PARADIGMA PALING BODOH ADALAH BERCITA-CITA MENCERDASKAN BANGSA

WIB
IST

Oleh :

Farhan Aliffia Saputra SPd

Dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV menegaskan; Tujuan negara yaitu, melindungi seluruh rakyat dan wilayah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta mewujudkan perdamaian abadi dan keadilan sosial di dunia. Melihat hal tersebut, Harapan mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi alasan utama semua mahasiswa ketika memilih jurusan pendidikan guru. Disatu sisi, langkah strategis yang dilakukan oleh Pemerintah dalam mewujudkan Pembukaan UUD 1945 Alinea IV dengan melalui jalur pembukaan PPG PRA-JABATAN/CALON GURU.

Rasa-rasanya dengan adanya nama "calon guru" menjadikan tujuan dari mencerdaskan kehidupan bangsa bisa tercapai melalui program tersebut dengan adanya surat edaran pengumuman ber-Nomor: 0984/B/GT.00.08/2025. Mengutip dari surat tersebut, "Profesi Guru (PPG) bagi Calon Guru Tahun 2025. Program ini merupakan upaya strategis pemerintah untuk menyiapkan calon guru profesional yang kompeten, memiliki integritas dan keteladanan, serta mampu menjawab tantangan kompetensi guru abad 21 di Indonesia.

Akan tetapi dalam kenyatanya, program ini menimbulkan sebuah polemik baru dimana, Paradigma terbodoh adalah ketika bercita-cita mencerdaskan bangsa. Timbulnya asas pemikiran tersebut bukan tanpa alasan. Para lulusan sarjana pendidikan dikagetkan dengan banyaknya ijazah yang tidak se-linier dengan kebutuhan bidang studi yang di tampilkan pada edaran pengumuman surat tersebut. Alasanya, bidang studi yang dibutuhkan untuk PPG CALON GURU 2025 sudah Berdasarkan perhitungan proyeksi kekosongan guru tahun 2027 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Masalahnya, logika proyeksi itu terasa sempit dan jangka pendek. Jika benar kita sedang menyiapkan generasi abad ke-21, mengapa justru mengabaikan bidang-bidang yang menjadi fondasi berpikir kritis dan identitas nasional?. Banyaknya lulusan pendidikan terkhususnya program studi strategis dan krusial seperti, Bahasa Inggris, Sejarah, Fisika mendapati tidak ada dalam bangku kebutuhan calon guru 2025.

Mengigat keadaan sosial global yang tengah terjadi di Indonesia. Keputusan menghilangkan beberapa program studi strategis tersebut rasanya akan berdampak jauh dari keinginan untuk menjawab tantangan abad 21 di Indonesia.

Tidak adanya kebutuhan guru sejarah dan pudarnya kesadaran bangsa

Kita hubungkan dengan keadaan internal pada saat ini, belum lama muncul proyek ambisius penulisan ulang Sejarah Indonesia secara menyeluruh dengan target tujuan adalah menghadapi tantangan baru guna menguatkan nilai-nilai nasionalisme. Akan tetapi dalam kenyataanya tidak ada pembaharuan untuk guru guru muda sejarah, lantas siapa yang akan menjadi penyambung lidah selanjutnya pada generasi sekolah sekarang dan akan mendatang?. Menghapus jurusan Pendidikan Sejarah dari kebutuhan calon guru sama saja memutus rantai pewarisan kesadaran sejarah bangsa.

Arus globalisasi serta guru bahasa inggris

Melihat perkembangan abad 21 saat ini pertukaran budaya karena adanya arus globalisasi menjadi suatu ancaman nyata didepan mata kita, tentu perlu adanya pendampingan bagi generasi sekolah saat ini guna mampu menghadapi hal tersebut. Masalah utama dari adanya pertukaran budaya adalah kemampuan dalam berbahasa. Namun dalam kenyatannya tidak di sertakan kebutuhan bidang studi bahasa inggris merupakan bias nyata yang dapat dilakukan oleh pemangku kebijakan. Masalah abad 21 bukan hanya pertukaran budaya, melainkan persaingan perkembangan teknologi dan masih banyak yang lainnya. Oleh karena itu, Apa yang bisa kita harapkan dari generasi muda yang tidak di bekali kemampuan berkomunikasi dan problem solved di dunia global?

Mencerdaskan kehidupan bangsa hanya menjadi sebuah utopia

Mengutip dari surat edaran pengumuman, mengenai bidang studi yang dibutuhkan dalam formasi kebutuhan guru 2027 didominasi oleh kebutuhan vokasi dan kejurusan seperti, kuliner, otomotif, desain bahasa dan budaya. Memang bukan suatu kesalahan jika pemerintah memerlukan pekerja terampil. Hanya saja hal ini menimbulkan paradigma baru dengan mengorbankan pendidikan kritis dan humaniora. Apakah sebuah langkah ini memang tepat dan strategis atau merupakan pergeseran dari tujuan awal yang ingin mencerdaskan bangsa hanya ingin menyejahterakan individu

Melihat hal tersebut, menjadi keyakinan tembahan bahwa sepertinya bangsa kita dimasa depan bukan membutuhkan generasi cerdas yang mampu menciptakan Kesejahteraan, melainkan sedang mempersiapkan generasi "yang penting bisa hidup sejahtera."

Maka, ketika realitas seperti ini terjadi, wajar jika muncul rasa getir: paradigma paling bodoh mungkin adalah bercita-cita mencerdaskan bangsa. Sebab di negeri ini, menjadi cerdas tampaknya bukan lagi prioritas asal bisa hidup layak, sudah cukup.(*)

Comments

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network