Pemerintah Kota Sungai Penuh tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, sebagai pedoman arah pembangunan lima tahun ke depan. Dalam rapat konsultasi yang berlangsung secara daring pada Kamis, 22 Mei 2025, sejumlah masukan strategis disampaikan Tenaga Ahli Gubernur (TAG) Jambi, terutama terkait pentingnya sinkronisasi antara RPJMD Kota dengan dokumen perencanaan Provinsi Jambi dan RPJMN.
Salah satu masukan penting datang dari anggota TAG Jambi, Arpani, M.Si.
Ia menyampaikan RPJMD Kota Sungai Penuh perlu diselaraskan dengan RPJMD Provinsi Jambi, khususnya dalam program prioritas Pro Jambi Tangguh.
“Dalam RPJMD Provinsi Jambi, sudah jelas bahwa pemerintah provinsi mendukung penguatan kelembagaan adat dengan mengalokasikan anggaran untuk Lembaga Adat Melayu (LAM). Maka RPJMD Kota Sungai Penuh seharusnya mengikuti prinsip yang sama,” kata Arpani.
Sayangnya, lanjut Arpani, hingga saat ini Kota Sungai Penuh sama sekali belum mengalokasikan dana untuk operasional LAM Kota. Sebuah kekosongan yang kontradiktif, mengingat kepala daerah—sesuai tradisi Melayu—adalah pemangku adat tertinggi di wilayahnya.
Arpani menekankan sinkronisasi antara dokumen perencanaan provinsi dan kabupaten/kota bukan hanya formalitas. Ini menyangkut keutuhan visi pembangunan sosial budaya di seluruh wilayah Jambi.
“Kita beri masukan agar semua kabupaten/kota mencantumkan alokasi anggaran LAM dalam RPJMD masing-masing. Itu bukan hanya soal sinergi, tapi soal keberpihakan kepada jati diri daerahnya sendiri.”
Beberapa daerah, lanjut Arpani, sudah mulai mengalokasikan anggaran untuk LAM. Namun masih ada yang tidak menganggarkan sama sekali, termasuk Sungai Penuh.
Menurut Arpani, LAM bukan hanya soal pelestarian budaya. Itu adalah institusi sosial yang berperan aktif dalam mediasi konflik, menjaga nilai gotong royong, serta merawat nilai adat dalam tata pemerintahan lokal.
“Yang mengembangkan adat adalah kita sendiri, bukan orang lain. Maka kepala daerah wajib hadir, mendukung, dan memastikan lembaga adat diberi tempat yang layak,” tegas Arpani.
Untuk mempertajam RPJMD, Arpani mengusulkan ke depan, adanya penganggaran operasional LAM dalam APBD Kota. Kemudian Membentuk sekretariat tetap LAM Kota Sungai Penuh. Lalu revitalisasi hukum adat dan penyuluhan generasi muda. Terakhir, digitalisasi manuskrip dan literatur budaya lokal.
Dalam rapat yang sama, Muawwin MM, Tenaga Ahli Gubernur mendorong agar RPJMD Kota Sungai Penuh juga memberi tempat penting bagi pengembangan TNKS secara digital dan ekonomis.
Dengan 69,3% wilayah kota berada di dalam kawasan TNKS, Sungai Penuh memiliki posisi unik untuk membangun kota berbasis konservasi yang modern. Ia menyarankan agar Pemkot Sungai Penuh bangun platform daring "TNKS Explorer". Dalam bentuk web dan app yang menyajikan Jalur trekking digital (dengan VR/AR), Spesies endemik (dengan suara dan video asli), Jejak konservasi (dengan foto sebelum-sesudah).
"Produk ini bisa dijual. Mereka yang mau akses diminta bayar. Ini tentu akan jadi peluang income karena dinikmati seluruh dunia dan mendorong TNKS jadi pusat riset dunia,"jelasnya.
Ia juga mendorong Pemkot Sungai Penuh untuk menggulirkan Program 1 ASN 1 Cerita TNKS. Libatkan ASN, guru, siswa, dan mahasiswa sebagai duta digital TNKS. Mereka diminta mengunggah konten edukatif setiap bulan ke akun sosial media masing-masing.
Tujuan utamanya, menurut Awin, adalah membuka peluang ekonomi hijau digital yang tidak hanya mengandalkan dana APBD/APBN.
Usulan-usulan TAG ini—penguatan adat dan pengembangan TNKS—dianggap sebagai dua pilar yang saling melengkapi. Yang satu menjaga akar, yang satu menyalakan masa depan.
Kalau adat kuat, masyarakat akan tangguh. Kalau TNKS dimanfaatkan bijak, ekonomi akan tumbuh. Keduanya bisa hadir dalam satu RPJMD yang terstruktur dan berjiwa.
RPJMD Kota Sungai Penuh tak boleh hanya menjadi daftar proyek fisik dan infrastruktur. Ia harus memuat visi yang lebih dalam: tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita hendak membawa daerah ini.
Dengan mendukung lembaga adat dan mengelola TNKS secara strategis, Sungai Penuh bisa menjadi kota yang tidak hanya hijau secara ekologis, tapi juga kuat secara identitas.
Karena membangun masa depan tanpa adat dan alam, ibarat mendirikan bangunan tanpa fondasi.(*)
Add new comment