Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd
(Tenaga Ahli Gubernur- Ketua ICMI Orwil Jambi - Guru besar UIN STS Jambi)
Terpilihnya Gubernur Jambi, Al Haris, sebagai Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) periode 2025–2030 menandai babak baru perlawanan daerah terhadap ketimpangan energi. Terpilih secara aklamasi dalam Munas V di Jakarta, Al Haris kini memegang komando untuk mengubah nasib daerah yang kaya sumber daya alam namun seringkali miskin manfaat.
Semangatnya jelas: mengakhiri 'kutukan sumber daya alam' dan memastikan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal menjadi tuan di negeri sendiri.
Melawan 'Kutukan' Daerah Kaya
Selama ini, daerah seperti Jambi, Kalimantan Timur, atau Riau kerap terjebak dalam paradoks. Punya minyak dan gas melimpah, tapi kesejahteraan warganya tak sebanding. Fenomena yang dikenal sebagai 'kutukan sumber daya alam' (resource curse) ini terjadi ketika kekayaan alam tidak diimbangi kualitas manusia, sehingga hanya melahirkan ketimpangan.
Al Haris sadar betul, tanpa SDM unggul, kekayaan daerah hanya akan terus mengalir ke pusat dan dikuasai korporasi besar.
"Daerah penghasil harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri," tegas Al Haris dalam pembukaan Rakernas ADPMET di Cepu, Kamis (16/10/2025). Ia menekankan, keadilan energi hanya bisa tercapai jika pengelolaan SDA dan penguatan SDM tumbuh bersama.
PI 10% Jadi Simbol Perjuangan
Landasan perjuangan daerah ini sejatinya sudah jelas, yakni Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang mengamanatkan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, praktiknya seringkali jauh panggang dari api. Kajian akademis pun menyoroti bahwa negara seharusnya menjadi 'pengatur yang adil', bukan 'penguasa absolut' atas SDA.
Di bawah komando Al Haris, ADPMET kini secara agresif memperjuangkan hak Participating Interest (PI) sebesar 10% bagi daerah penghasil. Angka ini dianggap rasional untuk memberi ruang partisipasi daerah tanpa mengganggu bisnis migas nasional.
"Perjuangan ini bukan sekadar soal angka, tetapi soal keadilan struktural: bagaimana memastikan rakyat di sekitar sumber energi ikut menikmati hasilnya, bukan hanya menanggung dampaknya," ujar seorang sumber di ADPMET.
Potret Ketimpangan: Kasus Jambi
Provinsi Jambi menjadi cermin nyata ketimpangan ini. Laporan media menyebut, Dana Bagi Hasil (DBH) Migas Jambi anjlok dari Rp 236 miliar pada 2019 menjadi hanya Rp 90,5 miliar pada 2023. Padahal, produksi di blok migas lokal masih aktif.
Menjawab ini, Al Haris menegaskan daerah tak boleh lagi hanya menerima sisa. Selain PI 10%, ia mendorong pengelolaan sumur minyak rakyat oleh BUMD dan koperasi. Langkah ini sejalan dengan keputusan pemerintah pusat yang pada Oktober 2025 akhirnya melegalisasi 45.000 sumur minyak rakyat di enam provinsi, termasuk Jambi.
Dari Fosil ke Energi Terbarukan
Visi ADPMET di era Al Haris tidak hanya berhenti di migas. Sesuai nama barunya, asosiasi ini juga mengincar potensi raksasa energi baru terbarukan (EBT). Data Kementerian ESDM (2024) menunjukkan potensi EBT nasional mencapai 3.600 gigawatt (GW), namun pemanfaatannya baru seuprit, sekitar 13%.
Potensi ini tersebar luas: panas bumi dan biomassa di Sumatera, surya di Kalimantan, hingga angin dan air di Nusa Tenggara serta Sulawesi. ADPMET kini mendorong transformasi dari sekadar eksploitasi fosil ke pemanfaatan energi bersih berbasis masyarakat.
Kunci Regulasi dan Penguatan SDM
Untuk mewujudkan mimpi besar ini, ADPMET mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Energi di setiap provinsi penghasil. Perda ini akan 'memaksa' pelibatan tenaga kerja lokal, kemitraan dengan universitas, dan alokasi investasi untuk pendidikan energi.
Langkah ini diperkuat dengan kerja sama teknis bersama Pusat Survei Geologi (PSG) untuk memutakhirkan data potensi energi di setiap daerah, agar kebijakan berbasis data, bukan sekadar lobi politik.
Jalan Keseimbangan Baru
Kepemimpinan Al Haris di ADPMET jelas menandai pergeseran paradigma. Bukan lagi soal mengeksploitasi, tapi bertransformasi. Bukan lagi bergantung, tapi mandiri. Fokusnya kini bergeser dari sekadar mengeruk SDA, menjadi membangun SDM yang unggul.
Seperti yang disampaikannya dalam pidato pelantikan:
"Kekayaan alam adalah titipan Tuhan. Tugas kita bukan menghabiskannya, tapi menjadikannya berkah bagi manusia, agar bumi Indonesia tidak hanya kaya batu dan minyak, tapi kaya ilmu, iman, dan kesejahteraan."
Add new comment