Kasus dugaan penggelapan dana nasabah kembali mencuat. Seorang mantan karyawati Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jambi Kantor Cabang Kerinci berinisial RS diduga menyalahgunakan wewenang dan menggelapkan dana nasabah hingga Rp7,1 miliar. Aksi ini dilakukan dengan cara memalsukan tanda tangan di slip penarikan atas nama nasabah.
“Total kerugian mencapai Rp7,1 miliar di mana sebanyak Rp4,09 miliar merupakan dana tabungan nasabah yang terdata dalam laporan, dan dari jumlah itu, baru sekitar Rp2 miliar lebih yang sudah dikembalikan ke 17 nasabah,” ungkap Wadirreskrimsus Polda Jambi, AKBP Taufik Nurmandia, dalam keterangannya kepada media, Senin (2/6/2025).
Menurut Taufik, sebanyak 7 nasabah lainnya masih belum menerima pengembalian dana senilai lebih dari Rp2 miliar. Modus RS terbilang rapi. Ia berpura-pura membantu nasabah menarik uangnya, namun justru melakukan penarikan tanpa sepengetahuan pemilik rekening.
“RS menggunakan slip penarikan yang dipalsukan, termasuk tanda tangan nasabah, lalu menyerahkannya ke teller atau head teller untuk dicairkan. Ini yang sedang kami dalami, karena kuat dugaan proses pencairan juga tak sesuai SOP bank,” jelasnya.
Beberapa nama teller dan head teller yang saat itu bertugas dan diduga menyetujui pencairan uang tanpa prosedur disebutkan, antara lain berinisial AF, SA, MPU, MHA, RL, N, dan AF. Menurut penyidik, mereka masih dalam proses pemeriksaan dan pendalaman lebih lanjut.
Kasus ini terungkap pada Oktober 2024, setelah penyidik Subdit II Fismondev Ditreskrimsus Polda Jambi menerima laporan masyarakat terkait dugaan fraud di Bank Jambi KC Kerinci. Tak lama kemudian, pihak Bank Jambi melalui penasihat hukumnya juga melaporkan kejadian serupa.
“Total nasabah yang menjadi korban sebanyak 24 orang, satu di antaranya perorangan, sisanya nasabah dari pinjaman dan satu yayasan, yaitu Yayasan Baitul Husna,” kata AKBP Taufik.
Pengakuan tersangka, uang hasil kejahatan ini digunakan untuk bermain judi online. Ditemukan bukti transaksi untuk aktivitas judi online, seperti deposit dan taruhan dalam jumlah besar.
Atas perbuatannya, RS dijerat Pasal 49 ayat (4) huruf a Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Ancaman hukuman bagi pelanggaran pasal ini sangat berat: penjara minimal 5 tahun hingga maksimal 15 tahun, dan denda antara Rp10 miliar sampai Rp200 miliar.
“Penyidik masih terus mendalami, termasuk apakah ada unsur kelalaian atau keterlibatan pihak lain dalam pencairan dana nasabah ini. Kami pastikan semua yang terlibat akan ditindak sesuai hukum,” pungkasnya. (*)
Add new comment