Bongkar Skandal Mesin EDC! Ini 5 Nama Pejabat dan Direktur yang Ditersangkakan KPK

WIB
Ist

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di Bank BUMN pada periode 2020–2024. Nilai proyeknya fantastis: Rp 2,1 triliun. Namun di balik proyek ini, KPK mencium aroma busuk yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp 744,5 miliar.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan, para tersangka diduga terlibat dalam praktik memperkaya diri, orang lain, dan korporasi, dengan modus pengadaan fiktif, mark-up, hingga penyalahgunaan wewenang.

Ini 5 Nama yang Resmi Jadi Tersangka:

  1. Catur Budi Harto (CBH) – Eks Wakil Direktur Utama BRI
  2. Indra Utoyo (IU) – Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk, mantan Direktur TI BRI
  3. Dedi Sunardi (DS) – SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI
  4. Elvizar (EL) – Direktur PT Pasifik Cipta Solusi (PCS)
  5. Rudy S. Kartadidjaja (RSK) – Direktur PT Bringin Inti Teknologi (BIT)

Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, juncto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Sebelumnya, pada 30 Juni 2025, KPK telah mencegah 13 orang bepergian ke luar negeri, termasuk kelima tersangka di atas. Mereka antara lain berinisial MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, dan SRD. Pencegahan ini sebagai bagian dari penyidikan intensif terhadap jaringan besar yang terlibat dalam proyek senilai Rp 2,1 triliun tersebut.

Pengusutan kasus ini mulai mengemuka saat KPK melakukan penggeledahan di dua kantor BRI pusat, yakni di kawasan Jalan Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta, pada 26 Juni 2025. Tak lama berselang, penyidikan dimulai dan KPK mengumumkan pembukaan kasus baru terkait EDC.

Dugaan kuat, pengadaan mesin EDC tersebut dikondisikan, tidak melalui proses tender yang fair, bahkan melibatkan penggelembungan harga serta vendor "titipan".

KPK menduga telah terjadi kolaborasi antara pejabat BRI dan perusahaan rekanan. Proyek pengadaan alat transaksi non-tunai ini disinyalir telah dijadikan "ladang basah" oleh oknum internal dan eksternal BRI.

"Pengadaan dilakukan bukan untuk kebutuhan riil, tapi demi keuntungan pribadi dan kelompok," ujar sumber KPK yang tidak disebutkan namanya.

Menurut pakar hukum korupsi, skandal EDC ini bisa berkembang lebih luas dan menyeret pihak-pihak lainnya, termasuk lembaga vendor TI, konsultan proyek, hingga jajaran komisaris bank jika terbukti lalai dalam pengawasan.

KPK memastikan akan terus menggali keterlibatan pihak lain. Pemeriksaan saksi, penyitaan dokumen keuangan, dan pelacakan aliran dana tengah dilakukan. “Kami juga membuka kemungkinan adanya kerugian sosial dan reputasi institusi keuangan nasional akibat praktik korupsi ini,” tegas Asep.

Pantauan JambiLink, kasus ini menyedot perhatian karena melibatkan nama-nama besar di dunia perbankan dan teknologi. Pengadaan mesin EDC, yang sejatinya bertujuan memperluas akses transaksi digital, justru menjadi pintu masuk praktik korupsi kelas kakap.

“Angka Rp 744 miliar bukan sekadar kerugian keuangan, tapi juga potret bobroknya sistem pengadaan di institusi besar. Ini warning keras bagi BUMN lainnya!” — komentar netizen di X.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.