Oleh : Dr. Jamilah,.M.Pd
Dosen UIN STS. JAMBI
Aksesibilitas pendidikan selalu menjadi jantung perdebatan dalam pembangunan manusia. Di tengah berbagai kemajuan teknologi dan dinamika global, pendidikan bukan hanya kebutuhan, melainkan hak fundamental yang semestinya dijamin oleh negara. Seperti ditegaskan UNESCO (2023), education is a public good, sebuah barang publik yang manfaatnya dirasakan oleh seluruh masyarakat, bukan hanya individu. Karena itulah upaya meningkatkan aksesibilitas pendidikan menjadi agenda strategis yang terus diperjuangkan.
Namun di balik jargon “pendidikan untuk semua”, tantangan nyata masih mengemuka: kualitas guru yang belum merata, infrastruktur yang belum memadai, ketimpangan digital, hingga keterbatasan ekonomi keluarga. Maka, berbagai langkah konkret harus terus dilakukan secara berkelanjutan. Upaya-upaya yang diuraikan dalam daftar rekomendasi di atas sesungguhnya tidak berdiri sendiri, tetapi membentuk sebuah ekosistem pendidikan yang saling terhubung dan saling menguatkan.
- Infrastruktur Pendidikan: Pondasi Akses bagi Semua
Pembangunan sekolah, ruang kelas yang layak, perpustakaan, hingga laboratorium bukan sekadar proyek konstruksi. Ini adalah investasi masa depan. Menurut teori Human Capital Gary Becker, pendidikan adalah modal manusia yang menentukan produktivitas bangsa. Tanpa fasilitas yang memadai, proses transfer pengetahuan akan kehilangan kualitasnya.
Di banyak daerah, sekolah masih beroperasi dengan sarana terbatas. Ada ruang kelas yang rusak, perpustakaan yang minim koleksi, hingga laboratorium yang kosong. Ketika negara memperkuat infrastruktur pendidikan, pada saat itulah negara sedang memperkuat masa depan ekonominya.
- Guru Berkualitas: Penentu Masa Depan Generasi
Bahkan sekolah terbaik tidak akan bermakna tanpa guru berkualitas. John Hattie (2020) dalam riset terbarunya menegaskan bahwa teacher expertise is the biggest factor influencing student achievement. Artinya, kualitas guru memegang peran lebih besar daripada kurikulum, teknologi, atau pun fasilitas.
Meningkatkan ketersediaan guru terlatih berarti memastikan pemerataan kualitas pendidikan dari kota hingga pedalaman. Pelatihan berkelanjutan, peningkatan kompetensi digital, dan mekanisme evaluasi yang adil adalah langkah wajib. Pendidikan yang baik hanya dapat dicapai oleh mereka yang mengajar dengan baik.
- Akses Teknologi: Jembatan Menuju Dunia Baru
Pandemi COVID-19 meninggalkan pelajaran penting: tanpa internet, pendidikan lumpuh. Hari ini, teknologi bukan lagi pelengkap, tetapi kebutuhan dasar proses belajar. World Economic Forum (2024) bahkan menyebut digital literacy sebagai kompetensi esensial abad 21, sejajar dengan membaca dan menulis.
Meningkatkan akses terhadap komputer, jaringan internet, dan platform digital adalah syarat mutlak jika kita ingin menciptakan generasi yang mampu bersaing secara global. Digitalisasi pendidikan membuka ruang belajar tanpa batas, memungkinkan anak desa mengakses materi dan pengetahuan yang sama dengan anak kota.
- Program Beasiswa: Memutus Mata Rantai Kemiskinan
Program beasiswa adalah instrumen keadilan sosial. Amartya Sen dalam teorinya tentang Capability Approach mengatakan bahwa pembangunan adalah upaya memperluas kemampuan dan peluang setiap manusia. Ketika anak dari keluarga kurang mampu mendapat beasiswa, negara sebenarnya sedang membuka pintu masa depan yang selama ini tertutup.
Beasiswa bukan hanya soal bantuan dana, tetapi juga pesan moral bahwa setiap anak berhak bermimpi besar.
- Partisipasi Masyarakat: Pendidikan adalah Tanggung Jawab Bersama
Pendidikan tidak pernah menjadi tugas pemerintah saja. Tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara sejak awal telah mengajarkan bahwa keluarga, masyarakat, dan negara merupakan trilogi ekosistem pendidikan yang tak terpisahkan.
Partisipasi masyarakat—melalui kegiatan sukarelawan, ekstrakurikuler, hingga program pendampingan—menciptakan lingkungan belajar yang lebih kaya. Gotong royong dalam dunia pendidikan adalah kekuatan khas Indonesia yang harus terus dirawat.
- Meningkatkan Kesadaran Publik: Mengubah Mindset, Mengubah Peradaban
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan tidak muncul dengan sendirinya. Dibutuhkan kampanye sosial, teladan, dan edukasi berkelanjutan. Sosiolog Pierre Bourdieu menggambarkan bahwa cultural capital—nilai, kebiasaan, dan pengetahuan—sangat memengaruhi keberhasilan seseorang dalam pendidikan.
Jika budaya pendidikan menjadi kuat dalam keluarga dan masyarakat, maka akses pendidikan tidak lagi sekadar persoalan fasilitas, melainkan kesadaran bersama akan masa depan.
- Kolaborasi dengan Industri: Menyatukan Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja
Dunia industri berubah cepat. Karenanya, pendidikan tidak bisa berjalan sendiri. Kerja sama dengan industri memastikan bahwa apa yang dipelajari siswa relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Model ini sejalan dengan konsep Triple Helix Etzkowitz & Leydesdorff yang menekankan sinergi pemerintah–akademisi–industri sebagai mesin inovasi.
Ketika industri masuk ke ruang pendidikan, siswa belajar dengan pendekatan praktis, magang, dan pengalaman nyata yang mempersiapkan mereka menghadapi dunia profesional.
- Pendidikan Inklusif: Semua Anak Berhak Belajar
Pendidikan inklusif adalah wujud nyata dari prinsip no one left behind. UNICEF (2024) menegaskan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan yang sesuai kemampuan dan kebutuhan mereka. Program ini bukan belas kasihan, melainkan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Sekolah inklusif harus dilengkapi guru khusus, fasilitas adaptif, serta modul pembelajaran yang dirancang secara personal. Dengan pendidikan inklusif, kita menciptakan masyarakat yang lebih adil.
- Pendidikan Non-Formal: Kesempatan Kedua bagi Masyarakat
Tidak semua orang beruntung menempuh pendidikan formal. Di sinilah pendidikan non-formal seperti paket A, B, dan C memainkan peran besar. Program ini membuka kesempatan bagi mereka yang putus sekolah untuk kembali belajar, meningkatkan keterampilan, dan meraih ijazah yang diakui negara.
Menurut konsep lifelong learning UNESCO, pendidikan adalah proses seumur hidup. Tidak ada kata terlambat untuk belajar.
- Evaluasi dan Monitoring: Kunci Perbaikan Berkelanjutan
Pendidikan yang baik hanya dapat dicapai jika ada mekanisme evaluasi yang sistematis. Michael Fullan menekankan bahwa continuous improvement adalah fondasi reformasi pendidikan. Monitoring yang baik memungkinkan pengambil kebijakan mengetahui apa yang berhasil, apa yang tidak, dan apa yang perlu diperbaiki.
Evaluasi bukan mencari kesalahan, tetapi membangun masa depan.
Meningkatkan aksesibilitas pendidikan bukanlah proyek sesaat, melainkan perjuangan jangka panjang yang membutuhkan komitmen, kerja keras, dan sinergi seluruh pihak. Infrastruktur yang kuat, guru yang kompeten, teknologi yang merata, program beasiswa yang berkeadilan, serta partisipasi masyarakat adalah modal besar menuju Indonesia Emas 2045.
Pendidikan yang inklusif, relevan, dan terjangkau adalah hadiah terbaik yang dapat kita berikan kepada generasi mendatang. Karena pada akhirnya, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah berhenti belajar.
REFERENSI :
Becker, G. S. (1993). Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis, with Special Reference to Education (3rd ed.). University of Chicago Press.
Bourdieu, P. (1986). The Forms of Capital. In J. Richardson (Ed.), Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education (pp. 241–258). Greenwood.
Etzkowitz, H., & Leydesdorff, L. (2000). The Dynamics of Innovation: From National Systems and “Mode 2” to a Triple Helix of University–Industry–Government Relations. Research Policy, 29(2), 109–123.
Fullan, M. (2020). The New Meaning of Educational Change (5th ed.). Teachers College Press.
Hattie, J. (2020). Visible Learning: A Synthesis of Over 1,500 Meta-Analyses Relating to Achievement (Updated Edition). Routledge.
Ki Hadjar Dewantara. (1962). Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Sen, A. (1999). Development as Freedom. Oxford University Press.
UNESCO. (2023). Global Education Monitoring Report: Technology in Education – A Tool on Whose Terms? Paris: UNESCO Publishing.
UNESCO. (2024). Lifelong Learning and Inclusive Education: Global Policy Framework. Paris: UNESCO.
UNICEF. (2024). Inclusive Education for Children with Disabilities: Global Guidance and Evidence Review. New York: UNICEF.
World Economic Forum (WEF). (2024). Future of Jobs Report. Geneva: WEF.
Comments
Mantap ayukku ❤️💪
Mantap ayukku ❤️💪
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Mantap bunda... Ilmunya…
Mantap bunda... Ilmunya sangat bermanfaat bagi kami yang lagi dalam proses belajar.
Add new comment