Dedy Mandarsyah, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat, mendadak mencuri perhatian publik usai terseret secara tidak langsung dalam kasus penganiayaan seorang dokter koas Universitas Sriwijaya (Unsri) di Palembang. Kasus ini bermula dari polemik yang ditimbulkan anaknya, Lady Aurelia Pramesti, terkait jadwal piket yang dinilainya terlalu berat.
Insiden tersebut berujung pada tindak kekerasan yang menimpa rekan koas Lady, Luthfi, yang diduga dianiaya oleh sopir keluarga, FD. Penganiayaan terjadi di sebuah kafe di Palembang saat Luthfi diundang oleh ibu Lady untuk membahas persoalan jadwal piket. Alih-alih berakhir dengan solusi, pertemuan itu berujung ricuh ketika FD memukul Luthfi.
"Pada saat pelapor (Luthfi) menjelaskan kembali kepada ibu Lady, terlapor merasa tidak senang dan langsung memukul pelapor secara membabi buta di bagian kepala, pipi, dan cakaran di leher," jelas Kombes Pol Anwar Reksowidjojo, Dirreskrimum Polda Sumatera Selatan.
Rekaman insiden tersebut tersebar luas di media sosial, memicu perhatian publik dan menimbulkan gelombang kecaman. Polisi pun menetapkan FD sebagai tersangka dan menjeratnya dengan Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan luka serius.
Kasus ini tak hanya berhenti pada tindakan penganiayaan, tetapi turut menyeret perhatian publik kepada Dedy Mandarsyah. Dedy, yang merupakan pejabat di bawah Kementerian PUPR, tercatat memiliki kekayaan mencapai Rp9,4 miliar berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 31 Desember 2023.
Detail kekayaan Dedy meliputi:
- Tanah dan bangunan senilai Rp750 juta di Jakarta Selatan.
- Mobil Honda CR-V tahun 2019 seharga Rp450 juta, yang disebut sebagai hadiah.
- Kas dan setara kas senilai Rp6,7 miliar.
Laporan ini menunjukkan peningkatan sekitar Rp500 juta dari tahun sebelumnya, yang mencatat total kekayaan Dedy sebesar Rp8,9 miliar. Kenaikan signifikan dalam kekayaan tersebut pun menarik perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Herda Helmijaya, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan analisis awal terhadap laporan harta kekayaan Dedy.
"Berita ini sudah menjadi atensi kami. Saat ini, kami masih dalam tahap analisis awal sebelum memutuskan apakah perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut atau tidak," ujarnya pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Kasus ini menyentuh isu yang lebih dalam: relasi antara kekuasaan, kekayaan, dan keadilan hukum di tengah masyarakat. Kejadian yang menimpa Luthfi membuka wacana kritis tentang perlakuan hukum yang setara, tanpa pandang status sosial atau jabatan.
Viralnya kasus ini di media sosial juga mencerminkan kepekaan publik terhadap praktik-praktik yang dinilai mengandung kesewenangan. Bagi banyak pihak, insiden ini adalah simbol ketimpangan antara rakyat biasa dan keluarga pejabat, sekaligus panggilan bagi penegak hukum untuk bekerja secara transparan dan adil.
Dedy Mandarsyah sendiri belum memberikan pernyataan langsung terkait persoalan ini. Namun, bagi Luthfi, peristiwa penganiayaan itu menjadi awal dari perjuangan mendapatkan keadilan. Kini, dengan perhatian publik yang begitu besar, proses hukum terhadap FD dan polemik yang menyertai Dedy Mandarsyah masih dinanti-nantikan kelanjutannya. (*)
Add new comment