Oleh :
Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd.
(Guru besar UIN STS Jambi)
Frame Pembabgunan Srategis
Pembangunan daerah yang efektif dan berkelanjutan senantiasa menghadapi dilema klasik dalam kebijakan publik, yaitu tarik-menarik antara penetapan prioritas baru tahunan dan penuntasan program yang telah berjalan. Kebijakan publik seringkali terjebak pada narasi “skala prioritas” yang mendesak, menggeser fokus dari program yang sudah diinisiasi oleh pemerintahan sebelumnya atau program berjalan yang belum tuntas. Akibatnya, lahir fenomena proyek mangkrak, yang tidak hanya berarti kegagalan fisik, tetapi juga kegagalan kebijakan secara fundamental.
Saat pembangunan mangkrak, proses pembangunan daerah akan stagnan, menyebabkan distorsi terhadap rencana awal, program, anggaran yang telah dikucurkan, dan yang paling krusial, akuntabilitas publik (Cox III, Buck, & Morgan, 2019, hlm. 185). Kondisi ini menciptakan budaya kebijakan yang terputus-putus, seolah-olah prioritas selalu harus baru, padahal prioritas sejati adalah pemenuhan kebutuhan secara berkelanjutan. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis urgensi kontinuitas program hingga tuntas sebagai bentuk prioritas pembangunan yang sejati, dengan memposisikan Visi Misi sebagai jangkar strategis yang mengatasi ambisi atau emosi sesaat dalam masa jabatan yang berjalan.
Paradigma Pembangunan Strategis: Prioritas versus Kontinuitas
1. Prioritas versus Kontinuitas: Pembangunan Harus Tuntas
Dalam kebijakan publik, istilah "prioritas" secara tradisional merujuk pada program yang dianggap paling mendesak, paling visible, atau yang sejalan dengan janji politik baru. Prioritas seringkali muncul dari ambisi dan emosi instan, bukan dari pijakan visi misi jangka panjang. Paradigma ini perlu dikoreksi. Kontinuitas, dalam hal ini, bukan sekadar kelanjutan, melainkan bentuk prioritas yang lebih tinggi. Menyelesaikan program yang sudah dimulai adalah prioritas karena terkait langsung dengan efisiensi penggunaan sumber daya negara.
Proyek mangkrak mencerminkan kegagalan dalam mengelola sunk cost (biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak dapat ditarik kembali). Para pembuat kebijakan yang rasional seharusnya hanya mempertimbangkan biaya marginal saat ini, namun psikologi di sektor publik seringkali didorong oleh keinginan untuk memulai hal baru. Penelitian Guenzel (2023, hlm. 37) memberikan bukti bahwa sunk costs dapat secara sistematis mendistorsi keputusan investasi, sebuah fenomena yang juga terjadi di sektor publik ketika komitmen masa lalu diabaikan. Membiarkan proyek yang hampir selesai terbengkalai menunjukkan adanya kesenjangan implementasi kebijakan (policy implementation gap) yang serius (Teddy, Lembani, Hwabamungu, & Molosiwa, 2024, hlm. 4). Kegagalan menuntaskan proyek merupakan kerugian ganda: kehilangan investasi anggaran dan hilangnya manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat.
- Visi Misi sebagai Jangkar Prioritas Program
Prioritas pembangunan yang strategis harus secara fundamental berpijak pada Visi Misi dan Program yang telah ditetapkan di awal masa jabatan, dan bukan pada ambisi atau emosi yang muncul secara instan. Visi Misi berperan sebagai kompas yang menjamin bahwa program tahun berjalan tetap dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkan, tanpa terdistorsi oleh gejolak politik jangka pendek atau bureaucratic politics (Wijaya & Nugroho, 2023, hlm. 145).
Program yang telah ditetapkan dan disepakati, seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), harus dilanjutkan dan dituntaskan. Bryson, Edward, dan Van Slyke (2024, hlm. 112) menekankan bahwa perencanaan strategis harus berfungsi sebagai alat untuk memperkuat pencapaian misi organisasi, bukan sebagai dokumen statis. Ketika sebuah daerah memiliki tradisi kebijakan yang "tidak kontinu," hal ini menciptakan citra bahwa tidak ada yang benar-benar menjadi prioritas. Padahal, kebutuhan masyarakat adalah prioritas. Oleh karena itu, menyelesaikan pembangunan secara kontinuitas hingga tuntas adalah langkah yang lebih prioritas daripada memulai inisiasi baru yang berisiko terhenti di tengah jalan (Peters, 2022, hlm. 202).
Kebijakan Anggaran versus Kebijakan Prioritas
Prinsip akuntabilitas publik menuntut agar kebijakan anggaran (alokasi dana) mengikuti kebijakan program yang telah ditetapkan. Anggaran harus diutamakan untuk menuntaskan program yang sedang berjalan, terutama yang sudah mencapai tingkat kemajuan signifikan. Pemimpin daerah harus menolak godaan untuk mengalihkan anggaran sisa ke proyek baru demi kepentingan legacy jangka pendek.
Diskontinuitas anggaran pada proyek yang sedang berjalan secara langsung melanggar prinsip akuntabilitas dan efisiensi. Bovens (2017, hlm. 51) menjelaskan bahwa akuntabilitas memerlukan kewajiban bagi aktor publik untuk menjelaskan dan membenarkan tindakan mereka, yang berarti proyek yang mangkrak harus dipertanggungjawabkan, dan penuntasan harus diutamakan untuk memulihkan akuntabilitas.
Kontinuitas Strategi Menuntaskan Program Tuntas
Strategi kebijakan yang berorientasi pada kontinuitas penuntasan program merupakan manifestasi dari kepemimpinan yang fokus pada hasil (outcome) dan pelayanan publik (service delivery), bukan sekadar inisiasi program baru. Olabimitan, Ogunmodede, dan John (2025, hlm. 115) menunjukkan bahwa keberhasilan tata kelola seringkali terkait dengan seberapa efektif program memberikan manfaat yang berkelanjutan.
Dalam konteks pembangunan daerah, seperti program pada tahun pertama atau periode pertama, seharusnya diukur bukan hanya dari program baru yang diresmikan, tetapi seberapa banyak program tersisa dari periode sebelumnya atau program berjalan yang berhasil dituntaskan sesuai standar kualitas dan waktu (Thiga, 2025, hlm. 10). Kontinuitas menuntaskan program adalah strategi yang memastikan bahwa Visi Misi benar-benar tercapai secara tuntas, bukan hanya dalam dokumen perencanaan, melainkan dalam bentuk fisik dan manfaat yang dapat dirasakan masyarakat. Hal ini akan memperkuat kepercayaan publik dan legitimasi pemerintah daerah.
Penutup
Prioritas sejati dalam pembangunan daerah bukanlah sekadar memulai hal baru, tetapi menuntaskan apa yang sudah berjalan. Kontinuitas program yang selaras dengan visi misi merupakan bentuk prioritas yang tertinggi, karena menjamin akuntabilitas, efisiensi anggaran, dan pencapaian target strategis. Pemimpin daerah wajib mengadopsi kerangka berpikir yang menempatkan "penuntasan program yang hampir selesai" sebagai tolok ukur utama keberhasilan, mengatasi tradisi pembangunan yang terputus-putus, demi mewujudkan pembangunan yang tuntas dan berkelanjutan.
Daftar Referensi
Guenzel, M. (2023). In Too Deep: The Effect of Sunk Costs on Corporate Investment. The Journal of Finance, 78(1), 25–68.
Olabimitan, A. O., Ogunmodede, K., & John, S. (2025). E-Governance And Public Service Delivery: Evidence From Nigeria. ORGANIZE: Journal of Economics, Management and Finance, 4(1), 110–122.
Teddy, G., Lembani, M., Hwabamungu, B., & Molosiwa, D. (2024). Policy And Implementation Gap: A Multi-Country Perspective. International Journal of Science and Research (IJSR), 13(2), 1–7.
Thiga, H. K. (2025). Exploring the Misuse of Public-Private Partnerships in Kenya's Public Procurement: A Study of Governance, Accountability, and Implementation Challenges. Journal of Public Policy and Administration, 10(1), 1–18.
Wijaya, P., & Nugroho, D. (2023). Bureaucratic Politics and Informality in Foreign Policy-making: The Case of Indonesia-China Relations. The International Spectator, 58(3), 131–151.
Bovens, M. (2017). The Quest for Public Accountability. Cambridge University Press.
Bryson, J. M., Edward, J. A., & Van Slyke, D. M. (2024). Strategic Planning for Public and Nonprofit Organizations: A Guide to Strengthening and Sustaining Organizational Achievement (6th ed.). Wiley.
Cox III, R. W., Buck, S. J., & Morgan, B. N. (2019). Public Administration in Theory and Practice (3rd ed.). Routledge.
Denhardt, R. B., Denhardt, J. V., & Aristigueta, M. P. (2019). Theories of Public Organization (8th ed.). Cengage Learning.
Ferlie, E., Lynn Jr, L. E., & Pollitt, C. (Eds.). (2016). The Oxford Handbook of Public Management. Oxford University Press.
Peters, B. G. (2022). Advanced Introduction to Public Policy. Edward Elgar Publishing.
Sudarmanto, E., Hariyani, E., & Handoko, A. (2020). Manajemen Sektor Publik. Yayasan Kita Menulis.
Add new comment