilih kontraktor. Kalau bangunannya jelek, yang rugi bukan pejabat. Kami, rakyat, yang akan jadi pasien di dalamnya,” kata Rahmat, lirih.
Berdasarkan penelusuran dokumen pengadaan dan sistem LPSE, berikut deretan proyek jumbo yang sedang atau telah masuk tahap tender di lingkungan RSUD Sultan Thaha Syaifuddin:
✔️ Pembangunan Ruangan Cathlab
Nilai: Rp 2.000.000.000
Sumber Dana: APBD 2025
Status: Proses Tender
✔️ Pembangunan Ruang ICU & IGD
Nilai: Rp 3.600.000.000
Sumber Dana: APBD 2025
Status: Proses Tender
✔️ Belanja Modal Gedung Kantor
Nilai: Rp 649.000.000
Sumber Dana: APBD 2025
Status: Tender Selesai
✔️ Jasa Konsultansi AMDAL
Nilai: Rp 950.000.000
Sumber Dana: BLUD 2025
Status: Tender Selesai
Total anggaran seluruh proyek itu tembus Rp 7,2 miliar. Masalahnya bukan pada besar anggaran. Tapi pada bagaimana proyek ini dijalankan?
Apakah Pokja akan memilih kontraktor berdasarkan kapasitas dan rekam jejak?
Atau hanya berdasarkan harga terendah yang membuka celah akal-akalan mutu?
“Kalau tender hanya soal dokumen dan harga murah, siap-siap saja hasil proyeknya murahan juga,” ujar sumber Jambi Link di Pemkab Tebo.
Proyek ICU dan IGD bukan proyek biasa. Ini menyangkut keselamatan pasien dalam kondisi kritis. Bayangkan jika dinding tak kedap suara, sistem AC rusak, atau lantai licin akibat material murahan. Dampaknya bisa berujung pada nyawa yang melayang.
Proyek senyap seperti ini tak boleh lolos dari pantauan publik. Karena ini bukan proyek biasa. Ini soal infrastruktur hidup dan mati.
JambiLink mendorong Pokja agar membuka data pemenang proyek secara transparan, berikut rekam jejaknya. Warga silahkan ikut memantau di lapangan, foto, rekam, dan laporkan jika ada kejanggalan. Karena uang negara bukan alat percobaan. Tapi titipan kepercayaan.
Kekhawatiran publik jangan dianggap angin lalu. Terlebih, Pokja Tebo punya rekam jejak cacat saat menunjuk kontraktor bermasalah sebagai pemenang tender, belum lama ini.
Masalah itu terjadi pada penunjukkan PT Pulau Bintan Bestari pada Proyek prestisius Rekonstruksi Jalan Kabupaten dan Tanggul Sungai Desa Pagar Puding Kecamatan Tebo Ulu senilai Rp 20,5 miliar. Belakangan diketahui, pemenang proyek tersebut sedang dijatuhi sanksi blacklist nasional oleh LKPP.
Kontrak proyek Tebo ini diteken antara 29 April hingga 1 Mei 2025. Tapi, hanya beberapa hari berselang, tepatnya 9 Mei 2025, LKPP menetapkan PT Pulau Bintan Bestari masuk dalam daftar hitam nasional.
Sanksi ini bukan tanpa sebab. Perusahaan ini gagal menyelesaikan proyek Pembangunan Gedung Asrama C Politeknik Pelayaran Sumatera Barat senilai Rp 40 miliar yang dibiayai APBN Tahun 2024.
Sumber internal Kementerian Perhubungan menyebut, proses pemutusan kontrak dan pelaporan ke LKPP sudah dilakukan jauh sebelum tanggal penetapan blacklist. Artinya, informasi tersebut sudah seharusnya diketahui oleh Pokja ULP Tebo.
Kasus dugaan wanprestasi PT Pulau Bintan Bestari tidak berhenti di Poltek Sumbar.
Perusahaan ini sebelumnya juga terlibat dalam proyek pembangunan fisik Balai Latihan Kerja (BLK) UPTP Pekanbaru senilai Rp 18,4 miliar. Kini proyek ini sedang dalam proses penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Riau.
Kejati Riau tengah mendalami dugaan korupsi proyek BLK yang mangkrak, meskipun telah dua kali dianggarkan melalui dana APBN oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Tahun 2021, proyek ini dikerjakan oleh CV Bonimas. Tahun 2022, proyek kembali dilanjutkan—dan dimenangkan oleh PT Pulau Bintan Bestari. Hingga saat ini, proyek BLK itu belum tuntas. Fisik bangunan terbengkalai, sementara anggaran nyaris habis.
Selain itu, mitra kerja PT Pulau Bintan Bestari, yakni PT Orang Kaya Tua, secara resmi melaporkan perusahaan ini ke Polda Sumatera Barat. Nomor Laporan: LP/B/90/V/2025/SPKT. Isi laporan dugaan penggelapan dana proyek, tidak membayar upah, dan penyalahgunaan jabatan serta kontrak.
“Kami sudah menunggu dengan itikad baik, tapi uang tidak dibayarkan,” ujar pelapor kepada wartawan.
Ini bukan lagi kasus administratif. Ini dugaan pidana. Dan ironisnya, perusahaan dengan jejak seperti ini masih bisa lolos tender puluhan miliar di Tebo.
Fakta bahwa kontrak ditandatangani hanya beberapa hari sebelum sanksi blacklist berlaku, menunjukkan dua kemungkinan. Pokja ULP Tebo tidak memverifikasi latar belakang penyedia dengan benar, atau…Ada upaya sistemik membiarkan perusahaan bermasalah tetap menang.
Dalam dua kasus itu, yang kalah adalah rakyat. Warga Tebo kini mulai bicara. Masalah PT Pulau Bintan ini belum selesai. Jangan sampai proyek-proyek RSUD terbelit masalah yang sama.(*)
Add new comment