Gugatan Hukum terhadap Tiga Perusahaan Raksasa: Langkah Warga Melawan Pelanggaran Lingkungan di Tengah Karhutla

WIB
IST

Tiga perusahaan besar di Sumatera Selatan, yaitu PT Bumi Mekar Hijau (BMH), PT Bumi Andalas Permai (BAP), dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBA Wood Industries), kini menghadapi tekanan hukum yang serius. Gugatan yang diajukan oleh 12 warga Sumsel di Pengadilan Negeri Palembang ini menjadi sorotan utama dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Gugatan ini menandai babak baru dalam perlawanan terhadap praktik perusahaan yang dituduh abai terhadap tanggung jawab lingkungan mereka.

Kasus ini tidak hanya berbicara tentang kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang rutin terjadi setiap musim kemarau, tetapi juga tentang bagaimana hukum lingkungan harus ditegakkan secara ketat. Masyarakat yang terdampak kabut asap akhirnya angkat suara, menuntut pertanggungjawaban mutlak dari perusahaan yang dianggap lalai menjaga lahan konsesi mereka.

"Kami bersama masyarakat korban perusahaan penyebab kabut asap ini akan menempuh jalur hukum. Ini adalah babak baru dalam perjuangan melawan krisis iklim di Indonesia," tegas Ipan Widodo dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang, yang memimpin tim kuasa hukum warga penggugat.

Masalah utama yang diangkat dalam gugatan ini adalah prinsip pertanggungjawaban mutlak atau 'strict liability', yang menuntut bahwa setiap perusahaan yang memegang izin konsesi harus bertanggung jawab penuh atas segala bentuk kerusakan lingkungan yang terjadi di area mereka, tanpa perlu membuktikan unsur kesalahan. Ketiga perusahaan ini dituduh gagal dalam mencegah kebakaran di wilayah konsesi mereka, yang menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.

Belgis Habiba, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menjelaskan bahwa kebakaran di wilayah konsesi perusahaan ini bukanlah kebetulan, melainkan akibat dari pengelolaan lahan yang buruk. "Konsesi PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries berada di lanskap gambut yang sangat rentan terhadap kebakaran. Kanal yang mereka bangun untuk mengeringkan gambut demi perkebunan sawit justru memicu kebakaran yang menyebar luas dan menghasilkan kabut asap tebal," jelas Belgis.

Pengacara lingkungan dan aktivis hak asasi manusia yang mendukung gugatan ini menekankan bahwa kebakaran di wilayah konsesi perusahaan tidak hanya melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi juga menciptakan preseden buruk bagi praktik pengelolaan lahan di Indonesia. Mereka menuntut agar perusahaan-perusahaan ini dihukum setimpal, dan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

"Dengan luas areal terbakar yang mencapai 254.787 hektare—setara hampir empat kali luas DKI Jakarta—dampaknya sangat besar, baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat. Perusahaan-perusahaan ini harus bertanggung jawab penuh atas kelalaian mereka," tambah Belgis.

Gugatan ini diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Warga penggugat dan para aktivis lingkungan yang mendukung mereka berharap bahwa pengadilan akan memberikan putusan yang adil, yang tidak hanya memberikan ganti rugi bagi korban, tetapi juga memperketat pengawasan dan sanksi bagi perusahaan yang melanggar aturan lingkungan. Dengan demikian, keadilan bagi masyarakat terdampak dan perlindungan bagi lingkungan dapat terwujud.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network