Kadispora Sungai Penuh Dituntut 3 Tahun, Drama Korupsi Stadion Mini

WIB
IST

Jaksa menuntut eks Kadispora Sungai Penuh Don Fitri Jaya dengan hukuman 3 tahun penjara. Sebelumnya, empat pelaku lain sudah divonis dalam skandal mangkraknya proyek Stadion Mini yang merugikan negara.

***

Sidang kasus korupsi Stadion Mini Kota Sungai Penuh memasuki babak akhir. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Don Fitri Jaya, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kota Sungai Penuh, dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Tuntutan itu dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jambi, Senin 28 Juli 2025, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Anissa B. diiringi dua anggota majelis. JPU meyakini Don Fitri bersalah melakukan tindak pidana korupsi, meski hanya terbukti pada dakwaan subsidair Pasal 3 UU Tipikor (penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara).

Dakwaan primair Pasal 2 (korupsi yang memperkaya diri sendiri secara melawan hukum) dinyatakan tidak terbukti dalam perkara ini.

JPU Tomy Ferdian dalam nota tuntutan menjelaskan terdakwa Don Fitri Jaya telah terbukti menyalahgunakan kewenangan sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang berujung merugikan keuangan negara.

Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim memberi kesempatan kepada terdakwa untuk menyiapkan pembelaan. Kuasa hukum Don Fitri, Viktor Gulo, langsung menyatakan akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada sidang berikutnya.

“Tuntutan jaksa tidak sesuai fakta persidangan,” tegas Viktor di persidangan, sembari mencontohkan selisih angka kerugian negara yang dianggap janggal.

Menurutnya, jaksa menyebut kerugian sekitar Rp 700 juta. Padahal, kata dia, fakta di persidangan menunjukkan kerugian negara “hanya Rp100 juta lebih”. Tim penasihat hukum meminta waktu dua pekan untuk menyusun pledoi demi membela kliennya. Sidang akan dilanjutkan pada Agustus 2025 dengan agenda pembacaan nota pembelaan Don Fitri Jaya.

Empat Pelaku Lain Sudah Dipenjara

Sebelum Don Fitri Jaya duduk di kursi pesakitan, empat orang lain lebih dulu dijerat hukum dalam kasus ini. Pengadilan Tipikor Jambi telah menjatuhkan vonis terhadap tiga terdakwa dari unsur kontraktor dan pengawas pada Juli 2024.

Yusrizal selaku kontraktor proyek dan Adiarta selaku konsultan pengawas masing-masing divonis 2 tahun penjara. Sedangkan Welly Andreas selaku Ketua Tim Teknis (pengawas teknis dari dinas) diganjar 1 tahun 6 bulan penjara.

Ketiganya juga dibebani denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan. Khusus Yusrizal, majelis hakim mewajibkannya membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 152,95 juta. Vonis ini diketahui jauh lebih ringan daripada tuntutan JPU Kejari Sungai Penuh, yang semula meminta hukuman 6 tahun penjara untuk masing-masing terdakwa.

Adapun Safrida Iryani, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Stadion Mini, divonis lebih ringan lagi. Pada Oktober 2024, majelis hakim Tipikor Jambi menjatuhkan hukuman 1 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp 50 juta kepada Safrida.

Vonis ini terpaut sangat jauh dari tuntutan jaksa, yaitu 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Hakim Tatap U. Situngkir selaku ketua majelis menyatakan Safrida terbukti menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya sebagai PPK proyek. Sehingga pekerjaan Stadion Mini tidak sesuai kontrak dan merugikan negara sekitar Rp 152 juta.

Dalam pertimbangan putusan, hakim mengungkap Safrida sebenarnya sadar terjadi ketidaksesuaian antara pekerjaan di lapangan dan perjanjian. Namun tetap membiarkannya. Perbuatan itu memenuhi unsur tindak pidana korupsi karena memperkaya orang lain dan merugikan keuangan negara.

Seusai vonis, Safrida melalui kuasa hukumnya sempat menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding. Mengingat ia merasa vonis tersebut tetap belum sepenuhnya adil menurut versinya.

Konstruksi Kasus Proyek Stadion Mini

Kasus korupsi ini berawal dari proyek pembangunan Stadion Mini di Desa Sungai Akar, Kecamatan Sungai Bungkal, Kota Sungai Penuh yang didanai APBD 2022. Anggaran yang digelontorkan tidak tanggung-tanggung, sekitar Rp 779 juta dari kas daerah.

Proyek itu dipercayakan kepada kontraktor CV Saputro Handoko yang beralamat di Desa Aurduri, Sungai Penuh. Harapannya, Stadion Mini ini dapat menjadi lapangan sepak bola bagi masyarakat yang sudah lama mendambakan fasilitas olahraga layak.

Namun realitas berkata lain. Pembangunan stadion berjalan amburadul dan jauh dari selesai. Bahkan terkesan asal jadi. Uang ratusan juta rupiah yang digelontorkan hanya menghasilkan lapangan terbengkalai ditumbuhi rumput liar dan gundukan tanah rusak.

Berdasarkan penelusuran di situs LPSE, proyek mulai dikerjakan pada 2022. Tetapi hasil di lapangan tidak sesuai spesifikasi. Rumput yang seharusnya menggunakan jenis berkualitas (standar rumput lapangan bola) ternyata diduga diganti dengan rumput biasa yang kerap tumbuh di pinggir jalan.

Bahkan banyak petak rumput tidak benar-benar ditanam. Hanya diletakkan di atas tanah tanpa pupuk dan tanah penutup memadai. Alhasil rumput tidak tumbuh subur dan merata. Fasilitas penunjang pun tak dipenuhi dengan semestinya. Misalnya, tidak ada tebing penahan yang memadai di sisi lapangan yang berbatasan dengan tanah curam. Akibatnya, tanah di tepi lapangan telah longsor terkikis air hujan karena hanya ditahan karung berisi pasir sebagai penahan darurat.

Wajar bila proyek ini mangkrak dan tak bisa dimanfaatkan sama sekali. Alih-alih lapangan bola representatif, yang tersisa hanyalah lahan kosong dengan rumput tak terurus. Kondisi ini sempat memicu kekecewaan dan amarah warga Kota Sungai Penuh.

“Lapangan bola yang diimpikan masyarakat menghabiskan anggaran ratusan juta, namun yang dihasilkan cuma rumput liar,” ujar Yudi, Ketua LSM Reaksi Kerinci-Sungai Penuh, mengkritik pada Maret 2023. Kejanggalan kualitas pekerjaan stadion mini tersebut langsung menjadi buah bibir dan mencium adanya indikasi penyimpangan anggaran.

Penyidikan dan Penetapan Tersangka Berujung Insiden Pingsan

Kecurigaan akan korupsi dalam proyek Stadion Mini Sungai Penuh ditindaklanjuti penegak hukum. Awal 2023, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh mulai menyelidiki kasus ini. Sejumlah pejabat Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Sungai Penuh dipanggil jaksa untuk dimintai keterangan dan klarifikasi.

Di antaranya Jon Hendri, Kabid Olahraga Dispora yang bertindak sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek, serta Tedy dan Dony dari unsur pokja Unit Lelang (UKPBJ). Selain memeriksa saksi-saksi, tim jaksa bersama auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga turun ke lokasi proyek untuk mengecek fisik stadion mini dan melakukan audit investigasi. Hasil audit BPKP belakangan mengungkap potensi kerugian negara Rp 779.954.308 akibat proyek mangkrak ini.

Penyelidikan yang intensif akhirnya mengerucut pada pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab. Pada 4 Desember 2023, Kejari Sungai Penuh mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan 3 orang terkait kasus ini.

“Hari ini penyidik menahan 3 tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Stadion Mini Sungai Bungkal, Kota Sungai Penuh tahun anggaran 2022,” kata Kajari Sungai Penuh Antonius Despinola didampingi timnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Tiga tersangka itu masing-masing berinisial Y, selaku kontraktor pelaksana lapangan W, Ketua Tim Teknis dan AA, konsultan pengawas. Ketiganya langsung ditahan setelah diperiksa dan sore itu digelandang ke Rutan Sungai Penuh dengan tangan diborgol.

Kajari Antonius menjelaskan modus korupsi yang ditemukan. Ada beberapa item pekerjaan yang tidak dilaksanakan sama sekali, volume pekerjaan banyak yang kurang dari seharusnya, serta item-item tertentu yang kualitasnya tidak sesuai spesifikasi kontrak.

Pada 21 Februari 2024, Kepala Kejari Sungai Penuh Antonius Despinola secara resmi mengumumkan penetapan tersangka baru berinisial SF. Inisial SF merujuk pada Safrida Iryani, yang diketahui menjabat Kabag ULP (Unit Layanan Pengadaan) sekaligus PPK proyek Stadion Mini tahun 2022.

Penetapan anak buah Wali Kota Ahmadi Zubir kala itu sempat mengejutkan publik. Karena Safrida adalah pejabat perempuan dan sebelumnya tidak ditahan bersama tiga tersangka awal. Safrida pun akhirnya diadili terpisah, dan seperti disinggung sebelumnya, divonis 1 tahun 3 bulan penjara pada Oktober 2024.

Dalam proses persidangan, Safrida Iryani tak kuasa menahan tangis ketika membacakan pledoi pembelaan pada 14 Oktober 2024.

Dalam nota pembelaannya, Safrida menyeret nama Jondri selaku PPTK dan Don Fitri Jaya selaku Pengguna Anggaran (PA) proyek stadion. Menurut Safrida, PPTK-lah yang menyiapkan dokumen pencairan dana, sementara PPK hanya menandatangani dan bertanggung jawab secara administratif.

Ia mengungkap pada pencairan uang muka 30% proyek stadion, dirinya sedang tidak di tempat karena izin ibadah. “Namun, PPTK tetap mengusulkan pencairan 30% tersebut dengan menggunakan tandatangan saya. Padahal bukan saya yang menandatangani,” beber Safrida dalam pledoi, mengaku tanda tangannya dipalsukan untuk mencairkan dana.

Ia juga menuding Jondri (PPTK) menerima uang sekitar Rp20 juta dari pelaksana Yusrizal yang diambil dari dana proyek tersebut.

Sementara itu, penyidik masih mengincar “ikan terbesar” dalam kasus ini. Setelah Safrida, tinggal satu nama yang belum tersentuh, Don Fitri Jaya selaku pengguna anggaran sekaligus kepala dinas saat proyek berjalan. Proses pengumpulan alat bukti terhadap Don Fitri membutuhkan waktu lebih lama.

Barulah di penghujung 2024 Kejari Sungai Penuh mengumumkan penetapan Don Fitri Jaya sebagai tersangka kelima. Peristiwa penetapan tersangka Don Fitri ini diwarnai drama tak terduga. Senin, 16 Desember 2024, Don Fitri memenuhi panggilan jaksa untuk pemeriksaan akhir di Kantor Kejari Sungai Penuh.

Ia diperiksa secara maraton sekitar 9 jam sejak pagi hingga sore. Saat penyidik membacakan surat penetapan tersangka terhadap dirinya sekitar pukul 15.25 WIB, Don Fitri tiba-tiba jatuh pingsan di ruang pemeriksaan. Pegawai kejaksaan yang ada di lokasi sontak panik melihat tersangka tak sadarkan diri.

Don Fitri yang kolaps kemudian segera dievakuasi. Belakangan terungkap bahwa Don Fitri mengidap sakit jantung, sehingga shock mendadak membuatnya pingsan. Demi alasan kesehatan, kejaksaan tidak melakukan penahanan rutan terhadap Don Fitri.

Tersangka berstatus tahanan rumah sejak 16 Desember 2024 hingga awal Januari 2025 agar bisa memulihkan kondisi.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.