Pemerintah Provinsi Jambi berupaya maksimal memfasilitasi penyelesaian konflik antara Nenek Hafsah dan PT Rimba Palma Sejahtera Lestari. Gubernur Jambi menegaskan pentingnya komitmen perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan secara adil dan damai. Langkah yang diambil Gubernur Jambi mengisyaratkan bahwa negara hadir di tengah masalah publik.
***
Gubernur Jambi Al Haris telah berikhtiar keras untuk menuntaskan polemik antara Nenek Hafsah dan PT Rimba Palma Sejahtera Lestari (RPSL). Pemerintah Provinsi Jambi telah memfasilitasi berbagai dialog dan menemukan solusi terbaik. Meskipun permasalahan ini berawal dari wilayah Kota Jambi, tapi Pemprov Jambi tetap hadir menjembatani kesepakatan antara pihak-pihak yang berseteru.
Fasilitasi Optimal Pemerintah Provinsi
Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman, menjelaskan bahwa pemerintah telah berusaha membantu Pemerintah Kota Jambi dalam memediasi konflik ini.
"Kami telah memfasilitasi berbagai pertemuan antara perusahaan dan Nenek Hafsah, dan berhasil mencapai titik temu di mana perusahaan setuju memberikan tali asih sebesar Rp600 juta," ujar Sudirman.
Kesepakatan tersebut dicapai pada 1 Juli 2024, dengan perusahaan berjanji membayar kompensasi paling lambat 31 Juli. Namun, hingga tenggat waktu berakhir, perusahaan belum memenuhi komitmennya, menyebabkan kekecewaan dan keresahan publik, yang terefleksikan dalam aksi unjuk rasa keluarga Nenek Hafsah.
Langkah-Langkah Strategis Gubernur Jambi
Meskipun konflik ini seharusnya berada dalam ranah Pemerintah Kota, Gubernur Jambi berusaha aktif mencari solusi. Gubernur secara langsung menghubungi pihak perusahaan dan mengirim pesan singkat untuk menekankan pentingnya menepati kesepakatan yang telah dibuat.
Sekda Sudirman menambahkan bahwa Pemprov Jambi siap mengirim surat resmi kepada perusahaan untuk menegaskan komitmen mereka.
"Kami akan memastikan bahwa perusahaan mengikuti fasilitasi yang sudah disepakati. Ini adalah bentuk dari upaya kami yang sudah maksimal," katanya.
Kendala dan Keterbatasan
Namun, meskipun sudah ada kesepakatan, ada keterbatasan dalam wewenang Gubernur Jambi terkait penanganan langsung masalah ini. "Karena izinnya merupakan Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), kewenangan pencabutan izin tidak berada di tangan provinsi," jelas Sudirman. Hal ini berarti, meskipun desakan publik tinggi, tindakan lebih lanjut bergantung pada pemerintah pusat.
Gubernur Jambi menyadari batasan ini dan terus menekankan perlunya penyelesaian damai yang melibatkan semua pihak. "Kita harus tetap mengikuti aturan dan mencari solusi yang adil bagi semua," tambahnya.
Harapan untuk Penyelesaian
Upaya maksimal dari Pemprov Jambi menyoroti komitmen pemerintah untuk menjembatani konflik ini demi kesejahteraan masyarakat.
"Harapan kami, pihak perusahaan segera memenuhi kesepakatan yang telah dibuat, sehingga polemik ini bisa berakhir dengan baik," tutup Sudirman.
Konflik antara PT RPSL dan Nenek Hafsah ini menjadi pengingat pentingnya dialog dan penegakan komitmen dalam menyelesaikan sengketa tanah. Pemprov Jambi berharap penyelesaian ini dapat menjadi contoh bagi kasus serupa di masa depan.(*)
Add new comment