JAKARTA – Awal tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto resmi memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang secara khusus diterapkan pada barang dan jasa dalam kategori mewah. Perubahan ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.010/2021, yang juga mencakup revisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Langkah ini diyakini akan berdampak signifikan pada sektor otomotif dan properti mewah di Indonesia, di mana beberapa jenis kendaraan bermotor, jet pribadi, kapal pesiar, dan rumah mewah termasuk dalam daftar objek kenaikan tarif.
Kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen akan diterapkan pada beberapa kategori kendaraan bermotor, dengan tarif PPnBM bervariasi tergantung pada kapasitas mesin dan spesifikasi kendaraan:
- Kendaraan Angkutan Pribadi
- Kapasitas mesin hingga 3.000 cc dikenakan tarif PPnBM mulai 15% hingga 40%.
- Kendaraan Berkapasitas Mesin Besar
- Kapasitas mesin 3.000–4.000 cc dikenakan tarif PPnBM lebih tinggi, yakni 40% hingga 70%.
- Motor Berkapasitas Tinggi
- Kapasitas mesin 250–500 cc atau kendaraan khusus medan ekstrem seperti salju dan pantai dikenakan tarif 60%.
- Kendaraan Super Mewah
- Kapasitas mesin lebih dari 4.000 cc, motor berkapasitas mesin lebih dari 500 cc, atau caravan dikenakan tarif tertinggi hingga 95%.
Selain kendaraan, barang dan jasa lainnya yang termasuk dalam kategori mewah, seperti jet pribadi, kapal pesiar, dan properti mewah, juga akan dikenakan tarif PPN 12 persen. Namun, barang dan jasa yang tidak termasuk kategori mewah tetap dikenakan tarif PPN 11 persen, sebagaimana diberlakukan sejak 2022.
Kenaikan tarif PPN ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong keadilan pajak. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Zulkifli Hasan, menyebut kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat basis pajak negara dengan menyasar konsumsi barang-barang mewah.
"Langkah ini memastikan kelompok masyarakat yang mampu membeli barang mewah turut berkontribusi lebih besar terhadap pendapatan negara," ujar Zulkifli Hasan dalam pernyataannya.
Pengamat ekonomi memprediksi kebijakan ini dapat memengaruhi pola konsumsi barang mewah di dalam negeri. Sementara itu, sektor otomotif mewah diperkirakan akan mengalami penurunan permintaan dalam jangka pendek, namun tetap optimis dalam jangka panjang seiring dengan pertumbuhan daya beli masyarakat kelas atas.
Di sisi lain, sektor properti mewah diperkirakan akan lebih stabil karena dianggap sebagai aset investasi jangka panjang, meskipun kenaikan tarif ini berpotensi menekan transaksi pembelian rumah mewah dalam waktu dekat.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memberikan periode transisi untuk pelaku usaha yang terdampak, termasuk dalam penyesuaian harga dan sistem administrasi perpajakan. Pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk memahami ketentuan baru ini agar dapat menyesuaikan pola konsumsi secara bijak.
Dengan implementasi kebijakan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan penerimaan pajak hingga triliunan rupiah sekaligus memastikan keadilan fiskal di kalangan masyarakat. "Kebijakan ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan," pungkas Zulkifli Hasan.(*)
Add new comment