Dua proyek besar pemerintah—satu masjid dan satu pintu air—jatuh ke tangan perusahaan yang legalitas usahanya ternyata bermasalah. CV Sumber Abadi Sentosa menang, tapi dokumennya belum sah. Pokja tetap meloloskan. Dan ketika publik mulai bertanya, suara dari dunia konstruksi akhirnya terdengar tegas dari atas panggung.
Ketua Gapensi Provinsi Jambi, Ritas Mairiyanto, turun tangan. Ia menyebut apa yang terjadi bukan sekadar keteledoran, tapi bisa masuk kategori pelanggaran serius.
“Kalau tidak punya SBU sah, perusahaan itu sebenarnya tidak boleh ikut tender, apalagi sampai menang,” katanya kepada Jambi Link.
Nama CV Sumber Abadi Sentosa, beralamat di Jalan Bahagia, Tungkal IV Kota, sebelumnya tidak banyak dikenal publik. Tapi pada awal 2025, perusahaan ini menang dua proyek bernilai besar, yakni rehabilitasi Masjid Syaikh Utsman senilai Rp 2 miliar. Lalu pembangunan Pintu Air Parit Gantung senilai Rp 1,9 miliar.
Penelusuran tim Jambi Link menemukan fakta tak terbantahkan. Dokumen Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki belum aktif pada saat penawaran diajukan. Bahkan dalam beberapa kasus, SBU-nya ditolak atau sudah dicabut.
Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) sebagai asosiasi resmi pelaku jasa konstruksi, tak tinggal diam melihat pola seperti ini terus berulang. Ketua Gapensi Jambi, Ritas Mairiyanto, menegaskan setiap perusahaan jasa konstruksi wajib memiliki SBU aktif dan sah.
"Tanpa itu, tidak sah ikut tender. Dan jika dipaksakan, bisa dikenakan denda hingga 10% dari nilai proyek, bahkan masuk blacklist," tegasnya.
Artinya, CV Sumber Abadi Sentosa secara normatif bisa dijatuhi dua sanksi sekaligus. Pertama, denda administratif berdasarkan ketentuan pengadaan. Kedua, blacklist dari sistem LPSE jika terbukti melanggar.
Gapensi juga menekankan SBU bukan sekadar formalitas. Dokumen itu bukti sah bahwa perusahaan telah memenuhi standar teknis, tenaga ahli, dan rekam jejak usaha. Tanpa itu, pekerjaan konstruksi bisa jatuh ke tangan yang tidak kompeten, dan negara menanggung risiko pekerjaan asal jadi.
Lebih jauh, jika dokumen yang digunakan terbukti palsu atau tidak sesuai fakta, Ritas menegaskan itu sudah masuk ranah pidana.
"Bisa dilaporkan ke penegak hukum. Karena itu bisa dikualifikasikan sebagai pemalsuan dokumen. Dua proyek, dua dokumen yang belum sah, namun Pokja tetap menyatakan CV Sumber Abadi Sentosa sebagai pemenang," tegasnya.
Proyek | Tanggal Upload Penawaran | Tanggal SBU Disetujui |
---|---|---|
Masjid Syaikh Utsman | 25–28 Februari 2025 | 29 April 2025 |
Pintu Air Parit Gantung | 2–5 Mei 2025 | 7 Mei 2025 |


Dalam dua kasus ini, tanggal upload dokumen selalu lebih awal dari tanggal aktifnya SBU. Bahkan ada SBU yang berstatus ditolak saat proses tender berlangsung. Jika ini dibiarkan, sistem tender menjadi arena yang tak adil bagi peserta lain yang taat aturan.
Jambi Link telah mencoba meminta konfirmasi kepada pihak CV Sumber Abadi Sentosa dan Pokja pemilihan, namun hingga berita ini diterbitkan, tidak ada tanggapan resmi. Surat yang dikirim pun belum dibalas.
Pertanyaan publik terus menggelinding.
Apakah Pokja tidak mengecek status dokumen dengan cermat?
Mengapa peserta lain digugurkan, tapi perusahaan yang belum sah justru diloloskan?
Apakah ini keteledoran atau ada motif lebih dalam?
Kita tidak sedang berbicara soal kelalaian administratif biasa. Ini soal tender pemerintah, uang negara, dan integritas pejabat publik. Jika perusahaan tanpa SBU sah bisa menang proyek miliaran rupiah, maka sistem ini bukan sedang rusak—tapi sedang dirusakkan.
Jika ini dibiarkan, pelanggaran akan dianggap kebiasaan. Dan hukum, perlahan, akan kehilangan makna di hadapan siapa pun yang lihai menyiasatinya. Publik pun mendesak BPK RI melakukan audit terhadap Pokja yang bersangkutan. Sebagaimana Gapensi, publik juga berharap aparat penegak hukum bertindak.(*)
Add new comment