Kelenteng Sua Leng Keng, tempat ibadah umat Khonghucu di Kota Jambi, menjadi sorotan setelah muncul dugaan digunakan untuk kegiatan politik oleh Calon Wali Kota Jambi nomor urut 2, H. Abdul Rahman (HAR). Kasus ini memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk pengamat sosial budaya Tionghoa Jambi, Mursiduddin.
Mursiduddin menegaskan bahwa jika dugaan ini terbukti, maka hal tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai agama dan sosial.
“Rumah ibadah harus dijaga kesuciannya. Penyalahgunaan untuk kepentingan politik bertentangan dengan ajaran agama dan dapat merusak reputasi komunitas Tionghoa yang selama ini dikenal bermoral tinggi,” ujarnya, Jumat (15/11/2024).
Ia juga mengingatkan bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar nilai agama tetapi berpotensi memicu konflik sosial.
Komunitas Tionghoa di Jambi selama ini dikenal memberikan kontribusi besar dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, pendidikan, dan sosial. Mereka aktif menciptakan lapangan kerja, mendirikan sekolah berkualitas, hingga melakukan kegiatan filantropi.
“Komunitas ini memiliki peran penting dalam pembangunan daerah. Nilai-nilai luhur seperti ini harus dijaga agar tidak tercoreng oleh oknum,” tambah Mursiduddin.
Mursiduddin mengingatkan sejumlah risiko dari penyalahgunaan rumah ibadah:
- Pelanggaran Nilai Agama: Rumah ibadah adalah tempat suci yang harus bebas dari kepentingan politik.
- Kerusakan Reputasi: Tindakan ini dapat merusak citra komunitas Tionghoa secara keseluruhan.
- Potensi Konflik: Penyalahgunaan rumah ibadah dapat memicu perpecahan di masyarakat.
- Pelanggaran Hukum: Jika terbukti, pelaku harus menghadapi konsekuensi hukum yang tegas.
Secara hukum, penyalahgunaan rumah ibadah bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh UUD 1945. Selain itu, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) juga menegaskan hak setiap individu untuk menjalankan ajaran agamanya tanpa intervensi politik.
“Ini jelas melanggar prinsip UUD 1945 dan DUHAM. Rumah ibadah harus tetap menjadi tempat suci yang terlindungi dari pengaruh politik,” kata Mursiduddin.
Mursiduddin menyerukan agar penegak hukum segera bertindak jika ditemukan bukti kuat. Ia menekankan pentingnya memberikan efek jera agar rumah ibadah tetap menjadi tempat ibadah murni, bukan alat politik.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa menjaga kesucian rumah ibadah adalah tanggung jawab bersama. Langkah tegas diperlukan agar peristiwa serupa tidak terulang, sehingga Kelenteng Sua Leng Keng dan rumah ibadah lainnya dapat terus berfungsi sesuai dengan tujuan mulianya.(*)
Sumber : https://tanyafakta.id/read/2024/11/15/3642/paslon-nomor-2-har-guntur-gunakan-kelenteng-untuk-kampanye-pengamat-tionghoa-jambi-merusak-reputasi-baik-tionghoa/
Add new comment