Suasana tenang Desa Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, Kerinci, mendadak tegang. Pagi tadi, Selasa 23 Juli 2025, sekitar pukul 09.00 WIB, tim jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh datang membawa surat tugas. Mereka menggeledah dua lokasi sekaligus, kantor desa dan rumah pribadi Kepala Desa Muara Hemat, Jasman.
Tak sekadar inspeksi. Para penyidik menyita tumpukan dokumen, laptop, ponsel, hingga flashdisk. Semuanya diduga berkaitan dengan pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2020–2021.
Sejumlah dokumen yang digondol itu ditengarai berisi laporan pertanggungjawaban yang fiktif dan dokumen kegiatan yang tidak pernah ada wujudnya di lapangan.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sungai Penuh, Yogi, membenarkan adanya kegiatan penggeledahan tersebut.
“Benar, sejak pukul 09.00 WIB pagi tadi, tim penyidik melakukan penggeledahan di dua lokasi, yaitu Kantor Desa dan rumah Kepala Desa Muara Emat,” ujarnya singkat.
Penggeledahan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari penyelidikan intensif yang tengah dilakukan oleh Kejari Sungai Penuh terhadap dugaan korupsi Dana Desa di dua desa, yakni Desa Muara Emat dan Desa Batang Merangin. Berdasarkan informasi awal, total kerugian negara akibat dugaan penyimpangan ini diperkirakan mencapai Rp500 juta.
Namun benarkah Jasman aktor tunggal dalam pusaran korupsi ini? Atau hanya jadi puncak dari gunung es?
Jauh sebelum jaksa turun tangan, warga sudah lama bersuara. Pada 14 September dan 5 Oktober 2022, gelombang demonstrasi meledak di depan Kantor Bupati Kerinci. Mereka menuntut Jasman dipecat. Tuduhan yang disuarakan, pemalsuan tanda tangan perangkat desa, bantuan Covid-19 yang tidak sampai ke warga, hingga pembangunan Pertashop senilai ratusan juta yang hingga kini terbengkalai.
Kala itu, Jasman sempat membalas lewat pernyataan pers, menyebut dirinya “difitnah oleh kelompok politik tertentu”. Tapi warga bergeming. Mereka butuh bukti, bukan janji.
Tak hanya Jasman. Nama mantan Pjs. Kades Muara Hemat, Ali Akbar, juga masuk laporan ke Kejaksaan pada 2021 atas dugaan penyalahgunaan dana desa senilai ratusan juta rupiah. Namun kasusnya seolah tenggelam begitu saja. Dan kini, mencuat lagi lewat penyelidikan baru.
Kejari menggandeng Inspektorat dan BPKP Jambi untuk mengaudit laporan keuangan. Hasilnya, ditemukan SPJ fiktif, kegiatan yang tidak dilaksanakan, dan pengadaan barang yang harganya diduga di-mark-up. Dua desa yang jadi target penyidikan: Muara Hemat dan Batang Merangin.
Modus yang diendus jaksa cukup klasik, laporan kegiatan ada, tapi di lapangan kosong. Pembangunan fisik dilaporkan selesai, namun warga tak melihat bekasnya. Proyek “asal tayang”, hanya demi mencairkan dana. Di sinilah keberadaan dokumen digital, laptop dan flashdisk yang disita, menjadi krusial. Bukti akan berbicara, apakah ada rekayasa bersama? Siapa yang bermain di belakang layar?
Jaksa juga masih mendalami apakah Jasman bekerja sendiri, atau ada keterlibatan perangkat desa, BPD, atau bahkan pendamping desa.(*)
Add new comment