Di tengah meningkatnya tuntutan atas transparansi pengadaan barang dan jasa, nama CV Sinar Tungkal ikut tersorot dalam jagat pengadaan proyek pemerintah di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Bukan karena prestasi teknis atau capaian kualitas semata. Tapi karena keberhasilan perusahaan ini memenangkan tiga proyek sekaligus dalam satu tahun anggaran, dengan nilai agregat Rp 6,56 miliar.
Ketiganya merupakan proyek yang dilelang secara terbuka. Saat ini sedang dalam tahapan pelaksanaan. Sejumlah catatan administratif, kapasitas sumber daya manusia, dan waktu pelaksanaan yang tumpang tindih menimbulkan pertanyaan publik yang tak bisa disapu ke bawah karpet.
No | Nama Proyek | Nilai | Jenis | Catatan Teknis |
---|---|---|---|---|
1 | Peningkatan Jalan RT.03/04/05 Kuala Dasal | Rp 1.940.000.000 | Jalan Lingkungan | SBU BS001 (sah) |
2 | Peningkatan Jalan Poros Parit 4 Darat | Rp 4.300.000.000 | Jalan Utama | Potensi melebihi SKP, alat/tenaga tumpang tindih? |
3 | Rehabilitasi Ruang Tunggu Roro | Rp 313.000.000 | Gedung Pelengkap | SBU BG009 (sah) |
Selain menyoroti legalitas SBU (Sertifikat Badan Usaha), juga menyentuh isu lebih mendasar, apakah satu perusahaan sanggup mengerjakan tiga proyek sekaligus secara teknis dan administrasi.
Apakah komposisi tenaga ahli inti seperti Site Manager, Pelaksana Lapangan, K3, dan QS yang tercantum dalam dokumen penawaran memang tersedia dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk mengerjakan ketiga proyek sekaligus?
Apakah tidak terjadi penggunaan nama personil yang sama dalam dokumen tiga proyek berbeda yang berjalan dalam kurun waktu nyaris bersamaan?
Jika iya, apakah ini bukan indikasi manipulasi administratif?
Jika hal ini benar, maka itu bukan sekadar kelalaian, melainkan potensi pelanggaran serius terhadap prinsip pengadaan efektivitas, efisiensi, dan kejujuran dokumen.
Dalam surat klarifikasi yang dikirimkan ke CV Sinar Tungkal, redaksi Jambi Link menanyakan legalitas penerbit SBU yang digunakan. Tercatat, dokumen SBU disebut berasal dari PT. Serbu Konstruksi Mandiri. Jika sebelumnya menggunakan SBU dari ASPEKNAS yang telah dicabut atau tidak aktif, maka validitas penawaran pada proyek tahun-tahun sebelumnya perlu ditinjau kembali.
Hal ini penting mengingat Permen PUPR No. 8 Tahun 2022 dan Perpres 12 Tahun 2021 secara eksplisit mengatur bahwa SBU yang berstatus pencabutan tidak diakui dalam proses tender.
Dua dari tiga proyek CV Sinar Tungkal tercatat memiliki penawaran harga yang hanya sedikit lebih rendah dari HPS. Meski hal ini bisa dianggap sebagai bagian dari efisiensi internal, publik mempertanyakan apakah kontraktor memiliki akses terhadap data HPS sebelum masa pengajuan penawaran berakhir. Jika benar, maka hal ini menyentuh area kerahasiaan negara dan integritas sistem LPSE.
Dalam komunikasi awal, manajemen CV Sinar Tungkal menyatakan bersedia memberikan penjelasan resmi secara tertulis. Namun, hingga berita ini diturunkan, tak ada satu pun tanggapan atau dokumen klarifikasi yang disampaikan ke redaksi.(*)
Add new comment