Jambi – Penurunan anggaran tajam melanda Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Provinsi Jambi. Dari pagu Rp1,9 triliun pada 2024, BPJN hanya menerima Rp500 miliar pada 2025, menyisakan pertanyaan besar soal nasib proyek infrastruktur jalan di provinsi ini. Kepala BPJN Jambi, Ibnu Kurniawan, mengungkapkan bahwa pengurangan ini memaksa lembaganya mengerem ambisi pembangunan baru dan berfokus semata pada upaya menjaga jalan yang ada.
“Tahun ini kami hanya menerima Rp500 miliar. Fokus kami sekarang adalah mempertahankan kondisi jalan agar tidak semakin rusak,” ujar Ibnu. Dari anggaran yang ada, sebesar Rp300 miliar dialokasikan untuk preservasi jalan, sementara sisanya habis untuk gaji dan manajemen.
Dengan anggaran yang terpangkas drastis, BPJN praktis menghapus daftar panjang proyek pembangunan baru yang sebelumnya direncanakan. “Kegiatan yang tidak mendesak tidak akan dilakukan. Ini adalah tahun di mana prioritas mutlak menjadi kata kunci,” tegas Ibnu.
Langkah ini tentu memukul harapan masyarakat Jambi akan peningkatan infrastruktur jalan. Banyak ruas jalan yang masih dalam kondisi buruk kemungkinan harus menunggu hingga situasi anggaran membaik.
Ibnu menyebut penurunan anggaran ini bukan hanya terjadi di Jambi, melainkan juga di tingkat nasional. Alokasi dana nasional untuk proyek jalan turun drastis menjadi Rp30-37 triliun. Salah satu penyebab utama, menurut Ibnu, adalah restrukturisasi kabinet yang memecah Kementerian Pekerjaan Umum menjadi beberapa kementerian.
“Kondisi ini memang hasil dari pemecahan kementerian. Dampaknya, anggaran untuk jalan terpangkas secara signifikan,” ujar Ibnu.
Penyesuaian administrasi akibat perubahan kebijakan juga menyebabkan tertundanya proses pengadaan barang dan jasa. Biasanya dimulai awal Januari, tahun ini pengadaan baru akan berjalan pertengahan bulan. Ini menambah lapisan ketidakpastian atas pelaksanaan program infrastruktur di tahun yang penuh tantangan ini.
BPJN kini berhadapan dengan tantangan ganda: menjaga kualitas jalan dengan anggaran yang minim dan membangun kepercayaan masyarakat di tengah keterbatasan. “Kami memaksimalkan anggaran untuk memastikan jalan yang ada tetap layak digunakan. Proyek besar baru mungkin belum bisa diwujudkan tahun ini,” kata Ibnu.
Penurunan anggaran ini memperlihatkan bagaimana restrukturisasi kebijakan nasional dapat memengaruhi pembangunan daerah. Dengan jalan nasional sebagai urat nadi perekonomian Jambi, keputusan-keputusan anggaran seperti ini memiliki dampak langsung terhadap mobilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Pertanyaannya, seberapa lama Jambi bisa bertahan dengan kebijakan tambal sulam? Jika krisis anggaran ini terus berlanjut, apakah pembangunan infrastruktur jalan di provinsi ini hanya akan menjadi catatan kaki di buku strategi nasional? (*)
Add new comment