Dimana Dirimu UMKM? "Antara ada dan tiada": Penyangga Ketahanan Ekonomi Masyarakat Akar Rumput

WIB
IST

Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd.
(Tenaga Ahli Gubernur Jambi – Guru Besar UIN STS Jambi)

A. Pendahuluan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung ekonomi nasional yang menjadi penyangga stabilitas ekonomi rakyat. Dalam konteks Indonesia, UMKM menyumbang sekitar 61,07% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja nasional (Penulis: Hapsari & Mahendra, Jurnal Muqaddimah, (2022). Peran vital ini menjadikan UMKM bukan hanya entitas bisnis, melainkan pilar ketahanan ekonomi sosial.

Di Provinsi Jambi, keberadaan UMKM menjadi instrumen nyata dalam menopang ekonomi akar rumput. Berdasarkan data BPS Provinsi Jambi (2024), jumlah UMKM di daerah ini mencapai 176.051 unit, meningkat dari 165.497 unit pada tahun 2021. Kenaikan ini menunjukkan semangat wirausaha masyarakat Jambi tetap kuat di tengah perlambatan ekonomi nasional. Namun, permasalahan klasik seperti keterbatasan modal, rendahnya literasi manajerial, minimnya digitalisasi, serta lemahnya kemitraan antar pelaku usaha masih membayangi.

B. Teori UMKM Modern dan Tradisional

Konsep UMKM tradisional dan modern dibedakan oleh struktur modal, orientasi pasar, sistem manajemen, serta kemampuan adaptasi teknologi.
UMKM tradisional adalah usaha kecil dengan manajemen sederhana, orientasi lokal, dan berbasis modal keluarga. Keunggulannya terletak pada fleksibilitas, kedekatan sosial, dan perputaran uang lokal yang cepat. Namun kelemahannya adalah keterbatasan skala ekonomi dan ketidakmampuan bersaing di pasar digital.

Sebaliknya, UMKM modern mengadopsi prinsip manajemen profesional, digitalisasi bisnis, inovasi produk, dan kolaborasi lintas sektor. Keshava & Jha (2022) dalam Digital Transformation and Smart Libraries/UMKM, menegaskan bahwa digitalisasi bukan sekedar alat, melainkan strategi bertahan dan tumbuh di tengah disrupsi ekonomi global.

Transformasi menuju UMKM modern menuntut dukungan infrastruktur digital, literasi bisnis, serta kebijakan fiskal yang mendorong inovasi. Tanpa itu, UMKM akan terjebak dalam lingkaran stagnasi — bertahan hidup tanpa berkembang.

C. Efektivitas UMKM dalam Membangun Ekonomi Akar Rumput di Jambi

Efektivitas UMKM dalam membangun ekonomi akar rumput diukur dari tiga indikator: kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, perputaran uang lokal, dan ketahanan usaha saat krisis.

Data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi (2024) menunjukkan bahwa program pembinaan telah menjangkau lebih dari 5.043 pelaku usaha melalui bantuan modal kerja Program Dumisake Jambi Mantap dengan total dana Rp 37,2 miliar. Sementara laporan evaluasi kinerja 2024 mencatat kenaikan omset UMKM binaan sebesar 7,5% dan peningkatan aset 30% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menandakan adanya efek positif dari pembinaan pemerintah terhadap kelompok yang terjangkau.

Namun, data lapangan juga memperlihatkan ketimpangan: sekitar 70% UMKM non-binaan masih berada dalam kategori rawan stagnasi. Mereka menghadapi kendala manajemen, pemasaran, dan permodalan yang tidak terjangkau oleh program bantuan. Artinya, efektivitas pembinaan belum bersifat merata.

Kenyataan ini sesuai dengan hasil riset Gusnia & Riofita (2025) dalam Jurnal Ekonomi Dinamis, yang menyatakan bahwa kebijakan pembinaan pemerintah di sektor UMKM masih lebih bersifat simbolik dan belum menyentuh kebutuhan struktural seperti manajemen, inovasi, dan literasi keuangan.

D. Putaran Uang UMKM di Jambi

Kontribusi UMKM terhadap ekonomi daerah dapat dilihat dari sirkulasi uang di tingkat lokal (local economic multiplier).
Dalam ekonomi Jambi, UMKM di sektor pangan olahan, tenun, dan kerajinan menjadi penggerak utama perputaran uang. Ketika bahan baku dan tenaga kerja berasal dari komunitas lokal, efek penggandanya tinggi karena uang tetap berputar di dalam provinsi.

Namun, sebagian besar UMKM masih membeli bahan baku dari luar Jambi, sehingga terjadi kebocoran nilai ekonomi. Menurut studi The Future of Jambi UMKM Marketing Through the Green Economy (Pranata dkk., 2024), multiplier lokal UMKM Jambi hanya sekitar 1,4 kali, jauh di bawah potensi ideal 2,5–3 kali seperti yang dicapai UMKM di Jawa Tengah.

Artinya, setiap Rp 1 yang dibelanjakan di sektor UMKM Jambi hanya menghasilkan Rp 1,4 dalam ekonomi lokal. Kondisi ini mengindikasikan perlunya kebijakan lokal yang memperkuat rantai pasok antar-UMKM agar nilai tambah tidak bocor ke luar daerah.

E. Masih Adakah Spirit Kemitraan Membangun UMKM Jambi?

Spirit kemitraan antar-UMKM, pemerintah, dan swasta menjadi indikator penting keberlanjutan sektor ini.
Pada 2024, Pemerintah Kota Jambi membentuk Kelompok UMKM Kemitraan bekerja sama dengan Bank Jambi dan OJK untuk mempermudah akses pembiayaan dengan bunga rendah 3% (Antaranews Jambi, 2024). Sementara UIN STS Jambi melalui Pusat Kajian SDGs melatih pelaku UMKM di Mendalo dan Sungai Duren dalam pengelolaan bisnis digital (PLHSDGs UIN STS, 2025).

Namun, sebagian besar kemitraan masih bersifat seremonial. Belum terbentuk kontrak jangka panjang seperti off-taker agreements atau koperasi klaster berbasis produk unggulan. Gusnia & Riofita (2025) menegaskan bahwa, kemitraan yang lemah menyebabkan UMKM tetap terisolasi secara struktural meski jumlahnya banyak.

F. UMKM Jambi: Antara Ada dan Tiada

Fenomena UMKM di Jambi menghadirkan paradoks: banyak secara jumlah, namun rapuh secara kualitas.
Masalah utama yang dihadapi antara lain:

  1. Modal usaha UMKM
    Hanya 28% pelaku UMKM mengakses pembiayaan formal (BPS, 2024).
  2. Produk tidak inovatif.
    65% usaha UMKM menjual produk serupa tanpa diferensiasi.
  3. Manajemen lemah Sebagian besar belum memiliki pencatatan keuangan sederhana, tidak profesional
  4. Kemasan dan pemasaran tertinggal Survei Neraca Jurnal Ekonomi (Isnaeni dkk., 2024) menunjukkan 54% pelaku UMKM belum memenuhi standar halal atau BPOM.
  5. Jejaring terbatas Ganya 12% daja UMKM aktif di marketplace digital (Diskominfo Jambi, 2024).

Kondisi ini menggambarkan bahwa UMKM “ada” dalam angka statistik, namun “nyaris tiada” dalam konteks daya saing nasional.

G. Problem Mendasar Pengembangan UMKM Jambi

Riset Strategi Peningkatan Daya Saing UMKM di Indonesia (Sulaiman, 2023) menunjukkan bahwa tantangan terbesar UMKM di daerah adalah keterbatasan kapasitas SDM dan lemahnya digitalisasi. Di Jambi, masalah tersebut diperparah oleh:

1.Infrastruktur digital yang tidak merata.

  1. Biaya sertifikasi produk dan izin usaha yang tinggi.
  2. Rendahnya literasi keuangan.
  3. Minimnya inkubator bisnis daerah.

Laporan Dinas Koperasi Jambi (2024) menyebut bahwa meski jumlah pelatihan meningkat 18%, tingkat adopsi pasca-pelatihan masih rendah karena tidak diikuti dengan pendampingan bisnis berkelanjutan. Artinya, pola pembinaan masih episodik dan tidak terukur dampaknya.

H. Haruskah Kebijakan Spektakuler Mengangkat UMKM Jambi ke Kancah Dunia?

Jawabannya: harus.
Kebijakan konvensional sudah tidak memadai untuk menembus pasar global yang terstandar dan digital.
Pemerintah Provinsi Jambi perlu mengadopsi kebijakan spektakuler yang konkret:

1.Membentuk Zona Ekspor Mikro Jambi untuk klaster batik, kopi, dan karet olahan.

  1. Menyediakan subsidi sertifikasi halal dan BPOM bagi UMKM potensial ekspor.
  2. Membangun Brand “Jambi Export” sebagai label dagang kolektif untuk menembus pasar ASEAN.
  3. Membentuk Dana Inovasi Jambi dari CSR perusahaan tambang, perkebunan, batu bara, perbankan daerah dan potensi lokal lainnya yang telah mengelola SDA Jambi secara optimal.

Ehrenberg (2024) dalam International Journal of Design menyimpulkan bahwa, keberhasilan UMKM daerah naik kelas memerlukan kombinasi antara subsidi inovasi dan kemitraan lintas industri. Jambi membutuhkan terobosan serupa agar potensi besar tidak hanya berhenti di meja statistik.

I. Pemberdayaan Spot Strategis Kabupaten/Kota

Setiap kabupaten/kota di Jambi memiliki potensi khas: Batanghari dengan industri anyaman, Tanjabtim dengan kelapa, Kerinci dengan kopi, dan Muaro Jambi dengan batik. Kebijakan berbasis spot strategis perlu dilakukan melalui:

  1. Pasar tematik dan festival rutin, seperri Gebyar UMKM Jambi 2025 (Infopublik.id, 2025).
  2. Kampung UMKM digital di tiap kabupaten.
  3. Sentra logistik dan packaging skala provinsi.
  4. Integrasi dengan wisata daerah (eco-tourism berbasis UMKM).
  5. E-marketplace lokal “JambiMart” untuk mempertemukan pelaku usaha dengan pembeli nasional.

Pendekatan ini sejalan dengan Local Economic Empowerment Model (Radovanović, 2024) yang menekankan pembangunan berbasis keunggulan lokal sebagai strategi literasi ekonomi masyarakat.

J. Rekomendasi UMKM Jambi Menuju Kelas Dunia

  1. Transformasi digital penuh dengan pelatihan berbasis sertifikasi nasional.
  2. Konsorsium UMKM Provinsi sebagai agregator produk ekspor.
  3. Inkubator klaster kolaboratif bersama universitas atau perguruan tinggi.
  4. Fasilitasi sertifikasi dan izin usaha massal untuk 10.000 UMKM.
  5. Integrasi pembiayaan syariah melalui Bank Jambi.
  6. Branding global “Made in Jambi” untuk menembus pasar ASEAN dan dunia global.
  7. Evaluasi tahunan berbasis indikator daya saing UMKM: omset, aset, sertifikasi, ekspor, dan lapangan kerja.

K. Penutup
UMKM Jambi telah tumbuh dalam jumlah, tetapi belum dalam mutu dan daya saing. Data menunjukkan bahwa secara kuantitatif meningkat (jumlah unit, omset, dan aset binaan naik pada 2024), namun secara kualitatif belum menembus batas nasional maupun global.

Kebijakan pembinaan harus keluar dari pola rutinitas administratif menuju strategi inovatif berbasis kemitraan, digitalisasi, dan orientasi ekspor. UMKM adalah jantung ekonomi akar rumput, bila ia berdenyut kuat, maka stabilitas ekonomi daerah akan kokoh.

Tantangan bagi Jambi bukan lagi “berapa banyak UMKM ada”, melainkan seberapa kuat mereka berdiri di pasar dunia.

Daftar Pustaka

Anggraeni, F. D., Hardjanto, I., & Hayat, A. (2009).
Pengembangan UMKM melalui fasilitasi pihak eksternal dan potensi internal. Universitas Brawijaya.

BPS Provinsi Jambi. (2024). Jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Provinsi Jambi. Jambi: BPS.

Diskominfo Provinsi Jambi. (2024). Wagub Sani: Pertumbuhan UMKM Jambi Berkembang Pesat. Jambi.

Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi. (2024). Laporan Kinerja Pembinaan UMKM Tahun 2024. Jambi.

Ehrenberg, N. (2024). Public Libraries and Digital Service Development. International Journal of Design.

Gusnia, H., & Riofita, H. (2025). Peran Kebijakan Pemerintah dalam Mendukung Kewirausahaan dan SDM terhadap UMKM. Jurnal Ekonomi Dinamis, 7(1).

Hapsari, N., & Mahendra, D. (2022). Peran UMKM dalam Perekonomian Indonesia. Jurnal MUQADDIMAH, 10(2).

Isnaeni, N., Fitri, L. E., & Corina, R. (2024). Analisis Respon Pelaku UMKM Makanan di Kota Jambi terhadap Sertifikasi Halal. Neraca: Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi.

Keshava, S. C., & Jha, A. A. (2022). Digital Transformation and Smart Libraries / UMKM. DPS Publishing House.

Pranata, A., & Nugraha, R. (2024). The Future of Jambi UMKM Marketing Through the Green Economy. ResearchGate Publication.

Radovanović, D. (2024). Digital Literacy and Inclusion: Stories, Platforms, Communities. Springer.

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network