GEGER! Mahfud Blak-blakan: Jonan Dipecat Demi Proyek Whoosh, Natuna Jadi Taruhan!

WIB
IST

JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, kembali melontarkan pernyataan blak-blakan yang mengguncang publik. Kali ini, Mahfud menyoroti polemik mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh, yang menurutnya sarat masalah mulai dari pemecatan menteri hingga dugaan mark-up anggaran yang berpotensi mengancam kedaulatan bangsa.

Pernyataan Mahfud yang diunggah pada Rabu (16/10/2025) ini, mengungkap bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat itu lebih memilih memecat Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Pemecatan itu, kata Mahfud, terjadi setelah Jonan menolak proyek Whoosh yang digarap bersama Cina.

Mahfud membuka tabir awal mula proyek ini. Semula, Whoosh direncanakan melalui perjanjian government to government dengan Jepang. Saat itu, berdasarkan hitungan ahli dari UI dan UGM, proyek bisa dibangun dengan bunga pinjaman hanya 0,1%.

Namun, ketika Jepang meminta sedikit kenaikan bunga, pemerintah secara mengejutkan membatalkan kesepakatan dan beralih ke Cina dengan bunga pinjaman yang jauh lebih tinggi, yakni 2%.

"Ketika kerja sama dipindah dari Jepang ke Cina, Menteri Perhubungan saat itu Ignasius Jonan menyatakan tidak setuju," ungkap Mahfud.

Jonan beralasan, keuntungan dari kesepakatan dengan Cina itu tidak terlihat jelas. Bahkan, menurut Mahfud, pengamat ekonomi Agus Pambagio juga mempertanyakan ide perubahan mitra kerja sama yang berujung pada pembengkakan biaya.

Tak berhenti di situ, Mahfud menyebut ada dugaan kuat anggaran proyek Whoosh ini di-mark up hingga beberapa kali lipat. Informasi terpercaya yang didapatnya diperkuat oleh pernyataan Agus Pambagio dan Anthony Budiawan di televisi swasta, yang mengkonfirmasi apa yang sudah ia dengar dan diberitakan sejak lima tahun lalu.

Mahfud mendesak agar dugaan penggelembungan dana dalam proyek strategis nasional senilai Rp 116 triliun, yang sebagian dibiayai APBN, diusut tuntas. Ia khawatir lonjakan biaya yang tidak wajar ini akan menjadi beban utang yang sangat besar dan mengancam masa depan serta kedaulatan bangsa.

"Jika gagal membayar, berarti Cina harus mengambil sesuatu, dan bisa saja mereka minta Natuna Utara... Cina bisa meminta kompensasi menguasai Natuna Utara dan membangun pangkalan di sana selama 80 tahun," tegas Mahfud, melontarkan skenario mengerikan.

Utang yang sangat besar ini, menurutnya, bisa membuat Indonesia melunasi Whoosh hingga 70 atau 80 tahun lamanya.

Meski demikian, Mahfud menyambut baik keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa yang menolak membayar utang kereta cepat tersebut dari APBN. Purbaya menegaskan, tanggung jawab pembayaran berada di tangan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danatara, lembaga yang kini mengelola KCIC bersama sejumlah BUMN strategis.

Mahfud menilai langkah Menkeu Purbaya sudah tepat.

"Jika pemerintah tidak mampu membayar, maka kerja sama B2B itu bisa dipailitkan," pungkasnya.

Pernyataan ini membuka kotak pandora polemik Whoosh yang masih jauh dari kata usai.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network