Gagas Inovasi Wisata lewat Forum Kolaborasi Pariwisata Provinsi Jambi (FKPPJ)

WIB
IST

Ruang rapat Dinas Pariwisata Provinsi Jambi, Rabu 23 Juli 2025 kemarin, terasa lebih hidup dari biasanya. Bukan karena dekorasi. Tapi, karena isi diskusi. Pembahasan soal pariwisata Jambi kali ini tak cuma menggugah kepala, tapi juga hati.

Ketua Tim Ahli Gubernur (TAG) Jambi, Ir. Syahrasaddin, membuka forum dengan pernyataan yang menampar halus.

“Kita diberi alam, diberi sejarah, tapi tak bisa menjualnya,” ujarnya.

Kalimat itu mengunci suasana. Tepat sasaran. Tajam. Jambi, katanya, memiliki semua. Empat taman nasional, geopark Merangin yang sudah masuk UNESCO, candi yang berusia seribu tahun lebih, dan Sungai Batanghari yang terbentang megah. Tapi masih saja orang dari luar daerah bingung.

“Kalau ke Jambi, mau ke mana?” katanya.

Syahrasaddin mencontohkan air Sungai Air Hitam, yang kabarnya bisa membuat awet muda. Tapi tak ada cerita di baliknya.

“Narasinya tidak ada. Padahal wisata itu butuh dongeng, bukan cuma destinasi,” ujar mantan Sekda Provinsi Jambi era Gubernur HBA itu.

Giliran Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jambi Imron Rosyadi yang bicara. Suaranya halus, tapi mengena. Ia langsung menyodorkan data statistik. Jumlah kunjungan wisatawan hampir menyentuh 5 juta orang. Kabupaten Bungo dan Tanjab Barat menjadi penyumbang tertinggi.

Tercatat 77 desa wisata aktif.

Tapi, kata dia, persoalan tetap itu-itu saja. Infrastruktur terbatas. Anggaran promosi minim. Investor ogah masuk. Exit tol belum punya hotel. Dan, yang paling krusial kolaborasi antar-stakeholder belum jalan.

“Masyarakat luar masih tanya, kalau ke Jambi enaknya ke mana? Kita belum punya jawaban pasti,” ucap Kadis, menghela napas.

Diskusi benar-benar hidup, apalagi dipandu birokrat senior, Dr Fahmi Rasyid. Dia orangnya rapi dan teliti. Pandai menghangatkan suasana.

Diskusi kian seru saat dua tokoh tampil sebagai pemateri. Mantan Dirjen Kemenparekraf, Dr. Thamrin Bachri, sebagai pemateri pertama, bicara lebih akademis, tapi tetap membumi.

“Ada tujuh faktor kenapa orang asing datang ke Indonesia. Jambi punya semua,” ujarnya.

Namun, katanya, belum ada sistem yang mampu mendeteksi siapa yang datang dan siapa yang kembali lagi.

“Padahal itulah indikator pemasaran wisata yang benar, repeat visitor,” tegasnya.

Dan ia menutup dengan gaya khasnya.

“Jarak terdekat antara dua orang itu adalah senyum. Pariwisata harus mulai dari itu,” singkatnya disambut applaus.

Profesor Sukendro melanjutkan sebagai pembicara kedua. Guru besar olahraga Unja itu langsung to the point. Jambi, katanya, punya kelemahan citra.

“Mau bagaimana promosi kalau tempat wisatanya kotor, fasilitasnya rusak, event-nya tak berlanjut?” katanya.

Ia menyarankan pemerintah meniru konsep "aura framing" seperti Pacu Jalur di Pekanbaru.

“Bangun narasi, kemas dengan branding, dan publikasikan dengan event tahunan. Jangan lupa, buat pengunjung merasa nyaman,” harapnya.

Diskusi kian panas saat peserta mulai ikut bersuara. Haris dari PHRI menegaskan pentingnya kesiapan akomodasi.

“Candi Muaro Jambi butuh lebih dari promosi. Butuh hotel yang layak. Sekarang sudah ada, tinggal ditopang sistem transportasi dan sinyal kuat,” ujarnya.

Junita dari TVRI menyatakan siap mendukung promosi dengan program bulanan “Pesona Indonesia”. Mahasiswa UNJA, Jihan Nurhalizah, pun unjuk gagasan.

“Penting menciptakan branding digital. Karena pasar sekarang ada di Instagram dan TikTok,” katanya.

Misna, mewakili Geopark Merangin, menyampaikan tahun 2026 adalah momen validasi UNESCO.

“Kami butuh support penuh. Sekarang sudah ada 21 geoset. Masuk ke majalah pesawat Citylink,” ujarnya.

Bobi Chandra dari TN Berbak mengeluhkan akses menuju spot burung migran. Ia menegaskan, burng migran yang bisa dilihat di Berbak merupakan burung asal Rusia. Sedangkan Dodi Arisandi dari TN Bukit 12 menegaskan potensi wisata budaya Suku Anak Dalam (SAD) yang belum tergarap.

“Mereka bagian dari sejarah kita. Tapi belum ada satupun konsep wisata yang angkat kisah mereka,” ujarnya.

Salah satu peluang wisata yang bisa digarap adalah merasakan hidup bersama warga SAD di Bukit 12, untuk melihat langsung bagaimana tradisi dan adat istiadat SAD dari dekat.

Di ujung diskusi, semua sepakat. Wisata tak bisa kerja sendiri-sendiri. Maka, dibentuklah Forum Kolaborasi Pariwisata Provinsi Jambi (FKPPJ). Yang dinisiasi Syahrasaddin.

Syahrasaddin lalu menyerahkan tongkat koordinasi ke Thamrin Bachri. Forum ini akan mengintegrasikan semua kekuatan, pemerintah, swasta, media, akademisi, pelaku usaha, hingga masyarakat.

Diskusi itu seperti cermin. Menghadirkan bayangan utuh, potensi yang menggunung, tapi terkubur oleh minimnya strategi dan kolaborasi. Yang dibutuhkan bukan hanya anggaran, tapi keberanian membangun cerita. Jambi butuh narator, bukan hanya pelaksana teknis.

Karena sejatinya, tak ada wisata tanpa kisah. Dan Jambi, negeri seribu candi, punya terlalu banyak cerita yang menunggu diceritakan kembali.(*)

Comments

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.